Korelasi Iman, Islam, dan Ihsan
Monday, 26 December 2016
SUDUT HUKUM | Iman yang
merupakan landasan awal, bila diumpamakan sebagai
pondasi dalam keberadaan suatu rumah, sedangkan islam
merupakan entitas yang berdiri di atasnya. Apabila iman
seseorang lemah, maka islamnya pun akan condong, mungkin akan
rubuh. Dalam realitanya mungkin pelaksanaan shalat akan
tersendat-sendat, sehingga tidak dilakukan pada waktunya,
atau malah mungkin tidak terdirikan, zakat tidak tersalurkan,
puasa tak terlaksana, dan lain sebagainya. Begitu juga iman
akan kokoh bila Islam seseorang ditegakkan.
Karena iman
terkadang bisa menjadi tebal, kadang pula menjadi
tipis, karena amal perbuatan yang mempengaruhi hati. Sedang
hati sendiri merupakan wadah bagi iman itu. Jadi, bila
seseorang tekun beribadah, rajin taqarrub, maka akan semakin
tebal imannya, sebaliknya bila seseorang berlarut-larut
dalam kemaksiatan, berlumur dosa, maka akan berdampak
juga pada tipisnya iman.
Dalam hal
ini, Sahabat Ali ra. pernah berkata, yang artinya: “Sesungguhnya
iman itu terlihat seperti sinar yang putih,
apabila seorang hamba melakukan kebaikan, maka sinar
tersebut akan tumbuh dan bertambah sehingga hati (berwarna)
putih. Sedangkan kemunafikan terlihat seperti titik hitam,
maka bila seorang melakukan perkara yang diharamkan,
maka titik hitam itu akan tumbuh dan bertambah hingga
hitamlah (warna) hati”.
Adapun ihsan,
bisa diumpamakan seperti hiasan rumah, rumah
tersebut bisa terlihat mewah, terlihat indah, dan megah, sehingga
menarik perhatian banyak orang. Sama halnya dalam ibadah,
bagaimana ibadah ini bisa mendapatkan perhatian dari sang
kholiq, sehingga dapat diterima olehnya. Tidak hanya asal
menjalankan perintah dan menjauhi larangannya saja,
melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai
plus dihadapan-Nya. Sebagaimana yang telah disebutkan di
atas kedudukan kita hanyalah sebagai hamba, budak dari
tuhan, sebisa mungkin kita bekerja, menjalankan perintah-Nya
untuk mendapatkan perhatian dan ridlanya. Di sinilah hakikat dari ihsan.