Pengertian Pelaku dan Residivis
Sunday, 11 December 2016
SUDUT HUKUM | Ketentuan Pasal 55 Ayat (1)
KUHP dapat dirumuskan yang dimaksud dengan pelaku ialah “mereka yang melakukan,
yang menyuruh lakukan dan turut serta melakukan perbuatan, dan mereka yang
menganjurkan orang lain melakukan perbuatan”. Dapat disimpulkan bahwa pelaku
adalah setiap orang yang memenuhi semua unsur yang terdapat dalam perumusan
tindak pidana.
Dalam istilah hukum positif
Pengertian pengulangan tindak pidana (residivis) adalah dikerjakannya suatu
tindak pidana oleh seseorang sesudah ia melakukan tindak pidana lain yang telah
mendapat keputusan akhir.4 Artinya, pemberatan pidana
terhadap residivis dapat berlaku apabila ia telah mendapatkan keputusan hukum
yang tetap atas perbuatan yang sama.
Adapun sebab-sebab terjadinya
pemberatan pidana adalah sebagai berikut:
- Pelakunya adalah orang yang sama.
- Terulangnya tindak pidana dan untuk tindak pidana terdahulu telah dijatuhi pidana oleh suatu keputusan hakim
- Si pelaku sudah pernah menjalani hukuman atau hukuman penjara yang dijatuhkan terhadapnya.
- Pengulangan terjadi dalam waktu tertentu.
Pengertian sehari-hari bahwa
seorang residivis adalah seorang yang telah melakukan beberapa kali kejahatan
karena melakukan berbagai kejahatan. Menurut Satochid Kartanegara residive
adalah apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, yang merupakan beberapa
delik yang berdiri sendiri, akan tetapi atas salah satu atau lebih perbuatan
pidana tersebut telah dijatuhi hukuman.
Ada 2 (dua) arti residivis
yaitu menurut masyarakat (sosial), dan dalam arti hukum pidana.
Menurut arti yang pertama,
masyarakat menganggap bahwa setiap orang yang setelah dipidana, menjalaninya
yang kemudian melakukan tindak pidana lagi, disini ada pengulangan, tanpa
memperhatikan syarat-syarat lainnya.
Tetapi residivis dalam arti
hukum pidana, yang merupakan dasar pemberat pidana ini, tidaklah cukup hanya
melihat berulangnya melakukan tindak pidana, tetapi dikaitkan pada
syarat-syarat tertentu yang ditetapkan undang-undang. Pada 21 umumnya
masyarakat tidak mengetahui bahwa residive tersebut masih dapat digolongkan
dalam beberapa bagian. Oleh karenanya apabila suatu tindak pidana dilakukan
oleh seseorang dan tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana pengulangan.
Pada dasarnya residive tersebut
digolongkan kedalam 2 bagian, yaitu:
- Residive umum (generale residive);
apabila seseorang melakukan
kejahatan, terhadap kejahatan yang mana telah dijatuhi hukuman, maka apabila ia
kemudian melakukan kejahatan lagi yang dapat merupakan bentuk kejahatan apapun,
ini dapat dipergunakan sebagai alasan untuk memperberat hukuman.
- Residive khusus (special residive).
apabila seseorang melakukan
kejahatan, dan terhadap kejahatan itu telah dijatuhi hukuman oleh hakim,
kemudian ia melakukan kejahatan lagi yang sama (sejenis) dengan kejahatan yang
pertama, maka persamaan kejahatan yang dilakukan kemudian merupakan dasar untuk
memperberat hukuman.
Mengingat pentingnya tujuan
pidana sebagai pedoman dalam pemberian atau menjatuhkan pidana dimuat dalam
konsep Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), di samping itu juga adanya
perkembangan pemikiran mengenai teori pemidanaan mengakibatkan tujuan
pemidanaan yang ideal. Dalam perkembangannya, pengulangan tindak pidana dapat
dibagi menjadi beberapa golongan.
Dari
sudut ilmu pengetahuan hukum pidana, pengulangan tindak pidana dibedakan atas 3
jenis, yaitu:
- Pengulangan tindak pidana yang dibedakan berdasarkan cakupannya antara lain: Pengertian yang lebih luas yaitu bila meliputi orang-orang yang melakukan suatu rangkaian tanpa yang diseiringi suatu penjatuhan pidana/ condemnation. Pengertian yang lebih sempit yaitu bila si pelaku telah melakukan kejahatan yang sejenis (homolugus recidivism) artinya ia menjalani suatu pidana tertentu dan ia mengulangi perbuatan sejenis tadi dalam batas waktu tertentu misalnya 5 (lima) tahun terhitung sejak terpidana menjalani sama sekali atau sebagian dari hukuman yang telah dijatuhkan.
- Pengulangan tidak pidana yang dibedakan berdasarkan sifatnya antara lain: Accidentale recidive yaitu apabila pengulangan tindak pidana yang dilakukan merupakan akibat dari keadaan yang memaksa dan menjepitnya. Habituele recidive yaitu pengulangan tindak pidana yang dilakukan karena si pelaku memang sudah mempunyai inner criminal situation yaitu tabiat jahat sehingga kejahatan merupakan perbuatan yang biasa baginya.
- Selain kepada kedua bentuk di atas, pengulangan tindak pidana dapat juga dibedakan atas: Recidive umum, yaitu apabila seseorang melakukan kejahatan/ tindak pidana yang telah dikenai hukuman, dan kemudian melakukan kejahatan/ tindak pidana dalam bentuk apapun maka terhadapnya dikenakan pemberatan hukuman. Recidive khusus, yaitu apabila seseorang melakukan perbuatan kejahatan/ tindak pidana yang telah dikenai hukuman, dan kemudian ia melakukan kejahatan/ tindak pidana yang sama (sejenis) maka kepadanya dapat dikenakan pemberatan hukuman.
Persolalan tentang pengertian
residivis dalam KUHP Indonesia belum secara jelas tertulis tetapi yang ada
hanyalah syarat umum yang mengatakan bahwa seorang itu residivis kalau terhadap
perbuatannya ada ancaman hukuman yang diperberat atau ditambah dengan
duapertiganya.
Materi yang diatur dalam Pasal
486. Pasal 487 dan Pasal 488 KUHP tersebut adalah:
- Pasal 486 KUHP adalah kejahatan-kejahatan ulangan yang menyangkut harta kekayaan dan penipuan.
- Pasal 487 KUHP adalah kejahatan-kejahatan ulangan terhadap pribadi.
- Pasal 488 KUHP adalah kejahatan-kejahatan ulangan yang menyangkut penghinaan.
Dari uraian
tersebut dapat ditegaskan bahwa seorang dikatakan residive, karena sudah ada
putusan hakim terlebih dahulu. Putusan terlebih dahulu itu akan menentukan
berat ringannya hukuman yang diberikan dalam putusan baru ini, apakah si
penjahat telah menjadi residivis.