Pengertian Asas Praduga tidak Bersalah
Monday, 28 November 2016
SUDUT HUKUM | Undang-Undang Dasar Tahun 1945
tidak mencantumkan secara tegas dalam satu pasal tertentu mengenai asas
praduga tak bersalah. Asas ini dapat ditemukan dalam perundang-undangan
pelaksanaannya, yaitu dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 yang diganti dengan
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan diganti lagi
dengan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang No. 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Bab III Keputusan Menteri
Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01.PW.07.03. Tahun 1982
tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Dalam Bab III Keputusan Menteri
Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01.PW.07.03 Tahun 1982 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang
isinya antara lain:
Sebagai seseorang yang belum dinyatakan bersalah maka ia mendapat hak-hak seperti: hak untuk segera mendapatkan pemeriksaan dalam fase penyidikan, hak segera mendapat pemeriksaan oleh pengadilan dan mendapat putusan yang seadil-adilnya, hak untuk diberitahu apa yang disangkakan kepadanya dengan bahasa yang dimengerti olehnya, hak untuk menyiapkan pembelaannya, hak untuk mendapat juru bahasa, hak untuk mendapatkan bantuan hukum dan hak untuk mendapatkan kunjungan keluarganya.
Secara garis besar hukum pidana
mencangkup hal-hal yang meliputiadanya asas legalitas yang mana tidak ada
suatu perbuatan dapat dipidanakecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan
Perundang-Undanganyang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1
ayat (1) KUHP),sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam
Perundang-undangansehingga yang dipakai selanjutnya adalah aturan yang paling
ringansanksinya bagi terdakwa (Pasal 1ayat (2) KUHP)dan Asas Tiada PidanaTanpa
Kesalahan, untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telahmelakukan tindak
pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahanpada diri orang
tersebut.
Menurut Oemar Senoadji, praduga
tak bersalah umumnya menampikkan diri pada masalah burden of proof, beban
pembuktian. Menjadi kewajiban penuntut umum untuk membuktikan kesalahan
terdakwa, kecuali pembuktian insanity yang dibebankan kepada terdakwa
ataupun undang-undang memberikan ketentuan yang tegas pembuktian terbalik.
Asas pembuktian terbalik
mempunyai konsekuensi di mana beban pembuktian terletak pada pihak terdakwa.
Artinya, terdakwalah yang berkewajiban membuktikan dirinya tidak
bersalah.Sebagai konsekuensi dianutnya asas praduga tak bersalah adalah seorang
tersangka atau terdakwa yang dituduh melakukan suatu tindak pidana, tetap tidak
boleh diperlakukan sebagai orang yang bersalah meskipun kepadanya dapat
dikenakan penangkapan/penahanan menurut Undang-Undang yang berlaku. Jadi, semua
pihak termasuk penegak hukum harus tetap menjunjung tinggi hak asasi
tersangka/terdakwa.
Pengakuan terhadap asas praduga
tak bersalah dalam hukum acara pidana yang berlaku di negara kita
mengandung dua maksud. Pertama, ketentuan tersebut bertujuan untuk memberikan
perlindungan dan jaminan terhadap seorang manusia yang telah dituduh melakukan
suatu tindak pidana dalam proses pemeriksaan perkara supaya hak asasinya
tetap dihormati. Kedua, ketentuan tersebut memberikan pedoman kepada
petugas agar membatasi tindakannya dalam melakukan pemeriksaan terhadap
tersangka/terdakwa karena mereka adalah manusia yang tetap mempunyai
martabat sama dengan yang melakukan pemeriksaan.
Suatu keadaan tertentu harus
mengandung konsekuensi tertentu sesuaidengan tata kaedah hukum, yang berupa
rumusan “rule of law” yangmengandung pengakuan terhadap hak asasi manusia akan
berakibat atanya persamaan perlindungan dan hak setiap orang didalam hukum.20Mardjono
Reksodiputro berpendapat bahwa asas praduga tak bersalah adalah
asas utama proses hukum yang adil (due process of law), yang mencakup sekurang-kurangnya:
- perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang dari pejabat negara;
- bahwa pengadilanlah yang berhak menetukan salah tidaknya terdakwa;
- bahwa sidang pengadilan harus terbuka (tidak boleh bersifat rahasia), dan;
- bahwa tersangka dan terdakwa harus diberikan jaminan-jaminan untuk dapat membela diri sepenuhnya.
Yahya Harahap mengatakan bahwa
dengan dicantumkannya praduga tak bersalah dalam penjelasan KUHAP, dapat
disimpulkan, pembuat Undang-Undang telah menetapkannya sebagai asas hukum
yang melandasi KUHAP dan penegakkan hukum (law enforcement). Sebagai
konsekuensi dianutnya asas praduga tak bersalah adalah seseorang
tersangka atau terdakwa yang dituduh melakukan suatu tindak pidana, tetap tidak boleh
diperlakukan sebagai orang yang bersalah meskipun kepadanya dapat
dikenakan penangkapan/penahanan menurut undangundang yang berlaku. Jadi, semua
pihak termasuk penegak hukum harus tetap menjunjung tinggi hak asasi
tersangka/terdakwa.
asas praduga tak bersalah
mengandung pengertian bahwa walaupun seseorang diduga keras melakukan suatu
tindak pidana dalam pengertian cukup bukti, dan pada akhirnya dihukum, mereka
tetap harus dihargai hak asasinya. Dapat dibayangkan apabila selama
pemeriksaan, tersangka atau terdakwa diperlakukan secara tidak manusiawi, dan
setelah diadili ternyata terdakwa tersebut tidak bersalah.
Salah satu tindak pidana yang
sangat membutuhkan penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses
peradilannya adalah tindak pidana terorisme. Tersangka/terdakwa tindak pidana
terorisme merupakan pihak yang sangat rentan mengalami tindakan-tindakan yang
melanggar asas praduga tak bersalah dalam proses peradilannya. Apalagi
tindak pidana terorisme merupakan extra ordinary crime yang
membutuhkan penanganan khusus dibandingkan dengan tindak pidana lain, sehingga dikhawatirkan
terjadinya tindakan-tindakan yang melampauai batas kewenangan penegak hukum.