Sistem Pengawasan Kehakiman
Sunday, 20 November 2016
SUDUT HUKUM | Kekuasaan kehakiman sebagai
instrumen utama dalam sistem berhukum bangsa, patutlah tercipta independensi
yang bebas dan merdeka (independency of judiciary). Hal ini harus
mendapat jaminan konstutisional yang kuat agar hakim bebas dari tekanan luar, bujukan,
gangguan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berkaitan
dengan tugas dan wewenang seorang hakim sebagai pencipta keadilan bagi
masyarakat.
Sebagai unsur yang menggerakkan
syaraf-syaraf keadilan hakim, independensi adalah juga paradigma, sikap,
etos dan etika sehingga keseluruhan totalitas fisik dan non fisik hakim sebagai wakil
Tuhan penegak keadilan di muka bumi memiliki legalitas moral, sosial
dan spiritual.
Agar independensi dapat diemban
dengan baik dan benar, hakim harus memiliki kendali pikiran yang bisa
memberikan arahan dalam berpikir dan bertindak dalam menjalankan aktifitas
kehakimannya, yaitu falsafah moral (moral philosophy). Faktor falsafah moral inilah yang
penting untuk menjaga agar kebebasan hakim sebagai penegak hukum benar-benar
dapat diterapkan sesuai dengan idealisme dan hakekat kebebasan tersebut.
Dalam pengertian lain, independensi peradilan harus juga diimbangi dengan
pertanggungjawaban peradilan (judicial accountability).
Demi menjaga kewenangan hakim di
muka pengadilan tanpa mengusik independensi hakim serta menjaga
perilaku dan martabat hakim, diberlakukan sistem pengawasan terhadap hakim.
Pengawasan Internal
Pengawasan Internal adalah
pengawasan dari dalam lingkungan peradilan sendiri, yang merupakan salah
satu fungsi pokok manajemen untuk menjaga dan mengendalikan agar
tugas-tugas yang harus dilaksanakan dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai
dengan rencana dan aturan yang berlaku.
Berdasarkan Surat Keputusan MA
tersebut, dinyatakan bahwa Pengawasan Internal dimaksudkan untuk:
- Untuk memperoleh informasi apakah penyelenggaran teknis peradilan, pengelolaan administrasi peradilan, dan pelaksanaan tugas umum telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
- Untuk memperoleh umpan balik bagi kebijaksanaan, perencanaan, dan pelaksanaan tugas-tugas peradilan
- Untuk mecegah terjadinya penyimpangan, mal administrasi, dan ketidakefisienan penyelenggaraan peradilan
- Untuk menilai kinerja.
Sebagaimana disebutkan dalam
Surat Keputusan Ketua MA RI No. : KMA/ 080 / SK / VIII / 2006, pada
dasarnya Pengawasan Internal itu ada 2 (dua) jenis, yaitu Pengawasan Melekat
dan Pengawasan Fungsional.
1. Pengawasan Melekat
Pengawasan Melekat adalah
serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus,
dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya secara preventif dan
represif, agar pelaksanaan tugas bawahannya tersebut berjalan
secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pada Pengadilan Tingkat Pertama yang berwenang
dan bertanggungjawab dalam melaksanakan fungsi Pengawasan
Melekat adalah:
- Pimpinan Pengadilan Tingkat Pertama
- Seluruh Pejabat Kepaniteraan
- Seluruh Pejabat Struktural.
2. Pengawasan Fungsional
Pengawasan Fungsional adalah
pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan yang khusus ditunjuk
untuk melaksanakan tugas tersebut dalam satuan kerja tersendiri yang
diperuntukkan untuk itu. Dilingkungan peradilan, pengawasan fungsioanal ini
dilaksanakan oleh Badan Pengawasan MA RI.
Pengawasan Eksternal
KY adalah lembaga pengawas
eksternal terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman oleh badan peradilan
dan hakim. Menurut A. Ahsin Thohari, argumen utama bagi terwujudnya (raison d’atre) KY di dalam suatu Negara hukum, adalah:
- KY dibentuk agar dapat melakukan monitoring yang intensif terhadap kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat dalam spektrum yang seluas-luasnya dan bukan hanya monitoring secara internal
- KY menjadi perantara (mediator) atau penghubung antara kekuasaan pemerintah (executive power) dan kekuasaan kehakiman (judicial power) yang tujuan utamanya adalah untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman dari pengaruh kekuasaan apapun juga khususnya kekuasaan pemerintah
- Dengan adanya Komisi Yuidisial, tingkat efisiensi dan efektivitas kekuasaan kehakiman (judicial power) akan semakin tinggi dalam banyak hal, baik yang menyangkut rekrutmen dan monitoring hakim agung maupun pengelolaan keuangan kekuasaan kehakiman.
- Terjaganya konsistensi putusan lembaga peradilan, karena setiap putusan memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga khusus (KY)
- Dengan adanya KY, kemandirian kekuasaan kehakiman (judicial power) dapat terus terjaga, karena politisasi terhadap perekrutan hakim agung dapat diminimalisasi dengan adanya KY yang bukan merupakan lembaga politik, sehingga diasumsikan tidak mempunyai kepentingan politik.
Pengaturan kehadiran KY sebagai
lembaga pengawasan eksternal perilaku hakim ditegaskan dalam pasal 34
ayat (3) UUKK 2004 yang sekaligus mengamanatkan kembali untuk
membuat undang-undang khusus dalam menjalankan wewenang tersebut.
Artinya, menggunakan teori pembentukan peraturan perundang-undangan
sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 10 tahun 2004, kehadiran
undang-undang KY yang bersifat lex spesialis dalam pengawsan
hakim menjadi logis dan cukup mempunyai pijakan yuridis. Dan UUKY sebagai
lex spesialis pengawasan perilaku hakim secara expressis menyebutkan
bahwa KY mempunyai wewenang menegakkan kehormatan dan
keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim dengan cara melakukan pengawasan.