Perubahan UUD 1945
Thursday, 12 January 2017
SUDUT HUKUM | Perubahan
konstitusi yang terjadi di Indonesia telah membawa perubahan yang cukup besar
terhadap sistem pemerintahan di Indonesia. Desakan reformasi yang begitu besar telah
mendorong agar dilakukan perubahan terhadap UUD 1945 yang merupakan salah
satu penyebab mandeknya pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
Pasal 37 UUD 1945
adalah cela untuk dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945. Menurut Sri
Soemantri ada tiga norma yang mendukung untuk dilakukannya
amandemen berdasarkan pasal 37 yaitu:
- Bahwa wewenang untuk mengubah UUD ada pada MPR sebagai Lembaga Negara Tertinggi;
- Bahwa untuk mengubah UUD kuorum yang harus dipenuhi sekurangkurangnya adalah 2/3 dari seluruh jumlah anggota MPR;
- Bahwa putusan tentang perubahan UUD adalah sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR yang hadir.
Dengan penafsiran
terhadap pasal 37 maka MPR dapat melakukan perubahan terhadap UUD.
Sistem perubahan terhadap UUD dapat dilakukan melalui beberapa bentuk
yaitu:
- Pembaharuan naskah (perubahan dalam teks menyangkut hal-hal tertentu);
- Pergantian naskah (materi perubahan cukup mendasar dan banyak;
- Melalui naskah tambahan (annex atau addendum) menurut Amandement Amerika Serikat.
Sistem yang
pertama, dilakukan perubahan langsung terhadap pasal-pasal dalam naskah UUD-nya
kemudian akan berlaku UUD baru secara keseluruhan. Sistem yang kedua, secara
keseluruhan dibentuk naskah yang sama sekali baru dengan naskah yang lama
sehingga terbentuklah UUD yang baru. Sedangkan sistem yang ketiga adalah
dengan cara amandemen, perubahan dilakukan pada pasal-pasalnya tetapi tidak
langsung pada UUD yang lama. Hasil amandemen yang dilakukan dicantumkan diakhir
bagian UUD tetapi tidak terpisah dengan UUD yang lama. Indonesia
menggunakan sistem perubahan UUD yang ketiga, yaitu dengan sistem amandemen yang
mencantumkan hasil amandemennya di belakang naskah lama tetapi tetap satu
dengan naskah UUD yang aslinya.
Hal tersebut dituangkan dalam kesepakatan yang dibuat oleh Fraksi-Fraksi di MPR, yaitu:
Baca Juga
- Tidak mengubah pembentukan UUD 1945;
- Tetap mempertahanakan NKRI;
- Mempertegas sistem pemerintahan presidensil;
- Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam penjelasan dimasukkan ke dalam pasal-pasal;
- Perubahan dilakukan dengan cara addendum.
Stelah ada
kesepakatan untuk melakukan perubahan terhadap UUD 1945 di MPR dilakukanlah
amamdemen yang pertama yang mulai berlaku tanggal 19 Oktober 1999, amandemen
kedua tanggal 18 Agsutus 2000, amandemen ketiga pada tanggal 9 November
2001 dan amandemen keempat pada tanggal 10 Agustus 2002.
- Ketentuan mengenai HAM, hak dan kewajiban warga negara, serta mekanisme hubungannya dengan negara dan prosedur untuk mempertahankannya apabila hak-hak itu dilanggar;
- Prinsip-prinsip dasar tentang demokrasi dan rule of law serta mekanisme perwujudan dan pelaksanaannya, sperti melalui pemilu dan lain-laian;
- Format kelembagaan negara dan mekanisme hubungan antar organ negara serta sistem pertanggungjawabannya.
Perubahan pertama UUD 1945
Perubahan pertama
terhadap UUD 1945 lebih terfokus pada pengembalian tugas dan fungsi
masing-masing lembaga negara khsusnya kekuasaan presiden dan, DPR dan MPR.
Menurut Sri Soemantri, dalam amandemen UUD 1945 yang pertama dilakukan
upaya untu mengurangi/mengendalikan kekuasaan presiden dan pengembalian
kekuasaan legislatif kepada DPR. Ada beberapa pasal yang dirubah dalam
amandemen pertama yaitu: Pasal 5 ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 ayat (2) dan
(3), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 ayat (2) dan (3), Pasal 20, Pasal 21.
Perubahan kedua UUD 1945
Perubahan kedua
mencakup beberapa substansi yaitu: i. pemerintahan Daerah; ii. Wilayah Negara;
iii. Warganegara dan penduduk; iv.HAM,; v. pertahanan dan keaamnan negara;
vi. Bendera, bahasa, lambang negara dan lagu kebangsaan; vii. Lembaga DPR,
khususnya tentang keanggotaan, fungsi, hak, maupun tentang cara pengisian,.
Amandemen kedua ini
lebih menekankan kepada ketentuan Hak Asasi Manusi yang diatur dalam
bab dan pasal tersendiri. Pasal-pasal yang terkait dengan substansi tersebut
adalah sebagai berikut :Pasal 18, Pasal 18 A, Pasal 18 B, Pasal 19, Pasal 20 ayat
(5), Pasal 20 A, Pasal 20 B, Pasal 25 E, Pasal 26 ayat (2) dan (3), Pasal 27 ayat
(3), Pasal 28 A-J, Pasal 30, Pasal 36A, Pasal 36 Bdan C.
Perubahan ketiga UUD 1945
Perubahan yang
ketiga lebih terkait kepada susunan ketatanegaraan yang sifatnya mendasar, seperti:
pembentukan lembaga negara yang baru, pemegang kedaulatan rakyat, kedudukan
MPR sebagai lembaga tinggi negara yang sejajar dengan lembaga negara
lainnya, hubungan antar lembaga negara dan lain sebagainya.
Pasal-pasal yang
dirubah pun cukup banyak dan ada beberapa pasal yang di tambahkan kedala
UUD 1945, pasal-pasal tersebut adalah :Pasal 1 ayat (2) dan (3); Pasal 3 ayat
1, 3, 4; Pasal 6 ayat (1) dan (2); Pasal 6A ayat (2), (3), (5); Pasal 7A; Pasal 7B ayat
(1-7); Pasal 7C; Pasal 8 ayat (1), (2); Pasal 11 (2), (3); Pasal 17 (4); Bab VIIA Pasal
22C ayat (1-4); Pasal 22D ayat (1-4); Pasal 22E ayat (1-6); Pasal 23 ayat
(1-3); Pasal 23A; Pasal 23C; Bab VIIIA Pasal 23E ayat (1-3); Pasal 23F ayat (1) dan
(2); Pasal23G ayat (1) dan (2); Pasal 24 ayat (1) dan (2); Pasal 24A ayat (1-5);
Pasal 24B ayat (1-4); Pasal 24C ayat (1-6).
Perubahan keempat UUD 1945
Substansi yang
mencakup dalam perubahan yang keempat yaitu:
- Keanggotaan MPR;
- Pemilihan presiden dan wakil presiden;
- Kemugkinan presiden dan wakil presiden berhalangan tetap;
- Kewenangan presiden;
- Hal keuangan negara dan bank sentral;
- Pendidikan dan kebudayaan;
- Perekonomian nasional dan kesejahtraan sosial;
- Aturan tambahan dan aturan peralihan
- Kedudukan penjelasaan UUD 1945.
Berdasarakan
perubahan yang keempat terjadi perubahan pola hubungan antar lembaga negara yang
tujuannya adalah menyeimbangkan antar lembaga negara agar tidak terlalu
dominan terhadap lembaga negara yang lain. Yaitu fungsi pengawasaan yang
dilekatkan kepada masing-masing lembaga negara sehingga ada kontrol antar
lembaga negara yang ada. Pasal-pasal yang dirubah dan ditambah dalam
amandemen keempat yaitu: Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat (4); Pasal 8 ayat (3);
Pasal 23B; Pasal 23D; Pasal 24 ayat (3); Pasal 31 ayat (1-5); Pasal 32 ayat (1)
dan (2); Pasal 33 ayat (4) dan (5); Pasal 34 ayat (1-4); Pasal 37 ayat (1-5); Aturan
peralihan Pasal I, II, III; Aturan Tambahan Pasal I dan II.