Biografi Mohammad Hatta
Sunday, 20 November 2016
SUDUT HUKUM | Mohammad Hatta lahir pada 12
Agustus 1902 di Bukittinggi, sebenarnya nama yang diberikan
kepada Mohammad Hatta saat lahir adalah Mohammad Athar namun karena
masyarakat sekitar yang sulit menyebut namanya sehingga sering disebut
Atta, yang sampai akhirnya namanya menjadi Mohammad Hatta. Nama kecilnya
(Mohammad Athar) kini diberikan kepada cucu
laki-lakinya dari anaknya yang kedua Gemala. Hatta adalah anak kedua dari 6
bersaudara yang semuanya adalah perempuan, jadi Hatta adalah anak laki-laki
satu-satunya dalam keluarga, yang kemungkinan berpengaruh pada perilakunya yang
lembut dan sopan.
Ayahnya Muhammad Jamil adalah
anak dari seorang ulama besar surau Batu Hampar yaitu Syeikh
Abdrurrahman. Ayahnya tidak meneruskan surau tapi memilih untuk
berdagang, maka pamannya yang melanjutkan kehidupan ulama, namun begitu
Hatta tetap mendapatkan pengajaran agama yang kuat sedari kecil. Ibunya
Siti Saleha anak dari Ilyas Bagindo Marah yang dipanggil Hatta dengan Pak Gaek
berasal dari keluarga pedagang besar.
Setelah ayahnya meninggal saat
Hatta berusia delapan bulan, ibunya menikah lagi dengan seorang saudagar asal
Palembang bernama Haji Ning. Hatta menempuh pendidikan sekolah
dasar di ELS (Europeesche Lagere School) yaitu sekolah
dasar untuk orang kulit putih dari kelas 5 sampai kelas 7 sampai tahun 1913, di
mana ia sebelumnya belajar secara privat. Kemudian di MULO (Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs) SMP dengan bahasa pengantarnya bahasa Belanda
sampai 1917. Selain belajar biasa Hatta juga rajin belajar agama dan mengaji
di surau Nyik Jambek (Syaikh Muhammad Djamil Djambek) dan juga dengan
Haji Abdullah Ahmad saat di Padang, yang dimana kedua ulama ini adalah
ulama pembaharu di Minangkabau yang sangat berpengaruh di Indonesia.
![]() |
Mohammad Hatta |
Di padang Hatta aktif di menjadi
anggota Serikat Usaha semacam kamar dagang bersifat lokal, dia
juga aktif di Jong Sumatranen Bond (JSB, Perkumpulan Pemuda Sumatera) dia
sebagai bendahara di sana. Saat dia sekolah di Prins Hendrik
School yaitu sekolah dagang menengah di Jakarta dia pun aktif kembali sebagai
bendahara pusat. Awalnya sang kakek akan membawa Hatta ke Mekkah untuk
belajar agama dan berharap dapat melanjutkan suraunya. Namun Ibu
dan pamannya tidak setuju karena Hatta yang saat itu masih kecil, lalu
ibunya meminta pamannya saja yang meneruskan surau, hingga dengan
lapang dada sang kakek merelakan Hatta untuk melanjutkan pendidikan dan
berharap yang terbaik dengan keputusan ini.
Saat sekolah di Jakarta Hatta
tinggal dengan Radja Bangsawan seorang mantan inspektur kepala sekolah untuk
wilayah bagian selatan. Hatta juga sering mengunjungi pamannya yaitu
Ayub Rais seorang pedagang kaya yang banyak membantu Hatta dan juga
sering bertukar pikiran mengenai bisnis, ekonomi, dan perdagangan. Dari
diskusi yang dilakukan Hatta dengan pamannya itu membuat pengetahuan
ekonomi bisnis Hatta lebih luas dari yang didapatkan di bangku
sekolah, selain itu juga membentuk pemikiran Hatta mengenai ekonomi. Ayub Rais
pula yang membiayai sebagian besar biaya sekolah Hatta saat di
Jakarta dan di Belanda.
Selain pamannya Ayub Rais dan
juga keluarganya yang sebagian besar adalah pedagang yang membentuk
pemikiran ekonomi Hatta, serta lingkungan keluarga yang juga berasal dari
kalangan ulama dan janji Hatta pada kakeknya Pak Gaek untuk tetap taat pada
agamanya membuat pemikiran Islam dan religiusitas Hatta sangat kental
dan berpengaruh juga pada pemikirannya dan perilakunya yang sangat menjaga
batas-batas ajaran Islam saat berteman dengan para gadis Eropa, malah
mereka mengatakan jika Hatta seperti seorang pendeta. Dan tokoh lain seperti Haji Agus Salim
yang dikenalnya saat menjabat bendahara di JBS
pusat juga berpengaruh pada pemikirannya.
Keduanya sering melakukan diskusi
tentang hubungan islam dan politik, Haji Agus Salim memiliki pemikiran
bahwa Islam sangat menghendaki masyarakat yang sejahtera adil dan makmur
yang berpangkal pada persamaan tetapi juga memiliki kesempatan untuk menjadi
lebih baik dan maju bagi yang berusaha, masyarakat yang juga menjauhkan
diri dari eksploitasi sesama manusia (seperti sistem kapitalisme).
Pandangan Haji Agus Salim yang sangat menjurus kepada sosialisme itu
dia selalu kaitkan dengan tujuan Islam dan juga pengabdian kepada Allah.
Oleh karena itu Haji Agus Salim tidak setuju jika sosialisme itu berpangkal
pada Marx. Dari pemikiran Haji Agus Salim ini juga membentuk pemikiran Hatta
mengenai sosialisme, dia mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi paham sosialisme di Indonesia adalah ajaran Islam.
Hatta melanjutkan pendidikannya
di Belanda dari 1921-1932, ia mengambil jurusan ekonomi perdagangan
di Handels Hogeschool (Sekolah Tinggi Dagang, kemudian menjadi Economicshe
Hogeschool, Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam. Selain
giat dalam menuntut ilmu di Belanda Hatta juga aktif berorganisasi, salah
satu alasannya pergi ke Belanda pun karena rasa nasionalisme yang sangat
tinggi untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Banyak pengalaman
pahit yang dialami oleh Hatta mengenai kekejaman para penjajah, seperti
saat usianya 10 tahun, di Bukitiinggi marsose (Korps Marechaussee te
Voet yaitu satuan militer yang dibentuk masa kolonial Belanda) dengan
bayonet terhunus, menggeledah orang-orang karena menolak membayar pajak
langsung, sehingga terjadi perlawanan yang akhirnya menewaskan 12 orang
marsose dan 100 penduduk yang ditembak mati.
Dan Rais sahabat kakek
Hatta dibawa dengan tangan diborgol, melambai ke arahnya. Pengalaman
pahit tersebut juga karena kakeknya sangat keras dalam mendidik memelihara
aturan serta disiplin dalam belajar membentuk diri Hatta menjadi kuat
dan nasionalis. Saat Turki kalah perang dan menjadi bahan olok-olok
anak-anak Belanda Hatta membencinya, namun kakeknya memberitahunya bahwa
para petinggi Turki itu telah membuat kezaliman yang tidak mencerminkan
keadilan atas nama Tuhan. Sehingga pemikiran Hatta meskipun kritis
dan tidak menyukai kolonial, namun ia tetap tidak anti Barat.
Hatta menjadi ketua Indonesische
Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia (PI) dari 1926-1930,
meskipun membuatnya terlambat dalam menyelesaikan studi namun
waktunya tersebut dipergunakannya untuk mematangkan ilmunya dan menambah
studi baru yaitu tentang tata negara. PI menjadi sangat memperhatikan
perkembangan pergerakan nasional di Indonesia saat diketuai oleh
Hatta.
Hatta pun aktif dalam memberikan saran, kritik dan komentar tentang
pergerakan di Indonesia melalui tulisan yang banyak bersebaran di berbagai
majalah dan koran di Indonesia. Pada tahun 1931 mahasiswa komunis Indonesia
secara perlahan merebut PI, sehingga membuat Hatta mundur dan banyak
pendirian dan juga pemikirannya yang ditolak oleh pihak PI yang sudah
dikuasai PKI, dalam sidang dan pertemuan Internasional pun pihak komunis
selalu ingin menguasai sidang dan pembicaraan dan itulah yang
membuat Hatta tidak menyukai komunis.
Di luar negeri, Hatta sangat
aktif dalam memperkenalkan perjuangan Indonesia. Seperti pada tahun
1926 Hatta diutus untuk mengikuti Kongres Demokrasi Internasional di
Perancis yang dihadiri oleh utusan dari 31 negara. Dalam kongres itu Hatta juga
berhasil meyakinkan Kongres agar menyebut „Indonesia‟ bukan „Hindia Belanda‟
dalam merujuk tanah airnya dan ia menambahkan bahwa perdamaian
dunia tidak akan tercapai jika penjajahan masih terus terjadi seperti di
Asia. Hatta juga banyak mengenal tokoh penting negara lain seperti Jawaharlal
Nehru, perdana menteri India yang kemudian hubungan mereka tambah akrab
sampai Indonesia mencapai kemerdekaannya.
Saat Hatta kembali ke tanah air,
ia sangat berkontribusi dalam perjuangan kemerdekaan hingga ia
menjadi dikenal sebagai dwitunggal (bersama Soekarno) oleh rakyat
Indonesia, menjadi pasangan pemimpin yang sangat dibanggakan dan menjadi
harapan kemajuan Indonesia. Hatta juga memiliki inisiatif dalam
penghapusan tujuh kata di pembukaan UUD 1945 yang hampir membuat rakyat
Indonesia pecah. Pada tahun 1950-1959 Hatta menjadi wakil presiden Republik
Indonesia di masa merdeka penuh, yang sebelumnya menjabat sebagai
Perdana Menteri RIS (Republik Indonesia Serikat).
Saat menjabat menjadi
perdana menteri banyak kebijakan yang diterapkan Hatta yaitu mengenai
kebijakan politik luar negeri yaitu politik bebas aktif, juga mengenai
pembangunan ekonomi yang menurutnya memerlukan pinjaman dari luar
negeri dengan syarat harus pandai dalam mengelolanya. Perkembangan
koperasi dan juga pembentukan perusahaan pemerintah seperti semen gresik
merupakan salah satu dari banyak keberhasilan Hatta dalam menjabat
sebagai Wakil Presiden. Sampai pada 1 Desember tahun 1956 Hatta
mengundurkan diri.
Hatta merupakan seseorang yang
teguh pada pendirian dan juga ideologinya dan ia siap dalam
mempertahankannya, mungkin karena sikapnya itulah yang membuatnya harus
mundur ketika ia melihat arah politik yang semakin menjadi taktis dan siasat
dan tidak lagi melihat pada tujuan awal yang utama. Hatta pernah mengatakan
dalam tulisannya “Siapa yang takut dilamun ombak jangan berumah di
tepi air,” saat dia berkomentar kepada seseorang yang ingin berpolitik
tanpa resiko, namun apalah daya kini ombak itu membuat banjir dan membuat
Hatta harus mengundurkan diri karena yakin tak akan ada rumah yang dapat
tegak di bibir banjir.
Hatta seorang yang menepati
janji, dan pernikahannya dengan Rahmi pun ia laksanakan setelah
Indonesia merdeka yaitu pada 18 November 1945 seperti janjinya dulu.10 Hatta adalah
orang yang pemalu dan belum pernah sebelumnya dekat dengan seorang
wanita maka perkenalannya dengan Rahmi pun dibantu oleh Soekarno. Hatta
memiliki tiga putri yaitu Meutia Farida, Gemala Rabi'ah, dan Halida
Nuriah. Hatta meninggal pada hari Jumat 14 Maret 1980.
Mohammad Hatta adalah seorang
anak daerah yang memiliki jiwa nasionalis tinggi. Pendidikan
yang tinggi, pengetahuan, pengalaman serta pergaulan yang luas membuat Hatta
memiliki cara tersendiri dalam memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia dengan pergerakan yang ia buat di dalam maupun luar negeri dan
malah membuat bangsa penjajah sendiri menaruh hormat padanya. Hatta
memang tidak terlalu pandai dalam berorasi yang menggebu-gebu seperti
Soekarno, namun Hatta sangat tajam dalam menulis pemikirannya. Banyak
tulisan dalam bentuk buku, ataupun yang tersebar di berbagai media cetak
yang berisi kritik, saran dan kecaman serta pemikirannya mengenai Indonesia.
Hatta membangkitkan semangat perjuangan dan memberikan
pendidikan politik kepada rakyat Indonesia melalui tulisannya.
Dalam menulis Hatta selalu teliti
dalam memberikan rujukan untuk gagasan yang diungkapakannya
dalam tulisan lepas yang tersebar di media. Maka orang-orang yang tertarik
akan sejarah ilmu pengetahuan akan langsung melihat pada tulisan Hatta. Dalam
bidang ekonomi Hatta lebih menyukai aliran historis dan ekonomi
politik, gagasan ekonominya lebih berorientasi pada Gustav Schmoller, Werner
Sombart, dan Karl Marx dari pada Adam Smith. Dalam bidang filsafat
Hatta merujuk pada H. Rickert dan W. Windelband.
Beberapa tulisannya yang dibuat
saat di Belanda di antaranya adalah Tujuan dan
Politik Pergerakan Nasional Indoensia (1931), Krisis Ekonomi dan Kapitalisme
(1934), Rasionalisasi (1939), dan Mentjari Volkenbond dari Abad ke Abad
(1939). Juga
buku-buku lainnya seperti Alam Pikiran Yunani (1941), Pengantar ke Djalan
Ekonomi Sosiologi (1957), dan Pengantar ke Djalan Ilmu dan Pengetahuan
(1954), Mendayung Antara Dua Karang (1946) dan masih banyak lagi tulisan
Hatta yang telah tersebar dalam bentuk buku maupun kumpulan karangan dan juga pidato.
Rujukan :
- Salman Alfarizi, Mohammad Hatta Biografi Singkat 1902-1980 (Yogyakarta: Garasi, 2012),
- Anwar Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam: Menangkap Makna Maaqshid Al Syariah (Jakarta: Kompas, 2010).
- Deliar Noer, Mohammad Hatta: Hati Nurani Bangsa (Jakarta: Kompas, 2012),
- Salman Alfarizi, Mohammad Hatta Biografi Singkat 1902-1980 (Yogyakarta: Garasi, 2012).