Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah
Thursday, 18 August 2016
SUDUT HUKUM | Prinsip utama dalam asuransi syaiah adalah ta’awunu ‘ala al birr wa altaqwa(tolong menolonglah kamu sekalian dalam
kebaikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa
aman). Prinsip ini menjadikan para anggota atau
peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan lainnya saling
menjamin dan menanggung risiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam
asuransi syariah adalah akad takafuli (saling menanggung), bukan akad tabaduli (saling menukar) yang selama ini digunakan
oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang
pertanggungan. Prinsip dasar asuransi syariah adalah:
Tauhid (Unity)

Keadilan (justice)
Prinsip kedua dalam beransuransi adalah
terpenuhinya nilai-nilai keadilan (justice) antara pihak-pihak
yang terikat dengan akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai
upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan
asuransi.
Tolong-menolong (ta’awun)
Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan
kegiatan berasuransi harus didasari dengan semangat tolong-menolong (ta’awun) antara anggota. Seseorang yang masuk
asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk membantu dan
meringankan beban temannya yang pada suatu ketika mendapatkan musibah atau
kerugian.
Kerja sama (cooperation)
Prinsip kerja sama merupakan prinsip
universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi Islam. Manusia sebagai
makhluk yang mendapatkan mandate dari Khaliq-nya untuk mewujudkan perdamaian
dan kemakmuran di muka bumi mempunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lainnya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial.
Amanah (trustworthy)
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan
dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggung jawaban) perusahaan
melalui penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan
asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses
laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi
harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan
melalui auditor public.
Kerelaan (al-ridha)
Dalam bisnis asuransi, kerelaan dapat
diterapkan pada setiap anggota (nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi dari
awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan keperusahaanasuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial. Dan dana sosial memang
betul-betul digunakan untuk tujuan membantu anggota (nasabah) asuransi yang
lain jika mengalami bencana kerugiaan.
Larangan riba
Ada beberapa bagian dalam al-Qur’an yang
melarang pengayaan diri dengan cara yang tidak dibenarkan. Islam menghalalkan
perniagaan dan melarang riba.
Larangan maisir (judi)
Syafi’i Antonio mengatakan bahwa unsur maisir (judi) artinya adanya salah satu pihak yang
untung namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Hal ini tampak jelas
apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya
sebelum masa reversing
period, biasanya tahun
ketiga maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah
dibayarkan kecuali sebagaian kecil saja. Juga adanya unsure keuntungan yang
dipengaruhi oleh pengalaman underwriting, di
mana untung-rugi terjadi sebagai hasil dari ketetapan.
Larangan gharar (ketidak pastian)
Gharar dalam pengertian bahasa adalah penipuan,
yaitu suatu tindakan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.
Rujukan:
H. A. Dzajuli dan Yadi Jazwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2002).