Tindak Pidana Penganiayaan
Monday, 12 September 2016
SUDUT HUKUM | Penganiayaan adalah istilah yang
digunakan KUHP untuk tindak pidana terhadap tubuh. Namun KUHP sendiri tidak
memuat arti penganiayaan tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti
penganiayaan adalah perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian yang
dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut adalah pengertian dalam
arti luas, yakni yang termasuk menyangkut perasaan atau batiniah. Sedangkan
penganiayaan yang dimaksud dalam hukum pidana adalah menyangkut tubuh
manusia. Meskipun pengertian penganiayaan tidak ada dimuat dalam KUHP,
namun kita dapat melihat pengertian penganiayaan menurut pendapat
sarjana, doktrin, dan penjelasan Menteri Kehakiman.
Secara umum tindak pidana
terhadap tubuh pada KUHP disebut “penganiayaan”, mengenai arti dan makna kata
penganiayaan tersebut banyak perbedaan diantara para ahli hukum dalam
memahaminya. Penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja
untuk menimbulkan rasa sakit (pijn) atas luka (letsel) pada tubuh orang
lain. Adapula yang memahami penganiayaan adalah “Dengan sengaja menimbulkan rasa
sakit atau luka, kesengajaan itu harus dicantumkan dalam surat tuduhan”
(Soenarto Soerodibroto, 1994: 211).

- Penganiayaan biasa sebagaimana diatur dalam pasal 351 KUHP.
- Penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam pasal 352 KUHP.
- Penganiayaan berencana sebagaimana diatur dalam pasal 353 KUHP.
- Penganiayaan berat sebagaimana diatur dalam pasal 354 KUHP.
- Penganiayaan berat berencana sebagaimana diatur dalam pasal 355 KUHP.
- Penganiayaan terhadap orang yang berkualitas tertentu sebagaimana diatur dalam pasal 356 KUHP.
Tindak pidana penganiayaan di
atas lebih diperjelas dalam uraian sebagai berikut:
1. Penganiayaan
Biasa
Tindak pidana ini diatur dalam
ketentuan Pasal 351 KUHP. Istilah lain yang sering digunakan untuk menyebut
jenis tindak pidana ini adalah tindak pidana penganiayaan dalam bentuk pokok.
Apabila dibandingkan dengan perumusan tentang tindak pidana lain dalam
KUHP maka perumusan tentang tindak pidana penganiayaan biasa merupakan
perumusan yang paling singkat dan sederhana.
Perbuatan yang dirumuskan dalam
Pasal 351 KUHP di atas diatur dalam ketentuan Pasal 351 KUHP. Adapun
Pasal 351 KUHP secara tegas merumuskan:
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Unsur-unsurnya:
- Unsur kesengajaan.
- Unsur perbuatan.
- Unsur akibat perbuatan rasa sakit, tidak enak pada tubuh dan luka tubuh, namun dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP ini tidak mempersyaratkan adanya perubahan rupa atau tubuh pada akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana penganiayaan.
- Akibat mana menjadi satu-satunya tujuan pelaku.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Unsur-unsurnya:
- Unsur kesengajaan.
- Unsur perbuatan.
- Unsur akibat yang berupa rasa sakit atau luka berat.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Unsur-unsurnya:
- Unsur kesengajaan.
- Unsur perbuatan.
- Unsur akibat yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
2. Penganiayaan
Ringan
Jenis tindak pidana ini diatur
dalam Pasal 352 KUHP, bahwa yang dimaksud dengan penganiayaan adalah
penganiayaan yang tidak termasuk dalam:
(1) Penganiayaan berencana
sebagaimana diatur dalam Pasal 353 KUHP.
(2) Penganiayaan terhadap orang
yang mempunyai kualifikasi tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal
356 KUHP yaitu penganiayaan terhadap:
a) Ibu atau bapaknya yang sah,
istri atau anaknya.
b) Pegawai negeri yang sedang
atau karena menjalankan tugasnya yang sah.
c) Nyawa atau kesehatan yaitu
memasukkan bahan berbahaya bagi nyawa atau kesehatan atau dimakan atau
diminum.
(3) Penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan
atau pencaharian.
3. Penganiayaan
Berencana
Jenis penganiayaan ini diatur
dalam pasal 353 KUHP yang menyatakan:
1) Penganiayaan dengan rencana
lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan
luka-luka berat, yang bersalah dikenakan dengan pidana paling lama tujuh
tahun.
3) Jika perbuatan itu
mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.
Apabila dilihat lebih lanjut,
maka penganiayaan biasa dalam Pasal 351 Ayat (1) KUHP mempunyai persamaan dan perbedaan
dengan Pasal 353 Ayat (1) KUHP. Persamaan dan perbedaan antara
dua jenis penganiayaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Persamaan penganiayaan biasa
dengan penganiayaan berencana:
a) Sama-sama tidak mengakibatkan
luka berat atau kematian.
b) Memiliki kesengajaan yang sama
baik terhadap perbuatan maupun akibatnya.
c) Bila penganiayaan tersebut
mengakibatkan luka, maka luka tersebut harus luka yang tidak termasuk luka
berat sebagaimana diatur dalam Pasal 90 KUHP.
4. Penganiayaan
Berat
Jenis tindak pidana ini diatur
dalam Pasal 354 KUHP yang menyatakan:
(1) Barangsiapa sengaja melukai
berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana
penjara paling lama delapan tahun.
(2) Jika perbuatan itu
mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama
sepuluh tahun.
Apabila diuraikan unsur-unsur
dari tindak pidana penganiayaan berat yang diatur dalam Pasal 354 Ayat (1) memuat
unsur-unsur sebagai berikut:
1) Unsur kesalahan, berupa
kesengajaan.
2) Unsur melukai berat
(perbuatan).
3) Unsur tubuh orang lain.
4) Unsur akibat yang berupa luka
berat.
Ketentuan dalam Pasal 354 KUHP
akibat luka berat merupakan maksud dan tujuan dari sipelaku yaitu bahwa
sipelaku memang menghendaki terjadinya luka berat pada korban. Berbeda dengan
penganiayaan biasa yang mengakibatkan luka berat, dimana luka berat bukanlah
akibat yang dimaksud oleh sipelaku. Dalam penganiayaan berat yang
mengakibatkan kematian, kematian bukanlah merupakan akibat yang dikehendaki pelaku.
Pelaku hanya menghendaki timbulnya luka berat. Dalam tindak pidana ini harus
dapat dibuktikan bahwa pelaku tidak mempunyai kesengajaan untuk menimbulkan
kematian, baik kesengajaan sebagai maksud, sebagai kemungkinan atau sebagai
kepastian.
5. Penganiayaan
Berat Berencana
Jenis tindak pidana ini diatur
dalam Pasal 355 KUHP yang menyatakan:
(1) Penganiayaan berat yang
dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu
mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima
belas tahun.
Berdasarkan rumusan pasal 355
KUHP diatas terlihat, bahwa penganiayaan berat berencana terdiri atas dua macam,
yaitu:
a. Penganiayaan berat berencana
yang tidak menimbulkan kematian. Jenis penganiayaan ini sering disebut
sebagai penganiayaan berat berencana biasa.
Dalam penganiayaan ini luka berat
harus benar-benar terjadi yang juga harus dibuktikan, bahwa luka berat itu
memang merupakan akibat yang dikehendaki oleh sipelaku sekaligus
direncanakan.
b. Penganiayaan berat berencana
yang mengakibatkan kematian. Namun matinya korban dalam tindak pidana ini
bukanlah akibat yang dikehendaki oleh sipelaku. Kematian yang timbul
dalam tindak pidana ini hanyalah merupakan akibat yang dituju sekaligus
tidak direncanakan. Sebab apabila kematian merupakan akibat yang dituju maka
yang terjadi bukanlah penganiayaan melainkan pembunuhan (Pasal 338
KUHP).
6. Penganiayaan
terhadap orang-orang yang berkualitas tertentu
Jenis penganiayaan ini diatur
dalam ketentuan Pasal 356 KUHP yang menyatakan:
“Pidana yang ditentukan dalam
Pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga”.
Ke-1 Bagi yang melakukan
kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya, istrinya atau anaknya menurut
undang-undang.
Ke-2 Jika kejahatan dilakukan
terhadap seorang pejabat ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah.
Ke-3 Jika kejahatan dilakukan
dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk
dimakan atau diminum.
Ketentuan Pasal 356 merupakan
ketentuan yang memperberat berbagai penganiayaan. Berdasarkan Pasal
356 KUHP ini terdapat dua hal yang memberatkan berbagai penganiayaan
yaitu :
a. Kualitas korban, yaitu apabila
korban penganiayaan tersebut berkualitas sebagai ibu, bapak, istri atau
anak serta pegawai negeri yang ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah.
b. Cara atau modus penganiayaan,
yaitu dalam hal penganiayaan itu dilakukan dengan cara memberi bahan untuk
dimakan atau untuk diminum.
Tindak pidana penganiayaan telah
mencapai suatu tingkat yang dipandang serius yaitu dengan semakin beraninya
pelaku tindak pidana penganiayaan menganiaya secara sadis bahkan banyak korban
yang akhirnya meninggal dunia. Terjadinya tindak pidana penganiayaan ini
menimbulkan adanya korban yang menderita kerugian, baik itu kerugian fisik
maupun psikis. Untuk merestorasi atau memperbaiki korban dalam keadaan
semula memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang besar pula.
Untuk
itu dalam tindak pidana penganiayaan korban harus mendapat perhatian khusus
terutama mengenai masalah perlindungan hukum korban tindak pidana
penganiayaan. Sedangkan dalam doktrin/ilmu pengetahuan hukum pidana
penganiayaan mempunyai unsur sebagai berikut:
- Unsur kesengajaan.
- Unsur perbuatan.
- Unsur akibat perbuatan (yang dituju), yakni:
- rasa sakit, tidak enak pada tubuh.
- luka pada tubuh.
- Akibat mana menjadi satu-satunya tujuan si pelaku.
Berkaitan dengan hal itu, untuk
lebih memperjelas tindak pidana penganiayaan sebagaimana terurai di atas,
berikut ini akan diuraikan makna dari masing-masing unsur tersebut.
1. Unsur kesengajaan
Tindak pidana penganiayaan unsur
kesengajaan harus diartikan sebagai kesengajaan sebagai maksud.
Berbeda dengan tindak pidana lain seperti pembunuhan, unsur kesengajaan
harus ditafsirkan secara luas yaitu meliputi kesengajaan sebagai maksud,
kesengajaan sebagai kepastian dan kesengajaan sebagai kemungkinan.
Dengan
penafsiran bahwa unsur kesengajaan dalam tindak pidana penganiayaan ditafsirkan
sebagai kesengajaan sebagai maksud (opzet alsa ogmerk), maka seorang baru dapat
dikatakan melakukan tindak pidana penganiayaan, apabila orang itu
mempunyai maksud menimbulkan akibat berupa rasa sakit atau luka pada tubuh.
Jadi dalam hal ini maksud orang itu haruslah ditujukan pada perbuatan dan rasa
sakit atau luka pada tubuh.
Walaupun secara prinsip kesengajaan dalam tindak
pidana penganiayaan harus ditafsirkan sebagai kesengajaan sebagai maksud, namun
dalam hal-hal tertentu kesengajaan dalam penganiayaan juga dapat
ditafsirkan sebagai kesengajaan sebagai kemungkinan.
Faktanya bahwa orang telah
malakukan suatu tindak pidana yang besar kemungkinan dapat menimbulkan
perasaan sangat sakit pada orang lain itu merupakan suatu penganiayaan.
Tidak menjadi soal bahwa dalam kasus ini opzet pelaku tidak ditujukan untuk
menimbulkan perasaan sangat sakit seperti itu melainkan telah ditujukan kepada
perbuatan untuk melepaskan diri dari penangkapan oleh seorang pegawai
polisi.
Bertolak dari uraian di atas,
bahwa kemungkinan terhadap terjadinya rasa sakit yang semestinya dipertimbangkan
oleh pelaku tetapi tidak dilakukanya sehingga karena perbuatan yang
dilakukannya itu menimbulkan rasa sakit, telah ditafsirkan sebagai penganiayaan. Dalam hal
ini sekalipun pelaku tidak mempunyai maksud untuk menimbulkan rasa sakit
dalam perbuatannya, bahwa mestinya ia sadar perbuatan yang dilakukanya itu
sangat mungkin menimbulkan rasa sakit.
Berkaitan dengan hal itu,
penganiayaan itu bisa ditafsirkan sebagai kesengajaan dengan sadar akan kemungkinan,
tetapi penafsiran tersebut juga terbatas pada adanya kesengajaan sebagai
kemungkinan terhadap akibat. Artinya dimungkinkan penafsiran secara luas terhadap
unsur kesengajaan itu yaitu kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai
kemungkinan, bahkan kesengajaan sebagai kepastian, hanya dimungkinkan
terhadap akibatnya. Sementara terhadap perbuatan itu haruslah merupakan
tujuan pelaku.
2. Unsur perbuatan
Perbuatan dalam penganiayaan
adalah perbuatan dalam arti positif, artinya perbuatan tersebut haruslah
merupakan aktivitas atau kegiatan dari manusia dengan menggunakan (sebagian)
anggota tubuhnya sekalipun sekecil apapun perbuatan itu. Selain bersifat
positif unsur perbuatan dalam tindak pidana penganiayaan juga bersifat
abstrak. Artinya penganiayaan itu bisa dalam berbagai bentuk perbuatan seperti memukul,
mencubit, mengiris, membancok, dan sebagainya.
3. Unsur akibat yang berupa rasa
sakit dan luka tubuh
Rasa sakit dalam konteks
penganiayaan mengandung arti sebagai terjadinya atau timbulnya rasa sakit, rasa perih,
tidak enak atau penderitaan. Sementara yang dimaksud dengan luka adalah
adanya perubahan dari tubuh atau terjadinya perubahan rupa tubuh sehingga
menjadi berbeda dari keadaan tubuh sebelum terjadinya penganiayaan.
Perubahan tubuh itu misalnya lecet-lecet pada kulit, putusnya jari tangan,
bengkak-bengkak pada anggota tubuh dan sebagainya.
Unsur akibat baik berupa rasa
sakit atau luka dengan unsur perbuatan harus ada hubungan kausal. Artinya harus
dapat dibuktikan, bahwa akibat yang berupa rasa sakit atau luka itu merupakan
akibat langsung dari perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Tanpa adanya hubungan
kausal antara perbuatan dengan akibat ini, maka tidak akan dapat dibuktikan
adanya tindak pidana penganiayaan.
4. Unsur akibat mana yang menjadi
tujuan satu-satunya
Unsur ini mengandung pengertian
bahwa dalam tindak pidana penganiayaan akibat berupa rasa sakit atau
luka pada tubuh itu haruslah merupakan tujuan satu satunya dari pelaku. Artinya
pelaku memang menghendaki timbulnya rasa sakit atau luka dari perbuatan
(penganiayaan) yang dilakukannya. Jadi, untuk adanya penganiayaan harus dibuktikan
bahwa rasa sakit atau luka pada tubuh itu menjadi tujuan dari pelaku.
Akibat yang berupa rasa sakit
atau luka itu bukan yang menjadi tujuan dari pelaku tetapi hanya sebagai sarana untuk
mencapai tujuan lain yang patut, maka dalam hal ini tidak terjadi
penganiayaan. Kembali lagi dari arti sebuah penganiayaan yang merupakan suatu tindakan
yang melawan hukum, memang semuanya perbuatan atau tindakan yang dilakukan
oleh subyek hukum akan berakibat kepada dirinya sendiri. Mengenai
penganiayaan biasa ini merupakan suatu tindakan hukum yang bersumber
dari sebuah kesengajaan. Kesengajaan ini berarti bahwa akibat suatu perbuatan
dikehendaki dan ini ternyata apabila akibat itu sungguh-sungguh dimaksud oleh
perbuatan yang dilakukan itu, yang menyebabkan rasa sakit, luka,
sehingga menimbulkan kematian. Tidak semua perbuatan memukul atau lainnya
yang menimbulkan rasa sakit dikatakan sebuah penganiayaan.