Definisi Tindak Pidana Penghinaan
Tuesday, 14 February 2017
SUDUT HUKUM | Kebebasan berekspresi telah
diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya dalam Pasal 28
E dan 28 F, namun pembatasan terhadap kebebasan ini telah terbangun dalam
tradisi panjang melalui beragam putusan pengadilan dan produk legislasi khususnya
KUHP dan produk legislasi baru yang dihasilkan pasca reformasi 1998. Salah satu
pembatasan hak asasi manusia yang penting diketahui adalah pembatasan yang
diperkenalkan dalam Pasal 28 J UUD 1945 yang kemudian menjadi dasar untuk
membatasi kebebasan yang telah diakui dan dijamin dalam UUD 1945.
Penghinaan sudah lama menjadi
bagian dari hukum pidana dan hukum perdata Indonesia, karena pada dasarnya
Indonesia mewarisi sistem hukum yang berlaku pada masa Hindia Belanda. Hukum
Penghinaan di Indonesia pada dasarnya diatur dalam dua kelompok besar yaitu
kelompok hukum pidana dan kelompok hukum perdata. Kelompok hukum pidana diatur
dalam KUHP dan beberapa UU lain yang juga memuat ketentuan beberapa pasalnya.
KUHP
menjelaskan, secara umum Penghinaan diatur dalam Bab XVI dan dikelompokkan
menjadi 7 bagian yakni, menista, fitnah, penghinaan ringan, penghinaan terhadap
pegawai negeri, pengaduan fitnah, persangkaan palsu, dan penistaan terhadap
orang mati. Selain itu, di dalam KUHP juga terdapat bentuk-bentuk penghinaan
yang lebih khusus seperti Penghinaan terhadap Presiden/Wakil Presiden,
penghinaan terhadap Negara, Penghinaan terhadap Badan/Kekuasaan Umum,
penghinaan terhadap Golongan, penghinaan (Menista) terhadap Agama.
Ketentuan Penghinaan dalam KUHP sejak 1998 Pemerintah dan DPR juga memperkenalkan berbagai UU baru yang memuat ketentuan-ketentuan Penghinaan yang pada dasarnya serupa dengan yang telah ada dalam KUHP, namun juga diatur kembali dalam UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. Dalam KUHPerdata juga mengatur ketentuan Penghinaan, ini dikelompokkan dalam Buku Ketiga tentang Perikatan, dalam bab III secara umum Penghinaan menurut KUHPerdata diatur dalam Pasal 1365 KUHPdt, sementara ketentuan Penghinaan secara Khusus diatur dalam Pasal 1372 sampai dengan 1380 KUHPdt.
Baca Juga
Ketentuan Penghinaan dalam KUHP sejak 1998 Pemerintah dan DPR juga memperkenalkan berbagai UU baru yang memuat ketentuan-ketentuan Penghinaan yang pada dasarnya serupa dengan yang telah ada dalam KUHP, namun juga diatur kembali dalam UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. Dalam KUHPerdata juga mengatur ketentuan Penghinaan, ini dikelompokkan dalam Buku Ketiga tentang Perikatan, dalam bab III secara umum Penghinaan menurut KUHPerdata diatur dalam Pasal 1365 KUHPdt, sementara ketentuan Penghinaan secara Khusus diatur dalam Pasal 1372 sampai dengan 1380 KUHPdt.
KUHPdt juga tidak dikenal pembedaan atau bentuk-bentuk khusus atas penghinaan seperti dalam KUHP. Ketentuan Penghinaan di dalam KUHPerdata secara umum ditujukan untuk meminta ganti rugi berdasarkan ketentuan Pasal 1373 KUHPdt. Jadi, dalam praktiknya seseorang yang merasa terhina dapat melakukan penuntutan secara pidana dan melakukan Penggabungan Perkara untuk meminta ganti kerugian secara Perdata, atau secara terpisah melakukan penuntutan Pidana dan melakukan gugatan perdata, atau memilih salah satunya.
Ketentuan
Penghinaan dalam KUHP sejak 1998 pemerintah dan DPR juga memperkenalkan berbagai
UU baru yang memuat ketentuan Penghinaan yang pada dasarnya serupa dengan yang
telah ada dalam KUHP. Khusus untuk pengguna internet, ancaman pidana yang
dirumuskan melalui Pasal 27 Ayat (3) jo Pasal 45 UU No.11 Tahun 2008 telah
menjadi detterent effect yang ampuh bagi para pengguna internet, karena
untuk pertama kalinya dalam perkara penghinaan seseorang bisa ditahan karena
melakukan tindak pidana penghinaan di internet.