Demokrasi
Friday, 4 November 2016
SUDUT HUKUM | Kata
“Demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, yang diartikan oleh Abraham Lincoln
Presiden Amerika Serikat ke-16 sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih
kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Pengertian
Demokrasi di atas dapat pula dijabarkan sebagai sebuah bentuk atau
sistem pemerintahan yang segenap rakyat turut serta memerintah dengan
perantaraan wakilnya. Makna lainnya adalah gagasan atau pandangan hidup yang
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua
warga negara. Namun tentu saja Demokrasi akan menjadi sesuatu yang sulit
diwujudkanmanakalapenyelenggara kurang tekun dalam melaksanakan hal tersebut
yang terkadang menimbulkan ketegangan dan pertentangan antara pelaku hukum dalam
hal ini pemerintah.
Lebih lanjut dijelaskan Abraham terdapat ciri Demokrasi
yakni pertama, adanya ruang politik (polical space), yang
memungkinkan rakyat untuk bisa berkembang secara wajar dan aman. Suatu politik
yang terbuka, mengandaikan adanya kebijakan publik yang mendukung dan adanya
penerimaan atas prinsip-prinsip pluralisme. Ruang politik yang bebas dan aman,
tidak selalu bermakna legal-formal, melainkan harus nyata (sosiologis). Kedua,
berkembangnya proses partisipasi rakyat yang murni dan progresif. Maksudnya
adalah suatu kondisi dimana rakyat, menjadi aktor utama dalam proses politik,
dan bukan sekedar penyumbang suara dalam pemilu. Partisipasi yang paling tinggi
adalah ketika rakyat ikut mengambil keputusan politik yang penting (hak
inisiatif), dan tidak sekedar menjadi tenaga-tenaga dari proyek-proyek
pemerintahan. Ketiga, pemerintah adalah pihak mayoritas, dengan tidak
mengabaikan pihak minoritas. Memberi tempat dan kesempatan pada mayoritas,
bermakna penghormatan atas suara rakyat.
Menurut para ahli, diantaranya Joseph A. Schmeter
mengungkapkan bahwa Demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional
untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan
untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. Selain itu,
Sidnet Hook berpendapat bahwa Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di
mana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak
langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari
rakyat dewasa.
Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan bahwa, Demokrasi
adalah suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas
tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak
secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka
yang telah terpilih.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli, diperoleh kesimpulan
bahwa hakikat Demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara
serta pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan
rakyat, baik dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan.
Demokrasi sendiri menurut Hans Kelsen berarti bahwa
“kehendak” yang dinyatakan dalam tatanan hukum negara identik dengan kehendak
dari para subyek hukum. Demokrasi langsung adalah Demokrasi
dengan derajat relatif paling tinggi dan ditandai oleh fakta bahwa pembuatan
undang-undang dan juga fungsi eksekutif dan yudikatif yang utama dilaksanakan
oleh rakyat di dalam pertemuan akbar atau rapat umum, sehingga Demokrasi
ini pula dapat dikata merupakan bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan
negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas
negara yang dijalankan pemerintah negara tersebut.
William Andrews mengatakan,
negara Demokrasi modern berdiri berdiri di atas basis kesepakatan umum
mayoritas rakyat tentang bangunan negara yang di idealkan. Organisasi negara
diperlukan agar kepentingan mereka dapat dilindungi atau dipromosikan melalui
pembentukan dan penggunaan mekanisme negara.
Bentuk Demokrasi modern dewasa ini, sistem kekuasaan
dalam kehidupan bersama biasa dibedakan dalam tiga wilayah atau dominan, yaitu
negara (state), pasar (Market), dan masyarakat (civil society).
Ketiga domain kekuasaan tersebut memiliki logika dan hukumnya sendiri-sendiri.
ketiganya harus berjalan seiring dan sejalan, sama-sama kuat dan sama-sama
mengendalikan satu sama lain, tetapi tidak boleh saling mencampuri atau
dicampuradukan.
Jika kekuasaan negara terlalu dominan, Demokrasi tidak
akan tumbuh karena selalu didikte dan dikendalikan oleh negara dimana yang berkembang
adalah otoritarianisme. Jika kekuasaan pasar terlalu kuat, melampaui kekuatan “civil
society“ dan negara, berarti kekuatan modal (kapital) dan kaum kapitalis
yang menentukan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Demikian pula jika
kekuasaan yang dominan adalah “civil society“ sedangkan negara dan pasar
lemah, maka yang akan terjadi adalah situasi “goverment-less”, tanpa
arah yang jelas.