Hukum MLM (Multi Level Marketing)
Friday, 16 December 2016
SUDUT HUKUM | Pada
dasarnya jual beli hukumnya halal kecuali ada system syar’i yang melarang
berkenaan cara transaksinya atau barang yang dijualnya. Multi Level Marketing
yang dikenal dengan istilah MLM merupakan suatu cara penjualan produk yang
dilakukan secara berjenjang. System ini tanpa melibatkan pedagang besar tetapi
langsung ke konsumen.
MLM
sistemnya mengharuskan setiap anggotanya yang baru membayar sejumlah uang pada
perusahaan dengan iming-iming bonus. Setelah itu anggota baru tersebut
diharuskan mencari anggota baru lagi dan membayar beberapa uang yang nantinya
keuntungan untuk kita. Begitu seterusnya, semakin banyak anggota kita semakin
banyak keuntungan yang kita dapat dari bonus yang dijanjikan.
Hal-hal
yang mengakibatkan MLM terlarang diantaranya:
- Marketing plan, tidak adanya 83ystem skema piramida. Maksudnya ada 83ystem distributor yang lebih dahulu bergabung akan selalu diuntungkan dengan mengurangi hak distributor di bawahnya, sehingga merugikan downlinenya.
- Produk, produk yang dijual bukan merupakan barang yang diharamkan dan ada kejelasan pertukaran barang bila ada cacat.
- Investasi Berlebihan, seperti contoh perusahaan menekankan target penghimpunan dana dan menganggap bahwa produk tidak penting hanya sebagai kedok. Apalagi modal awal pendaftaran yang cukup besar, hal ini dicurigai sebagai salah satu bentuk money game atau arisan berantai yang menyerupai judi.
- Analisis kinerja, bila bekerja sebagai distributor MLM tersebut akan dijanjikan kaya mendadak tanpa kerja.
Dewan Syari’ah
Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa yang dapat dijadikan acuan tentang
persyaratam MLM sesuai syari’at:
- Ada objek transaksi nyata (barang atau jasa)
- Barang yang diperdagangkan bukan barang yang haram
- Transaksi dalam perdagangan tidak mengandung system gharar, maisyir, riba, dharar, dzulm, dan maksiat.
- Bonus yang diberikan perusahaan harus jelas jumlahnya, saat transaksi anggota harus jelas jumlahnya saat transaksi sesuai target penjualan barang atau produk jasa yang ditetapkan oleh perusahaan.
- Tidak ada kenaikan biaya yang berlebihan (excessive mrk-up) sehingga, merugikan konsumen karena biaya yang dibayar tidak sepadan dengan barang yang dibeli.
- Komisi yang deberikan perusahaan kepada anggota harus sesuai/berdasarkan prestasi kerja dengan system mitra usaha.
- Tidak boleh ada komisi bonus secara pasif yang diperoleh secara regular tanpa melakukan pembinaan atau penjualan barang dan jasa.
- Tidak ada eksploitasi dan ketidak adilan dalam pembagian bonus antara anggota. (e-book Fatwa MUI)