Syarat-syarat Mengajukan Gugatan
Tuesday, 18 October 2016
SUDUT HUKUM | Untuk dapat diterima dan diselesaikan oleh pengadilan, surat
gugatan harus memenuhi syarat-ayarat antara lain:[1]
Memiliki dasar hukum.
Dasar hukum gugatan dijadikan dasar oleh pengadilan dalam
mengadili, uraian mengenai dasar hukum memiliki hubungan erat dengan
materimateri persidangan. Dasar hukum dapat berupa peraturan perundang-undangan, doktrin-doktrin, praktik pengadilan dan kebiasaan yang sudah diakui sebagai hukum. Dasar hukum suatu tuntutan diperlukan agar
tidak semua orang dengan semena-mena menggugat orang lain, hanya orang yang punya dasar hukumlah yang dapat menggugat. Seperti perkara
utang piutang, harus ada dasar bahwa utang-piutang itu benar-benar
terjadi dan bukan direkayasa ataupun diada-adakan. Utang piutang yang tidak ada dasar hukumnya, seperti tidak dibuat secara tertulis maupun lisan
dan tidak juga dipersaksikan oleh orang lain, tentu tidak memiliki
dasar sehingga tidak mungkin diterima sebagai gugatan di pengadilan.
Adanya kepentingan hukum.
Penggugat harus memiliki kepentingan hukum yang cukup, dan gugatan harus dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan hukum langsung dengan sengketa. Sedangkan orang yang tidak memiliki kepentingan
atau hubungan hukum langsung, haruslah mendapat kuasa terlebih dahulu
oleh yang bersangkutan untuk dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
Jika yang bersengketa pihak materiilnya merupakan badan hukum, seperti perusahaan atau orang yang tidak cakap bertindak hukum, seperti
anakanak, dan orang-orang di bawah pengampuan yang tidak mungkin bertindak sendiri, maka pengurusnya menjadi pihak formal.
Misalnya sengketa
perkawinan, permohonan cerai talak hanya bisa dilakukan oleh suami dan cerai gugat oleh istri, adapun keluarga yang mempunyai hubungan darah ataupun hubungan perkawinan dengan suami dan istri tidak dapat mengajukan perkara perceraian itu, karena para keluarga sedarah dan semenda tidak memiliki kepentingan hukum yang cukup untuk mengajukan perkara. (point de interetpoint de action).
Mengandung sengketa.
Tuntutan perdata adalah tuntutan yang mengandung sengketa. Berlaku asas geen belaang genactie (tidak ada sengketa tidak ada
perkara). Adalah suatu keniscayaan bahwa suatu hak yang hendak dituntut merupakan perkara yang dapat disengketakan, seperti dalam hubungan bertetangga seorang tetangga yang ekonominya lemah tidak dapat menggugat supaya pengadilan memutuskan supaya tetangga sebelahnya yang ekonominya lebih kaya darinya untuk bersedekah padanya, karena sedekah adalah salah satu bentuk kedermawanan sosial dan tidak ada kaitannya dengan hak dan kewajiban perdata. Berbeda jika si
tetangga ternyata ada hak perdata yang belum ditunaikan oleh tetangganya
seperti adanya hubungan kerja, jual beli, utang piutang, sewa menyewa, dan hubungan-hubungan perdata lainnya.
Gugatan dibuat dengan cermat dan terang.
Sesuai dengan ketentuan yang tersebut dalam Pasal 118 HIR dan
pasal 142 ayat (1) R.Bg, gugatan dapat diajukan secara tertulis kepada pengadilan,
dan berdasarkan pasal 120 HIR dan pasal 144 ayat (1) R.Bg, dapat juga diajukan secara lisan kepada Pengadilan. Gugatan secara tertulis harus disusun dalam surat gugatan yang dibuat secara
cermat dan terang, jika tidak dilakukan secara demikian maka akan mengalami kegagalan dalam sidang pengadilan. Surat gugatan tersebut harus
dibuat secara singkat, padat, dan mencakup segala persoalan yang disengketakan. Surat gugatan tidak boleh obscuur libel,
artinya tidak boleh kabur baik mengenai pihak-pihaknya, objek sengketanya, dan landasan hukum yang dipergunakannya sebagai dasar gugat.
Penggugat memahami hukum formil dan materiil.
Pengetahuan terhadap hukum materiil dan formil sangat membantu para pihak dalam rangka
mempertahankan hak di pengadilan.
[1]
Aris
Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2012), 30.