Desa Dalam Ragam Peraturan Perundang-Undangan
Wednesday, 30 November 2016
SUDUT HUKUM | Pembangunan desa sesungguhnya
diletakan di dalam ruang demokratis. Secara historis juga stimulus
demokrasi desa, menjadi cikal bakal demokrasi Indonesia itu sendiri. Demokrasi
desa menjadi sebuah produk asli bangsa Indonesia, bukan produk demokrasi
barat. Demokrasi barat justru seringkali yang merusak tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Ada nilai kebersamaan dalam demokrasi asli nusantara,
dibandingkan demokrasi barat yang berlandaskan pada individualisme. Rasa
kebersamaan yang lahir diantara rakyat inilah yang kemudian melahirkan juga gotong
royong dan musyawarah. Lebih dari pada sekedar mufakat dan gotong
royong, Muhammad Hatta menambahkan dua anasirdari tradisi demokrasi nusantara.
Hak untuk mengadakan protes
bersama terhadap peraturan-peraturan raja
yang dirasakan tidak adil, dan hak rakyat untuk menyingkir dari daerah kekuasaan
raja apabila ia merasa tidak senang. Sejalan dengan Ide Muhammad Hatta, Bung
Karno membicarakan demokrasi Indonesia bukan demokrasi teknis seperti
demokrasi barat. Demokrasi kita adalah demokrasi yang disebutkan dalam sila ke-4
yang membawa corak kepribadian bangsa sendiri. Core (inti) dari
demokrasi ini pada hakikatnya untuk mewujudkan kesejahteraan. Oleh karena itu
demokrasi nusantara dalam rasa demokrasi desa, tidak lagi dapat dipandang dalam
alam pikir sempit.
Demokrasi desa sebagai landasan
prinsipil penataan desa, harus ditempatkan dalam ruang yang luas. Desa tidak hanya
dipandang sebagai sebuah entitas berdasarkan wujud fisiknya
sebagai wilayah administratif terkecil. Berangkat dari hal tersebut desa diperhatikan
pula penataan sebagai entitas bertenaga sosial, politik, ekonomi, dan budaya.
Penataan desa di Indonesia di dalamnya juga tersimpan kompleksitas dan
keanekaragaman. pengaruh sejarah, georgrafis, persilangan budaya, dan
moderenisasi menghasilkan format dan bentuk desa.
Dalam perkembangannya secara
empirik, setidaknya ada 3 (tiga) jenis bentuk desa:
- desa adat, desa yang benar-benar membawa cita-cita otonomi asli desa. pemerintahan desa benar-benar tidak ikut menjalankan tugas yang diberikan oleh pemerintah pusat ataupun daerah. desa hanya memperhatikan urusan rumah tangganya sendiri serta kesejahteraan rakyatnya.
- desa administratif, desa yang menjadi perpanjangan tangan dari pemerintah. Secara esensial desa ini dibangun atas beban tugas administratif yang diberikan pemerintah. Seringkali dikenal sebagai kelurahan yang biasanya terletak di wilayah perkotaan.
- desa otonom atau dikenal dengan desa praja ketika orde lama. Desa ini merupakan konsepsi desa yang benar-benar dibangun di atas desentralisasi. Desa diberikan hak pengelolaan penuh atas pemerintahnnya, bahkan dibentuk juga mekanisme check and balance dalam wujud pemerintahan desa, legislatif dan kewenangan pembuatan peraturan desa.
Iman
Sudiyat sedikit berbeda membagi jenis desa menjadi 3 (tiga) Konsep lain di
luar yang disebutkan di atas. Jenis tersebut antara lain:
- Desa bersentralisasi
Di dalam organisasi desa
sederhana, wilayah desa itu tidak terbagi-bagi, sehingga segala kepentingan rumah
tangga seluruh wilayahnya diselenggarakan oleh suatu badan
tataurusan yang berwibawa diseluruh wilayahnya.
- Desa berdesentralisasi
Desa yang lebih luas wilayahnya,
terbagi atas beberapa wilayah kecil, yang masing-masing dalam batas-batas
kemandirian (otonomi) tertentu mengurus kepentingan rumah tangganya
sendiri.
- Serikat desa-desa
Beberapa desa yang letaknya
berbatasan, mungkin mengadakan persetujuan bersama untuk menggabungkan
beberapa jenis kepentingan bersama seperti: kepentingan pengairan, lalu
lintas, pendidikan pengajaran, keamanan dan lain-lain.