Kompetensi Peradilan Agama Pada Masa Penjajahan (1882-1945)
Friday, 14 October 2016
SUDUT HUKUM | Pada masa penjajahan belanda, seluruh sektor kehidupan bangsa
indonesia mulai terkontaminasi oleh intervensi kaum kolonial. Setelah jean piterszoonberhasil merebut kota jakarta pada tanggal 30 mei, maka
mulailah melapetaka menimpa kehidupan umat islam indonesia. Pada awalnya
pemerintah kolonial belanda hendak menegakkan hukum yang mereka bawa dari
negerinya, baik pidana maupun perdata. Namun, mereka tidak berhasil
memberlakukan hukum itu secara keseluruhan sehingga akhirnya penduduk pribumi
yang beragama islam dibiarkan menjalani hukum yang biasa mereka
terapkan.[1]
Hukum islam yang hidup ditengah-tengah masyarakat nusantara diakui juga oleh Oost indische compagnie (VOC). Organisasi ini
bukan sekedar perusahaan dagang, tetapi lebh dari itu, pemerintah kerajaan
belanda memberi kuasa kepada VOC untuk mengadakan kontrak perjanjian dengan
kerajaankerajaan peribumi di nusantara serta memberikan mandat kepada VOC untuk menjalankan administrasi pemerintahan belanda. Akan tetapi VOC
mengalami kendala dalam menerapkan hukum yang dibawa dari negara belanda
karena adanya pertentangan dalam penerapan hukum. Kesadaran hukum yang
hidup ditengah masyarakat adalah hukum islam, terutama dalam bidang
perkawinan, warisan, hibah, dan wakaf. VOC akhirnya membiarkan lembaga-lembaga
asli yang dimiliki oleh penduduk pribumi berjalan seperti keadaan
sebelumnya.[2]
Berdasarkan kenyataan itulah muncul teori receptio in compexu yang
di intordusir oleh christian van den berg. Ia berpandangan bahwa hukum
islam adalah hukum yang hidup di kalangan rakyat pribumi yang beragama
islam. Bahkan, ia berpendapat bahwa penerimaan hukum islam itu bukan hanya
sebagian saja, tetapi secara keseluruhan dalam bentuk kesatuan hukum
berdasarkan teori tersebut, ia menegaskan bahawa hukum yang berlaku mengikuti agama
yang dianut oleh seseorang. Dengan demikian, hukum yang berlaku bagi
orang islasm indonesia adalah hukum islam, hukum adat baru dapat berlaku jika
dianggap sesuai denga ajaran islam.
Berdasarkan teori itu pula van den berg berpendapat bahwa peradilan agama memang sudah seharusnya ada di indonesia. Teori itu kemudian mendorong pemerintah hindia belanda untuk mendirikan peradilan
agama pada tahun 1882 yang ditunjukan untuk masyarakat yang memeluk agama
islam. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa van den berg adalah konseptr dari
staatsblad no. 152 tahun 1882. Hal tersebut didasarkan pada latar belakang dan
dasar pemikiran yang berpijak pada realitas historis-sosiologis.
Kenyataan sosiologis itulah yang kemudian diberikan legitimasi yuridis oleh pemerintah
hindia belanda bagi berdirinya
peradilan agama.
[1] Cik hasan bisri, peradilan agama di indonesia, hal. 109
[2] Soepomo, bab-bab tentang hukum adat, (jakarta: pradnya,2003), hal. 26