-->

Tindak Pidana Penganiayaan

SUDUT HUKUM | Penganiayaan adalah istilah yang digunakan KUHP untuk tindak pidana terhadap tubuh. Namun KUHP sendiri tidak memuat arti penganiayaan tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti penganiayaan adalah perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian yang dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut adalah pengertian dalam arti luas, yakni yang termasuk menyangkut perasaan atau batiniah. Sedangkan penganiayaan yang dimaksud dalam hukum pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian penganiayaan tidak ada dimuat dalam KUHP, namun kita dapat melihat pengertian penganiayaan menurut pendapat sarjana, doktrin, dan penjelasan Menteri Kehakiman.

Secara umum tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut “penganiayaan”, mengenai arti dan makna kata penganiayaan tersebut banyak perbedaan diantara para ahli hukum dalam memahaminya. Penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit (pijn) atas luka (letsel) pada tubuh orang lain. Adapula yang memahami penganiayaan adalah “Dengan sengaja menimbulkan rasa sakit atau luka, kesengajaan itu harus dicantumkan dalam surat tuduhan” (Soenarto Soerodibroto, 1994: 211).

Tindak Pidana PenganiayaanPenganiayaan terhadap anak sebenarnya tidak terbatas pada deraan yang bersifat badani seperti menampar, menggigit, memukul menendang, melempar, ada pula bentuk-bentuk penganiayaan lainnya yang bersifat kejiwaan atau emosi. Penganiayaan ini bisa dalam bentuk penanaman rasa takut melalui intimidasi, ancaman, hinaan, makian, sampai membatasi ruang geraknya. Dalam KUHP tindak pidana penganiayaan dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut: 
  1. Penganiayaan biasa sebagaimana diatur dalam pasal 351 KUHP.
  2. Penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam pasal 352 KUHP.
  3. Penganiayaan berencana sebagaimana diatur dalam pasal 353 KUHP.
  4. Penganiayaan berat sebagaimana diatur dalam pasal 354 KUHP.
  5. Penganiayaan berat berencana sebagaimana diatur dalam pasal 355 KUHP.
  6. Penganiayaan terhadap orang yang berkualitas tertentu sebagaimana diatur dalam pasal 356 KUHP.

Tindak pidana penganiayaan di atas lebih diperjelas dalam uraian sebagai berikut:
1. Penganiayaan Biasa
Tindak pidana ini diatur dalam ketentuan Pasal 351 KUHP. Istilah lain yang sering digunakan untuk menyebut jenis tindak pidana ini adalah tindak pidana penganiayaan dalam bentuk pokok. Apabila dibandingkan dengan perumusan tentang tindak pidana lain dalam KUHP maka perumusan tentang tindak pidana penganiayaan biasa merupakan perumusan yang paling singkat dan sederhana.

Perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 351 KUHP di atas diatur dalam ketentuan Pasal 351 KUHP. Adapun Pasal 351 KUHP secara tegas merumuskan:
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Baca Juga

Unsur-unsurnya:
  • Unsur kesengajaan.
  • Unsur perbuatan.
  • Unsur akibat perbuatan rasa sakit, tidak enak pada tubuh dan luka tubuh, namun dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP ini tidak mempersyaratkan adanya perubahan rupa atau tubuh pada akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana penganiayaan.
  • Akibat mana menjadi satu-satunya tujuan pelaku.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Unsur-unsurnya:
  • Unsur kesengajaan.
  • Unsur perbuatan.
  • Unsur akibat yang berupa rasa sakit atau luka berat.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Unsur-unsurnya:
  • Unsur kesengajaan.
  • Unsur perbuatan.
  • Unsur akibat yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

2. Penganiayaan Ringan
Jenis tindak pidana ini diatur dalam Pasal 352 KUHP, bahwa yang dimaksud dengan penganiayaan adalah penganiayaan yang tidak termasuk dalam:
(1) Penganiayaan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 353 KUHP.
(2) Penganiayaan terhadap orang yang mempunyai kualifikasi tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 356 KUHP yaitu penganiayaan terhadap:
a) Ibu atau bapaknya yang sah, istri atau anaknya.
b) Pegawai negeri yang sedang atau karena menjalankan tugasnya yang sah.
c) Nyawa atau kesehatan yaitu memasukkan bahan berbahaya bagi nyawa atau kesehatan atau dimakan atau diminum.
(3) Penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian.

3. Penganiayaan Berencana
Jenis penganiayaan ini diatur dalam pasal 353 KUHP yang menyatakan:
1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan dengan pidana paling lama tujuh tahun.
3) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Apabila dilihat lebih lanjut, maka penganiayaan biasa dalam Pasal 351 Ayat (1) KUHP mempunyai persamaan dan perbedaan dengan Pasal 353 Ayat (1) KUHP. Persamaan dan perbedaan antara dua jenis penganiayaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Persamaan penganiayaan biasa dengan penganiayaan berencana:
a) Sama-sama tidak mengakibatkan luka berat atau kematian.
b) Memiliki kesengajaan yang sama baik terhadap perbuatan maupun akibatnya.
c) Bila penganiayaan tersebut mengakibatkan luka, maka luka tersebut harus luka yang tidak termasuk luka berat sebagaimana diatur dalam Pasal 90 KUHP.

4. Penganiayaan Berat
Jenis tindak pidana ini diatur dalam Pasal 354 KUHP yang menyatakan:
(1) Barangsiapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.

Apabila diuraikan unsur-unsur dari tindak pidana penganiayaan berat yang diatur dalam Pasal 354 Ayat (1) memuat unsur-unsur sebagai berikut:
1) Unsur kesalahan, berupa kesengajaan.
2) Unsur melukai berat (perbuatan).
3) Unsur tubuh orang lain.
4) Unsur akibat yang berupa luka berat.

Ketentuan dalam Pasal 354 KUHP akibat luka berat merupakan maksud dan tujuan dari sipelaku yaitu bahwa sipelaku memang menghendaki terjadinya luka berat pada korban. Berbeda dengan penganiayaan biasa yang mengakibatkan luka berat, dimana luka berat bukanlah akibat yang dimaksud oleh sipelaku. Dalam penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian, kematian bukanlah merupakan akibat yang dikehendaki pelaku. Pelaku hanya menghendaki timbulnya luka berat. Dalam tindak pidana ini harus dapat dibuktikan bahwa pelaku tidak mempunyai kesengajaan untuk menimbulkan kematian, baik kesengajaan sebagai maksud, sebagai kemungkinan atau sebagai kepastian.

5. Penganiayaan Berat Berencana
Jenis tindak pidana ini diatur dalam Pasal 355 KUHP yang menyatakan:
(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Berdasarkan rumusan pasal 355 KUHP diatas terlihat, bahwa penganiayaan berat berencana terdiri atas dua macam, yaitu:
a. Penganiayaan berat berencana yang tidak menimbulkan kematian. Jenis penganiayaan ini sering disebut sebagai penganiayaan berat berencana biasa.

Dalam penganiayaan ini luka berat harus benar-benar terjadi yang juga harus dibuktikan, bahwa luka berat itu memang merupakan akibat yang dikehendaki oleh sipelaku sekaligus direncanakan.

b. Penganiayaan berat berencana yang mengakibatkan kematian. Namun matinya korban dalam tindak pidana ini bukanlah akibat yang dikehendaki oleh sipelaku. Kematian yang timbul dalam tindak pidana ini hanyalah merupakan akibat yang dituju sekaligus tidak direncanakan. Sebab apabila kematian merupakan akibat yang dituju maka yang terjadi bukanlah penganiayaan melainkan pembunuhan (Pasal 338 KUHP).

6. Penganiayaan terhadap orang-orang yang berkualitas tertentu
Jenis penganiayaan ini diatur dalam ketentuan Pasal 356 KUHP yang menyatakan:
“Pidana yang ditentukan dalam Pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga”.
Ke-1 Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya, istrinya atau anaknya menurut undang-undang.
Ke-2 Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah.
Ke-3 Jika kejahatan dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.
Ketentuan Pasal 356 merupakan ketentuan yang memperberat berbagai penganiayaan. Berdasarkan Pasal 356 KUHP ini terdapat dua hal yang memberatkan berbagai penganiayaan yaitu :
a. Kualitas korban, yaitu apabila korban penganiayaan tersebut berkualitas sebagai ibu, bapak, istri atau anak serta pegawai negeri yang ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah.
b. Cara atau modus penganiayaan, yaitu dalam hal penganiayaan itu dilakukan dengan cara memberi bahan untuk dimakan atau untuk diminum.

Tindak pidana penganiayaan telah mencapai suatu tingkat yang dipandang serius yaitu dengan semakin beraninya pelaku tindak pidana penganiayaan menganiaya secara sadis bahkan banyak korban yang akhirnya meninggal dunia. Terjadinya tindak pidana penganiayaan ini menimbulkan adanya korban yang menderita kerugian, baik itu kerugian fisik maupun psikis. Untuk merestorasi atau memperbaiki korban dalam keadaan semula memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang besar pula. 

Untuk itu dalam tindak pidana penganiayaan korban harus mendapat perhatian khusus terutama mengenai masalah perlindungan hukum korban tindak pidana penganiayaan. Sedangkan dalam doktrin/ilmu pengetahuan hukum pidana penganiayaan mempunyai unsur sebagai berikut:
  • Unsur kesengajaan.
  • Unsur perbuatan.
  • Unsur akibat perbuatan (yang dituju), yakni:
  1. rasa sakit, tidak enak pada tubuh.
  2. luka pada tubuh.
  • Akibat mana menjadi satu-satunya tujuan si pelaku.
Berkaitan dengan hal itu, untuk lebih memperjelas tindak pidana penganiayaan sebagaimana terurai di atas, berikut ini akan diuraikan makna dari masing-masing unsur tersebut.

1. Unsur kesengajaan
Tindak pidana penganiayaan unsur kesengajaan harus diartikan sebagai kesengajaan sebagai maksud. Berbeda dengan tindak pidana lain seperti pembunuhan, unsur kesengajaan harus ditafsirkan secara luas yaitu meliputi kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai kepastian dan kesengajaan sebagai kemungkinan. 

Dengan penafsiran bahwa unsur kesengajaan dalam tindak pidana penganiayaan ditafsirkan sebagai kesengajaan sebagai maksud (opzet alsa ogmerk), maka seorang baru dapat dikatakan melakukan tindak pidana penganiayaan, apabila orang itu mempunyai maksud menimbulkan akibat berupa rasa sakit atau luka pada tubuh. Jadi dalam hal ini maksud orang itu haruslah ditujukan pada perbuatan dan rasa sakit atau luka pada tubuh.

Walaupun secara prinsip kesengajaan dalam tindak pidana penganiayaan harus ditafsirkan sebagai kesengajaan sebagai maksud, namun dalam hal-hal tertentu kesengajaan dalam penganiayaan juga dapat ditafsirkan sebagai kesengajaan sebagai kemungkinan.

Faktanya bahwa orang telah malakukan suatu tindak pidana yang besar kemungkinan dapat menimbulkan perasaan sangat sakit pada orang lain itu merupakan suatu penganiayaan. Tidak menjadi soal bahwa dalam kasus ini opzet pelaku tidak ditujukan untuk menimbulkan perasaan sangat sakit seperti itu melainkan telah ditujukan kepada perbuatan untuk melepaskan diri dari penangkapan oleh seorang pegawai polisi.

Bertolak dari uraian di atas, bahwa kemungkinan terhadap terjadinya rasa sakit yang semestinya dipertimbangkan oleh pelaku tetapi tidak dilakukanya sehingga karena perbuatan yang dilakukannya itu menimbulkan rasa sakit, telah ditafsirkan sebagai penganiayaan. Dalam hal ini sekalipun pelaku tidak mempunyai maksud untuk menimbulkan rasa sakit dalam perbuatannya, bahwa mestinya ia sadar perbuatan yang dilakukanya itu sangat mungkin menimbulkan rasa sakit.

Berkaitan dengan hal itu, penganiayaan itu bisa ditafsirkan sebagai kesengajaan dengan sadar akan kemungkinan, tetapi penafsiran tersebut juga terbatas pada adanya kesengajaan sebagai kemungkinan terhadap akibat. Artinya dimungkinkan penafsiran secara luas terhadap unsur kesengajaan itu yaitu kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai kemungkinan, bahkan kesengajaan sebagai kepastian, hanya dimungkinkan terhadap akibatnya. Sementara terhadap perbuatan itu haruslah merupakan tujuan pelaku.

2. Unsur perbuatan
Perbuatan dalam penganiayaan adalah perbuatan dalam arti positif, artinya perbuatan tersebut haruslah merupakan aktivitas atau kegiatan dari manusia dengan menggunakan (sebagian) anggota tubuhnya sekalipun sekecil apapun perbuatan itu. Selain bersifat positif unsur perbuatan dalam tindak pidana penganiayaan juga bersifat abstrak. Artinya penganiayaan itu bisa dalam berbagai bentuk perbuatan seperti memukul, mencubit, mengiris, membancok, dan sebagainya.

3. Unsur akibat yang berupa rasa sakit dan luka tubuh
Rasa sakit dalam konteks penganiayaan mengandung arti sebagai terjadinya atau timbulnya rasa sakit, rasa perih, tidak enak atau penderitaan. Sementara yang dimaksud dengan luka adalah adanya perubahan dari tubuh atau terjadinya perubahan rupa tubuh sehingga menjadi berbeda dari keadaan tubuh sebelum terjadinya penganiayaan. Perubahan tubuh itu misalnya lecet-lecet pada kulit, putusnya jari tangan, bengkak-bengkak pada anggota tubuh dan sebagainya.

Unsur akibat baik berupa rasa sakit atau luka dengan unsur perbuatan harus ada hubungan kausal. Artinya harus dapat dibuktikan, bahwa akibat yang berupa rasa sakit atau luka itu merupakan akibat langsung dari perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Tanpa adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan akibat ini, maka tidak akan dapat dibuktikan adanya tindak pidana penganiayaan.

4. Unsur akibat mana yang menjadi tujuan satu-satunya
Unsur ini mengandung pengertian bahwa dalam tindak pidana penganiayaan akibat berupa rasa sakit atau luka pada tubuh itu haruslah merupakan tujuan satu satunya dari pelaku. Artinya pelaku memang menghendaki timbulnya rasa sakit atau luka dari perbuatan (penganiayaan) yang dilakukannya. Jadi, untuk adanya penganiayaan harus dibuktikan bahwa rasa sakit atau luka pada tubuh itu menjadi tujuan dari pelaku.

Akibat yang berupa rasa sakit atau luka itu bukan yang menjadi tujuan dari pelaku tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain yang patut, maka dalam hal ini tidak terjadi penganiayaan. Kembali lagi dari arti sebuah penganiayaan yang merupakan suatu tindakan yang melawan hukum, memang semuanya perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh subyek hukum akan berakibat kepada dirinya sendiri. Mengenai penganiayaan biasa ini merupakan suatu tindakan hukum yang bersumber dari sebuah kesengajaan. Kesengajaan ini berarti bahwa akibat suatu perbuatan dikehendaki dan ini ternyata apabila akibat itu sungguh-sungguh dimaksud oleh perbuatan yang dilakukan itu, yang menyebabkan rasa sakit, luka, sehingga menimbulkan kematian. Tidak semua perbuatan memukul atau lainnya yang menimbulkan rasa sakit dikatakan sebuah penganiayaan.

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel