Penegakan Hukum Tindak Pidana Pemilu
Thursday, 8 December 2016
SUDUT HUKUM | Acuan penyelenggaraan Pemilu yang
demokratis dapat merujuk pada standar minimal penyelenggaraan Pemilu
yang ditetapkan oleh International Institute for Democracy and
Electoral Assistance (IDEA),
yang terdiri dari:
- Penyusunan kerangka hukum Pemilu;
- Pemilihan sistem Pemilu;
- Penetapan daerah pemilihan;
- Hak untuk memilih dan dipilih;
- Badan penyelenggara Pemilu;
- Pendaftaran pemilih dan daftar pemilih;
- Akses kertas suara bagi partai politik dan kandidat;
- Kampanye Pemilu yang demokratis;
- Akses media dan kebebasan berekspresi;
- Pembiayaan dan pengeluaran;
- Pemungutan suara;
- Penghitungan dan rekapitulasi suara;
- Peranan wakil partai dan kandidat;
- Pemantau Pemilu;
- Kepatuhan terhadap hukum dan penegakkan Peraturan Pemilu.
Penegakan hukum merupakan faktor
pencegahan terhadap kecurangan dan bertujuan untuk melindungi
integritas Pemilu. Secara
teoritis, Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya
untuk tegaknya atau berfungsinya normanorma hukum secara nyata sebagai
pedoman perilaku dalam lalu-lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Menurut Jimly Asshiddiqie, penegakkan
hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk
melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap
setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek
hukum. Bahkan, dalam pengertian yang lebih luas lagi, kegiatan penegakkan
hukum mencakup pula segala aktivitas yang dimaksudkan agar hukum sebagai
perangkat kaedah normatif yang mengatur dan mengikat para subjek hukum dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara benar-benar ditaati dan
sungguh-sungguh dijalankan sebagaimana mestinya. Dalam arti sempit,
penegakkan hukum itu menyangkut kegiatan penindakan terhadap setiap
pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya,
yang lebih sempit lagi melalui proses peradilan pidana yang melibatkan peran
Aparat Kepolisian, Kejaksaan, Advokat atau Pengacara, dan Badan-Badan
Peradilan.
Tindak Pidana Pemilu harus
diproses melalui Sistem Peradilan Pidana. Sistem peradilan pidana yang digariskan
oleh KUHAP merupakan sistem terpadu (Integrated Criminal Justice
System). Sistem
terpadu tersebut diletakkan di atas landasan prinsip diferensiasi
fungsional di antara aparat penegak hukum sesuai dengan tahap proses kewenangan
yang diberikan undang-undang kepada masing-masing.
Berdasarkan kerangka landasan
yang dimaksud aktivitas pelaksanaan criminal justice
system,
merupakan fungsi gabungan (collection of function) dari:
- Legislator
- Polisi
- Jaksa
- Pengadilan
- Penjara, serta badan peradilan yang berkaitan baik yang ada di lingkungan pemerintahan atau di luarnya.
Tujuan pokok “gabungan fungsi”
dalam kerangka criminal justice system adalah untuk menegakkan, melaksanakan
(menjalankan), dan memutuskan hukumpidana. Dengan demikian, kegiatan sistem
peradilan pidana didukung dan dilaksanakan empat fungsi utama, yaitu:
- Fungsi pembuatan Undang-Undang (Law Making Function). Fungsi ini dilaksanakan oleh DPR dan Pemerintah atau badan lain berdasardelegated legislation.
- Fungsi Penegakkan Hukum (Law Enforcement Function). Tujuanobjektif fungsi ini ditinjau dari pendekatan tata tertib sosial (socialorder):
- Penegakkan hukum secara actual (the actual enforcement law) meliputi tindakan: (a) Penyelidikan-penyidikan (investigation) (b) Penangkapan (arrest) penahanan (detention) (c) Persidangan Pengadilan (Trial), dan (d) Pemidanaan (punishment) pemenjaraan guna memperbaiki tingkah laku individu terpidana (correcting the behavior of individual offender)
- Efek preventif (preventive effect). Fungsi penegakkan hukum diharapkan mencegah orang (anggota masyarakat) melakukan tindak pidana. Bahkan, kehadiran dan eksistensi polisi di tengah-tengah kehidupan masyarakat dimaksudkan sebagai upaya prevensi. Jadi, kehadiran dan keberadaan polisi dianggap mengandung preventive effect yang memiliki daya cegah (detterent effort) anggota masyarakat melakukan tindak kriminal.
- Fungsi Pemeriksaan Persidangan Pengadilan (Function of Adjudication). Fungsi ini merupakan subfungsi dari kerangka penegakkan hukum yang dilaksanakan oleh Jaksa PU dan Hakim serta pejabat pengadilan yang terkait. Melalui fungsi inilah ditentukan:
- Kesalahan terdakwa (The Determination Of Guilty)
- Penjatuhan hukuman (The Imposition Of Punishment)
- Fungsi memperbaiki terpidana (the function of correction)
Fungsi ini meliputi aktifitas
lembaga pemasyarakatan, pelayanan sosial terkait, dan lembaga kesehatan
mental. Tujuan umum semua lembagalembaga yang berhubungan dengan
penghukuman dan pemenjaraan terpidana untuk merehabilitasi
pelaku pidana (To Rehabiliate The Offender) agar dapat
kembali menjalani kehidupan normal dan produktif (Return To A Normal And
Productive Life).
Penegakkan hukum Pemilu pada
dasarnya merupakan mekanisme untuk menjaga hak pilih rakyat. Tujuannya
memastikan bahwa hak atas proses konversi suara yang adil dan tidak terlanggar
dengan maraknya kecurangan dan tindakan manipulatif oleh peserta Pemilu.
Jauh lebih penting, bagaimana mekanisme hukum Pemilu mampu mengembalikan
suara rakyat yang telah terkonversi kepada yang berhak sesuai dengan
kehendak rakyat yang sesungguhnya. Perolehan suara dan keterpilihan calon tertentu,
dapat dianulir oleh mekanisme hukum Pemilu, jika terbukti bahwa suara itu
diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan menurut hukum. Seperti dikutip
berikut ini:
Salah satu dari standar untuk adanya Pemilu demokratis adalah “kepatuhan dan penegakkan hukum Pemilu.19Standar ini menjadi penting dicatat karena kerangka hukum harus menyediakan mekanisme efektif dan baik bagi kepatuhan hukum dan penegak hak-hak Pemilu, memberikan hukuman bagi pelaku-pelaku Tindak Pidana Pemilu.Kerangka hukum Pemilu harus diatur sedetil mungkin untuk melindungi hak-hak sipil.”
Penegakkan hukum Pemilu, dapat
ditempuh melalui 2 cara, yaitu Civil Process dan Crime Process. Civil Process merupakan
mekanisme koreksi terhadap hasil Pemilu, yang diajukan oleh
peserta Pemilu kepada lembaga peradilan yang berwenang.Mekanisme ini banyak
ditempuh oleh peserta Pemilu karena prosesnya yang cepat.Civil Process cenderung
lebih menarik dan membuka peluang yang besar untuk tercapainya tujuan
penegakkan hukum Pemilu, karena dapat menganulir keputusan hasil
Pemilu.Beberapa Negara menggunakan mekanisme ini sebagai bentuk penyelesaian
hasil Pemilu.Negara yang menggunakan mekanisme penyelesaian ini,
misalnya, Filipina dan Indonesia.
Perselisihan hasil di Filipina hanya berlaku untuk
Pemilu Presiden.Mekanisme penyelesaian sengketa dimaksud dilakukan
melalui pengadilan tinggi. Berbeda dengan Filipina, Indonesia justru menggunakan
mekanisme ini untuk menyelesaian perselisihan hasil Pemilu, baik Pemilu
legislatif, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan tentunya Pemilu Kepala Daerah.
Perbedaannya, mekanisme penyelesaian perselisihan hasil Pemilu di
Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
Bentuk kedua mekanisme penegakkan
hukum adalah Crime Process, yaitu proses penyelesaian permasalahan hukum
Pemilu. Mekanime Crime
Process seperti yang dikenal dengan penyelesaian
pelanggaran atau sengketa Pemilu melalui mekanisme hukum yang berlaku,
baik pidana, administrasi maupun kodeetik, sesuai dengan hukum acara yang
berlaku. Crime Process cenderung lebih lambat,karena harus mengikuti
mekanisme hukum yang berlaku secara bertingkatsebagai mana ditentukan
oleh Peraturan Pemilu.
Penegakkan hukum (Law
Enforcement) yang dapat dilakukan dengan baik dan efektif merupakan salah satu
tolak ukur keberhasilan suatu Negara dalam upaya mengangkat harkat dan martabat
bangsanya di bidang hukum terutama dalam memberikan perlindungan hukum
terhadap warganya. Hal ini berarti pula adanya jaminan kepastian hukum bagi
rakyat sehingga rakyat merasa aman dan terlindungi hak-haknya dalam
menjalani kehidupannya.
Sebaliknya, penegakkan hukum yang
tidak berjalan sebagaimana mestinya merupakan indikator bahwa negara
yang bersangkutan belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan hukum
kepada warganya. Dengan demikian, jika penegakkan hukum tindak pidana
Pemilu tidak dilaksanakan dengan baik dan efektif, tidak ada kepastian
hukum bagi warga negara yang memiliki hak pilih sehingga membuat warga negara yang memiliki hak
pilih merasa tidak aman.