Sebab-sebab Status Anak atau Nasab
Tuesday, 15 November 2016
SUDUT HUKUM | Ada tiga hal yang menetapkan sahnya suatu keturunan menurut syari’at
Islam, yaitu:
- Hubungan suami-istri yang terjadi dalam perkawinan yang sah.
Perkawinan yang sah, maksudnya perkawinan yang sudah resmi, antara
seorang pria dengan seorang wanita. Jika dari hubungan itu istri hamil, kemudian
melahirkan anak, maka anak yang dilahirkan itu adalah anak yang sah, dengan arti bahwa bapak dan ibu dari anak itu
dapat diketahui dengan pasti sesuai dengan ketentuan-ketentauan agama.
- Pengakuan (ikrar)
Di dalam hal pengakuan ada dua macam pengakuan keturunan, yaitu:
- Pengakuan yang langsung seperti seorang bapak mengakui bahwa seseorang adalah anak laki-laki atau anak perempuannya
- Pengakuan yang tidak langsung seperti seorang mengakui bahwa seorang adalah cucunya.
- Pembuktian (bayyinah)
Keturunan dapat juga ditetapkan berdasarkan adanya bukti yang sah menurut agama Islam, yaitu saksi-saksi yang terdiri dari dua orang
lakilaki atau satu orang laki-laki dan dua orang wanita.
Zina merupakan perbuatan yang sangat keji yang membawa akibat buruk secara meluas baik terhadap pelaku zina itu sendiri,
keluarga, masyarakat bahkan sampai pada anak keturunan dan nasabnya, karena
itulah Allah melarang dengan larangan yang tegas, sekalipun hanya
mendekatinya.
Firman Allah dalam al-Isra ayat 32 yang berbunyi:
Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra: 32)
Dalam ayat ini Allah mencegah atau melarang hambanya mendekati
zina, baik secara fisik bersentuhan langsung, ataupun hal-hal lain yang dapat menyebabkan zina, maupun perbuatan yang mengandung kerawanan terjadinya zina. Namun dalam hal ini lebih ditekankan secara fisik
bersentuhan langsung. Salah
satu akibat dari perbuatan zina tersebut adalah lahirnya anak-anak zina yang menimbulkan permasalahan tersendiri dalam hukum Islam. Sebagaimana yang penulis kemukakan bahwa pengertian anak
zina adalah anak yang dilahirkan tanpa adanya perkawinan secara syara’.