Teori Pendekatan Seni dan Intuisi
Thursday, 27 October 2016
SUDUT HUKUM | Penjatuhan hukuman oleh hakim
merupakan kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan,
hakim akan menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap
pelaku tindak pidana atau dalam perkara perdata, hakim akan melihat keadaan
pihak yang berperkara, yaitu penggugat dan tergugat, dalam perkara perdata, dan
pihak terdakwa atau Penuntut Umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni
dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh hakim dalam penjatuhan suatu
putusan, lebih ditentukan oleh Instink atau Intuisi dari pada
pengetahuan dari hakim.
Dalam
praktik peradilan, kadangkala teori ini dipergunakan hakim dimana pertimbangan
akan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, dalam perkara pidana atau
pertimbangan yang digunakan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam perkara
perdata, di samping dengan minimum 2 (dua) alat bukti, harus ditambah dengan
keyakinan hakim.
Akan tetapi, kayakinan hakim adakalanya sangat bersifat
subjektif, yang hanya didasarkan pada Instink atau naluri hakim saja.
Padahal hakim sebagaimana manusia biasa pada umumnya, dipengaruhi oleh keadaan
jasmani dan rohani yang kadangkala menempatkan Instink atau naluri hakim
menjadi sesuatu yang tidak benar, sehingga dikuatirkan terjadi kekeliruan atau
kesesatan dalam putusan yang dijatuhkan oleh hakim tersebut, sehingga akan
menjadi putusan yang salah atau yang sesat, yang dapat menimbulkan polemik yang
berkepanjangan dalam masyarakat, yang pada akhirnya putusan tersebut akan
banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Oleh karena itulah, hakim harus
berhati-hati dalam menggunakan teori ini, yang hanya mengandalkan pada seni dan
Intuisi semata dari hakim sendiri.