Hukuman yang Berkaitan dengan Kemerdekaan (Kebebasan)
Friday, 27 January 2017
SUDUT HUKUM | Hukuman yang Berkaitan dengan Kemerdekaan (Kebebasan)
Hukuman penjara dalam syariat Islam dibagi kepada dua bagian, yaitu:
Adalah hukuman penjara yang lama waktunya dibatasi secara tegas. Hukuman penjara terbatas ini diterapkan untuk jarimah penghinaan, penjual khamr, pemakan riba, melanggar kehormatan bulan suci Ramadhan dengan berbuka pada siang hari tanpa uzur dll. Adapun lamanya hukuman penjara ini tidak ada kesepakatan dikalangan ulama. Batas tertinggi untuk hukuman penjara terbatas ini juga tidak ada kesepakatan di kalangan fuqaha.
Hukuman penjara tidak terbatas tidak dibatasi waktunya, melainkan berlangsung terus sampai orang yang terhukum mati, atau sampai ia bertobat. Dalam istilah lain bisa disebut hukuman penjara seumur hidup. Hukuman ini dikenakan kepada penjahat yang sangat berbahaya, misalnya seseorang yang menahan orang lain untuk dibunuh oleh orang ketiga, atau seperti orang yang mengikat orang lain, kemudian melemparkannya ke depan seekor harimau dll.
Adapun tempat pengasingan diperselisihkan oleh fuqaha. Lamanya (masa) pengasingan juga tidak ada kesepakatan di kalangan para fuqaha. Menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, masa pengasingan tidak boleh lebih dari satu tahun agar tidak melebihi masa pengasingan dalam jarimah zina yang merupakan hukuman had. Menurut Imam Abu Hanifah, masa pengasingan bisa lebih dari satu tahun, sebab pengasingan di sini merupakan hukuman ta’zir, bukan hukuman had. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Imam Malik. Akan tetapi, mereka tidak mengemukakan batas waktunya dan menyerahkan hal itu kepada pertimbangan penguasa (hakim).
Hukuman Penjara
Dalam bahasa Arab istilah untuk hukuman penjara yaitu disebut dengan Al-Habsu yang artinya mencegah atau menahan. Menurut Imam Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyah, yang dimaksud Al-Habsu menurut syara’ bukanlah menahan pelaku di tempat yang sempit, melainkan menahan seseorang dan mencegahnya agar tidak melakukan perbuatan hukum, baik penahanan tersebut di dalam rumah, atau masjid, maupun di tempat lainnya. Penahanan model itulah yang dilaksanakan pada masa Nabi dan Abu Bakar tidak ada tempat yang khusus disediakan untuk menahan seorang pelaku. Akan tetapi setelah umat Islam bertambah banyak dan wilayah kekuasaan Islam bertambah luas, Khalifah Umar pada masa pemerintahan-nya membeli rumah Shafwan ibn Umayyah dengan harga 4000 dirham untuk kemudian dijadikan sebagai penjara.Hukuman penjara dalam syariat Islam dibagi kepada dua bagian, yaitu:
- Hukuman penjara terbatas
Adalah hukuman penjara yang lama waktunya dibatasi secara tegas. Hukuman penjara terbatas ini diterapkan untuk jarimah penghinaan, penjual khamr, pemakan riba, melanggar kehormatan bulan suci Ramadhan dengan berbuka pada siang hari tanpa uzur dll. Adapun lamanya hukuman penjara ini tidak ada kesepakatan dikalangan ulama. Batas tertinggi untuk hukuman penjara terbatas ini juga tidak ada kesepakatan di kalangan fuqaha.
- Hukuman penjara tidak terbatas
Hukuman penjara tidak terbatas tidak dibatasi waktunya, melainkan berlangsung terus sampai orang yang terhukum mati, atau sampai ia bertobat. Dalam istilah lain bisa disebut hukuman penjara seumur hidup. Hukuman ini dikenakan kepada penjahat yang sangat berbahaya, misalnya seseorang yang menahan orang lain untuk dibunuh oleh orang ketiga, atau seperti orang yang mengikat orang lain, kemudian melemparkannya ke depan seekor harimau dll.
Hukuman Pengasingan
Meskipun hukuman pengasingan itu merupakan hukuman had, namaun dalam praktiknya, hukuman tersebut diterapkan juga sebagai hukuma ta’zir. Di antara jarimah ta’zir yang dikenakan hukuman pengasingan (buang) adalah orang yang berperilaku mukhannats (waria), yang pernah dilaksanakan oleh Nabi dengan mengasingkannya ke luar Madinah. Demikian pula tindak pidana pemalsuan terhadap Alquran. Hukuman pengasingan ini dijatuhkan kepada pelaku jarimah yang dikhawatirkan berpengaruh kepada orang lain sehingga pelakunya harus dibuang (diasingkan) untuk menghindarkan pengaruh-pengaruh tersebut.Adapun tempat pengasingan diperselisihkan oleh fuqaha. Lamanya (masa) pengasingan juga tidak ada kesepakatan di kalangan para fuqaha. Menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, masa pengasingan tidak boleh lebih dari satu tahun agar tidak melebihi masa pengasingan dalam jarimah zina yang merupakan hukuman had. Menurut Imam Abu Hanifah, masa pengasingan bisa lebih dari satu tahun, sebab pengasingan di sini merupakan hukuman ta’zir, bukan hukuman had. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Imam Malik. Akan tetapi, mereka tidak mengemukakan batas waktunya dan menyerahkan hal itu kepada pertimbangan penguasa (hakim).