Tata Urutan Atau Hirarki Peraturan Perundang-Undangan
Friday, 4 November 2016
SUDUT HUKUM | Pengaturan
tentang tata urutan perundang-undangan dulunya diatur dalam Tap MPRS No. XX
Tahun 1966 dimana bentuk-bentuk Peraturan Perundangan Republik Indonesia
terdiri dari:
- UUD RI 1945
- Ketetapan MPR
- Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
- Peraturan Pemerintah
- Keputusan Presiden dan
- Peraturan-peraturanPelaksanaan lainnya seperti:
- Peraturan Menteri;
- Instruksi Menteri;
- dan lain-lainnya.
Diubah ke dalam Tap MPR No. III Tahun 2000 yang memuat tata
urutan Perundang-undangan sebagai berikut:
- Undang-Undang Dasar 1945
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI
- Undang-Undang
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
- Peraturan Pemerintah
- Keputusan Presiden

Tap MPR No. III Tahun 2000 itu pun mengalami perubahan
menjadi UU Nomor 10 Tahun 2004 yang bentuk dan susunannya terdiri dari:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
- Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
- Peraturan Pemerintah
- Keputusan Presiden
- Peraturan Daerah Provinsi
Saat ini hierarki perundang-undangan yang berlaku adalah UU
Nomor 12 tahun 2011Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Republik
Indonesia, yang tata urutannya adalah:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
- Undang-Undang /Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
- Peraturan Pemerintah
- Keputusan Presiden
- Peraturan Daerah Provinsi
- Peraturan Daerah Kabupaten / Kota
Baca Juga
Teori yang paling banyak mendapat perhatian dalam membahas
mengenai hirarki perundang-undangan adalah teori Hans Kelsen. Teori tersebut
kemudian dikembangkan oleh murid Hans Kelsen, yaitu Hans Nawiasky. Melalui
teori tersebut dapat memudahkan dalam memahami hirarki struktur hukum di
Indonesia dari aspek hukum Indonesia. Hirarki maksudnya peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
Teori stufenbau des recht atau the hierarchy of
norms yang dikemukakan Hans Kalsen dapat dimaknai sebagai beriikut:
- Peraturan perundang-udangan yang lebih rendah harus bersumber atau memiliki dasar hukum atau validasi dari suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
- Isi atau materi muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh minyimpangi atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Terkait dengan subtansi norma dasar, Hans Kalsen membedakan
dua jenis norma atau sistem norma. Keduanya adalah sistem norma statis (the
static system of norm) dan sistem norma dinamis (the dinamic system of
norm). Sistem norma statis adalah sistem yang melihat suatu norma dari segi
isi atau materi muatan norma itu sendiri. Isinya menunjukan kualitas yang
terbukti secara langsung menjamin validitasnya. Sedangkan, sistem norma dinamis
adalah sistem yang melihat suatu norma yang pembentukannya sesuai dengan
prosedur oleh yang ditentukan konstitusi. Dengan perkataan lain norma dalam
perspektif sistem norma dinamis adalah norma yang dilahirkan oleh pihak yang
berwenang untuk membentuk norma tersebut yang tentu saja bersumber dari norma
yang lebih tinggi.
Teori Nawisaky disebut dengan theorie von stufenufbau der
rechtsordnung. Susunan norma menurut teori tersebut adalah:
- Norma fundamental negara
- Aturan dasar negara
- Undang-undang formal. dan
- Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom.
Staatsfundamentalnorm adalah
norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau Undang-Undang Dasar
(staatsverfassung) dari suatu negara. Posisi hukum dari suatu Staatsfundamentalnorm
adalah sebagai syarat bagi berlakunya suatu konstitusi. Staatsfundamentalnorm
ada terlebih dahulu dari konstitusi suatu negara.
Menurut Nawiasky, norma tertinggi yang oleh Kelsen disebut
sebagai norma dasar (basic norm) dalam suatu negara sebaiknya tidak
disebut sebagai staatsgrundnorm melainkan Staatsfundamentalnorm,
atau norma fundamental negara. Teori Nawiasky tersebutdapat dibandingkan dengan
teori Kelsen dan menerapkannya pada struktur tata hukum di Indonesia. Melalui
perbandingan antara kedua teori tersebut menunjukkan bahwa struktur hierarki
tata hukum Indonesia dengan menggunakan teori Nawiasky adalah:
- Staatsfundamentalnorm: Pancasila (Pembukaan UUD 1945).
- Staatsgrundgesetz: Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan.
- Formell gesetz: Undang-Undang.
- Verordnung en Autonome Satzung: Secara hierarkis mulai dari Peraturan Pemerintah hingga Keputusan Gubernur, Bupati atau Walikota.
Pancasila dilihatnya sebagai cita hukum (rechtsidee) merupakan
pengemudi. Hal ini mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk mencapai
ide-ide yang tercantum dalam Pancasila, serta dapat digunakan untuk menguji
hukum positif. Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm maka
pembentukan hukum, penerapan, dan pelaksanaanya tidak dapat dilepaskan dari apa
yang tercantum dalam Pancasila.Namun, dengan penempatan Pancasila sebagai Staats-fundamentalnorm
berarti menempatkannya di atas Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Jika demikian, Pancasila tidak termasuk dalam pengertian
konstitusi, karena berada di atas konstitusi.