Ekonomi Syariah dan Sejarah Perkembangannya
Thursday, 9 February 2017
SUDUT HUKUM | Ekonomi Islam atau sering juga
disebut dengan ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah masalah ekonomi masyarakat yang dilhami oleh nilai-nilai
Islam. Ekonomi syariah berbeda dengan ekonomi kapitalis dan sosialis yang
merupakan sistem ekonomi konvensional.
Ekonomi syariah berbeda dari
sistem ekonomi konvensional karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik
modal terhadap masyarakat yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan pada
segelintir orang. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan
kehidupan sekaligus anjuran. Krisis ekonomi yang sering terjadi ditengarai oleh
ulah sistem ekonomi konvensional yang mengedepankan sistem bunga sebagai
instrumen profitnya. Berbeda dengan apa yang ditawarkan sistem ekonomi syariah,
dengan instrumen profitnya, yaitu sistem bagi hasil.
Sistem ekonomi syariah sangat
berbeda dengan sistem ekonomi konvensional karena ekonomi syariah sangat
bertolak belakang dengan ekonomi kapitalis yang lebih bersifat individual dan
sosialis yang memberikan hampir semua tanggung jawab kepada warganya, ekonomi
syariah menetapkan bentuk perdagangan yang boleh dan tidak boleh di
transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi
seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta
mampu memberikan kesempatan seluas luasnya kepada setiap pelaku usaha.
Menurut Monzer Kahf dalam
bukunya The Islamic Economy menjelaskan bahwa ekonomi Islam adalah bagian dari
ilmu ekonomi yang bersifat interdisipliner dalam arti kajian ekonomi syariah
tidak dapat berdiri sendiri, tetapi perlu penguasaan yang baik dan mendalam
terhadap ilmu-ilmu syariah dan ilmu-ilmu pendukungnya juga terhadap ilmu-ilmu
yang berfungsi sebagai tool of analysis seperti matematika, statistic,
logika dan ushul fiqih. (Rianto dan Amalia, 2010 : 7).
Dalam ekonomi syariah terdapat
dua hal pokok yang menjadi landasan hukum sistem ekonomi syariah yaitu:
Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah, hukum-hukum yang diambil dari kedua landasan
pokok tersebut secara konsep dan prinsip adalah tetap (tidak dapat berubah
kapanpun dan dimana saja), Sedangkan menurut Hasan Uzzaman, Ekonomi Islam adalah
suatu ilmu aplikasi petunjuk dan aturan syariah yang mencegah ketidak adilan
dalam meperoleh dan menggunakan sumber daya material agar memenuhi kebutuhan
manusia dan dapat menjalankan kewajibannya kepada Allah dan masyarakat. (Rianto
dan Amalia, 2010 : 7).
Sistem ekonomi syariah
dimaksudkan untuk mengatur kegiatan ekonomi guna mencapai derajat kehidupan
yang layak bagi seluruh individu dalam masyarakat. Sistem ekonomi syariah
diseluruh kegiatan dan kebiasaan masyarakat bersifat dinamis dan adil dalam
pembagian pendapatan dan kekayaan dengan memberikan hak pada setiap individu
untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan mulia baik di dunia maupun di
akhirat nantinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa para pemikir ekonomi
syariah melihat persoalan ekonomi tidak hanya berkaitan dengan faktor produksi,
konsumsi, dan distribusi, berupa pengelolaan sumber daya yang ada untuk
kepentingan bernilai ekonomis.
Akan tetapi, lebih dari itu
mereka melihat persoalan ekonomi sangat terkait dengan persoalan moral, ketidak
adilan, ketauhitan dan sebagainya. Ekonomi syariah menempatkan nilai-nilai
Islam sebagai pondasinya. Hal inilah yang membedakan dengan konsep ekonomi
barat yang menempatkan kepentingan individu sebagai landasannya.
Dilihat dari sejarah perkembangannya,
pemikiran ekonomi Islam telah lama keberadaanya di dunia ini, yaitu selama
keberadaan agama Islam itu sendiri mulai dari zaman nabi Muhammad SAW di utus
membawa ajaran agama Islam ke bumi hingga sekarang. Pada zaman Rasulullah SAW
(571-632 M) perekonomian masih relatif sederhana, tetapi beliau menunjukkan
prinsip-prinsip yang mendasar bagi pengelola ekonomi.
Karakter umum dari perekonomian
pada saat itu adalah komitmennya yang tinggi terhadap etika dan norma, serta
perhatiannya yang besar terhadap keadilan dan pemerataan kekayaan. Usaha-usaha
ekonomi harus dilakukan secara etis dalam bingkai syariah Islam, sementara
sumber daya ekonomi tidak boleh menumpuk pada segelintir orang melainkan harus
beredar bagi kesejahteraan ummat. Pada masa Rasulullah SAW kegiataan ekonomi
pasar relatif menonjol dimana untuk menjaga mekanisme pasar tetap berada dalam
bingkai etika dan moralitas Islam, Rasulullah mendirikan Al-Hisab yang
merupakan suatu institusi yang bertugas untuk mengawasi pasar.
Rasulullh juga membentuk Baitul
Maal yang merupakan suatu institusi yang bertindak srbagai pengelola keuangan
negara. Baitul Maal mempunnyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian,
termasuk dalam melakukan kebijakan yang bertujuan untuk kesejahteraan
masyarakat. (Pusat Pengkajian dan Pengembanagan Ekonomi Islam Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta atas Kerja Sama dengan Bank Indonesia, 2011: 98)
Ekonomi syariah telah melalui
beberapa periode dalam perjalanannya, baik masa masa kejayaan maupun masa masa
kemunduran. Setelah zaman Rasulullah, ekonomi syariah dalam perkembangannya
pernah mempunyai pemikir-pemikir yang sangat penting di bidang ekonomi syariah
dimana diantara tokoh-tokoh ini juga merupakan sahabat nabi Muhammad SAW yang
disebut sebagai Khulafaurrasyidin yang sangat tekenal pada masanya masing
masing, diantaraya adalah Abu Bakar As-Sidiq (51 SH-13 H / 537-634 M), Umar bin
Khattab (40 SH - 23 H / 584 - 644 M), Ustman Bin Affan (47 SH - 35 H / 577- 656
M) dan terakhir Ali bin Abi Thalib (23 H- 40 H / 600-661 M). (Ibrahim, 1994 :
11).
Dalam perkembangan pemikiran
ekonomi pasca Rasulullah SAW dan Khulafaurrasyidin telah banyak tokoh-tokoh
ekonomi syariah yang baru bermunculan dan menjadikan hasil pmikiran pemikiran
ekonomi syariah yang sebelumnya sebagai pondasi pengetahuan dalam melahirkan
teori-teori ekonomiya sesuai dengan peradaban agama Islam pada zaman
masing-masing, dimana pada masa tokoh tokoh ini dibagi kedalam empat periode
yaitu sebagai berikut :
Periode Pertama / Fondasi (Masa awal Islam – 450 H / 1058 M).
Pada periode ini banyak sarjana
muslim yang pernah hidup bersama para sahabat Rasulullah dan para tabi’in
sehingga dapat memperoleh referensi ajaran Islam yang akurat. Beberapa diatara
mereka Seperti Zayd bin Ali (120 H / 798 M), Abu Yusuf (182 H / 798 M),
Muhammad Bin Hasan al Shaybani (189 H / 804 M), Abu Ubayd (224 H/838 M) Al
Kindi (260 H/873 M ), Junayd Baghdadi (297 H
/ 910 M), Ibnu Miskwayh (421 H / 1030 M). Periode ini sebagai pembentukan
dasar-dasar ekonomi syariah. ( Azwar Karim, 2004 :10)
Periode
Kedua (450 – 850 H / 1058 – 1446 M) Prideode ini dikenal ssebagai fase yang
cemerlang karena meninggalkan warisan intelektual yang sangat kaya. Disisi lain
pemikiran ekonomi pada masa ini banyak dilatar belakangi oleh menjamurnya
korupsi dan dekradensi moral, serta melebarnya kesenjangan antara golongan
miskin dan kaya, meskipun secara umum kondisi perekonomian masyarakat Islam
berada dalam taraf kemakmuran. Terdapat pemikir-pemikir besar yang karyanya
banyak dijadikan rujukan hingga kini, misalnya Al Ghazali (451-505 H /
1055-1111 M), Nasiruddin Tutsi (485 H /1093 M), Ibnu Taimyah (661-728 H /
1263-1328 M), Ibnu Khaldun (732-808 H/ 1332-1404 M), Al Maghrizi (767-846 H /
1364-1442 M), Abu Ishaq Al Shatibi (1388 M), Abdul Qadir Jaelani (1169 M),
Ibnul Qayyim (1350 M), dll.
Periode Ketiga (850 – 1350 H / 1446 – 1932 M)
Dalam periode ketiga ini
kejayaan pemikiran, dan juga dalam bidang lainnya, dari umat Islam sebenarnya
telah mengalami penurunan. Priode ini juga dikenal sebagai fase stagnasi. Namun
demikian, terdapat beberapa pemikiran ekonomi yang berkualitas selama dua ratus
tahun terakhir, Seperti Shah Waliullah (1114-1176 M / 1703-1762 M), Muhammad
bin Abdul Wahab (1206 H / 1787 M), Jamaluddin al Afghani (1294 M / 1897 M),
Muhammad Abduh (1320 H / 1905 M), Ibnu Nujaym (1562 M), dll.
Periode Kontemporer (1930 – sekarang).
Era tahun
1930-an merupakan masa kebangkitan kembali intelektualitas di dunia Islam.
Kemerdekaan negara-negara muslim dari kolonialisme Barat turut mendorong
semangat para sarjana muslim dalam mengembangkan pemikirannya. Zarqa (1992)
mengklasifikasikan kontributor pemikiran ekonomi berasal dari: (1) ahli syariah
Islam, (2) ahli ekonomi konvensional, dan (3) ahli syariah Islam sekaligus
ekonomi konvensional. ( Azwar Karim, 2004 :10).