-->

Ekonomi Syariah dan Sejarah Perkembangannya

SUDUT HUKUM | Ekonomi Islam atau sering juga disebut dengan ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah masalah ekonomi masyarakat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah berbeda dengan ekonomi kapitalis dan sosialis yang merupakan sistem ekonomi konvensional.

Ekonomi syariah berbeda dari sistem ekonomi konvensional karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap masyarakat yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan pada segelintir orang. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran. Krisis ekonomi yang sering terjadi ditengarai oleh ulah sistem ekonomi konvensional yang mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen profitnya. Berbeda dengan apa yang ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen profitnya, yaitu sistem bagi hasil.

Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan sistem ekonomi konvensional karena ekonomi syariah sangat bertolak belakang dengan ekonomi kapitalis yang lebih bersifat individual dan sosialis yang memberikan hampir semua tanggung jawab kepada warganya, ekonomi syariah menetapkan bentuk perdagangan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas luasnya kepada setiap pelaku usaha.

Menurut Monzer Kahf dalam bukunya The Islamic Economy menjelaskan bahwa ekonomi Islam adalah bagian dari ilmu ekonomi yang bersifat interdisipliner dalam arti kajian ekonomi syariah tidak dapat berdiri sendiri, tetapi perlu penguasaan yang baik dan mendalam terhadap ilmu-ilmu syariah dan ilmu-ilmu pendukungnya juga terhadap ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai tool of analysis seperti matematika, statistic, logika dan ushul fiqih. (Rianto dan Amalia, 2010 : 7).

Dalam ekonomi syariah terdapat dua hal pokok yang menjadi landasan hukum sistem ekonomi syariah yaitu: Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah, hukum-hukum yang diambil dari kedua landasan pokok tersebut secara konsep dan prinsip adalah tetap (tidak dapat berubah kapanpun dan dimana saja), Sedangkan menurut Hasan Uzzaman, Ekonomi Islam adalah suatu ilmu aplikasi petunjuk dan aturan syariah yang mencegah ketidak adilan dalam meperoleh dan menggunakan sumber daya material agar memenuhi kebutuhan manusia dan dapat menjalankan kewajibannya kepada Allah dan masyarakat. (Rianto dan Amalia, 2010 : 7).

Baca Juga

Sistem ekonomi syariah dimaksudkan untuk mengatur kegiatan ekonomi guna mencapai derajat kehidupan yang layak bagi seluruh individu dalam masyarakat. Sistem ekonomi syariah diseluruh kegiatan dan kebiasaan masyarakat bersifat dinamis dan adil dalam pembagian pendapatan dan kekayaan dengan memberikan hak pada setiap individu untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan mulia baik di dunia maupun di akhirat nantinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa para pemikir ekonomi syariah melihat persoalan ekonomi tidak hanya berkaitan dengan faktor produksi, konsumsi, dan distribusi, berupa pengelolaan sumber daya yang ada untuk kepentingan bernilai ekonomis.

Akan tetapi, lebih dari itu mereka melihat persoalan ekonomi sangat terkait dengan persoalan moral, ketidak adilan, ketauhitan dan sebagainya. Ekonomi syariah menempatkan nilai-nilai Islam sebagai pondasinya. Hal inilah yang membedakan dengan konsep ekonomi barat yang menempatkan kepentingan individu sebagai landasannya.

Dilihat dari sejarah perkembangannya, pemikiran ekonomi Islam telah lama keberadaanya di dunia ini, yaitu selama keberadaan agama Islam itu sendiri mulai dari zaman nabi Muhammad SAW di utus membawa ajaran agama Islam ke bumi hingga sekarang. Pada zaman Rasulullah SAW (571-632 M) perekonomian masih relatif sederhana, tetapi beliau menunjukkan prinsip-prinsip yang mendasar bagi pengelola ekonomi.

Karakter umum dari perekonomian pada saat itu adalah komitmennya yang tinggi terhadap etika dan norma, serta perhatiannya yang besar terhadap keadilan dan pemerataan kekayaan. Usaha-usaha ekonomi harus dilakukan secara etis dalam bingkai syariah Islam, sementara sumber daya ekonomi tidak boleh menumpuk pada segelintir orang melainkan harus beredar bagi kesejahteraan ummat. Pada masa Rasulullah SAW kegiataan ekonomi pasar relatif menonjol dimana untuk menjaga mekanisme pasar tetap berada dalam bingkai etika dan moralitas Islam, Rasulullah mendirikan Al-Hisab yang merupakan suatu institusi yang bertugas untuk mengawasi pasar.

Rasulullh juga membentuk Baitul Maal yang merupakan suatu institusi yang bertindak srbagai pengelola keuangan negara. Baitul Maal mempunnyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian, termasuk dalam melakukan kebijakan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. (Pusat Pengkajian dan Pengembanagan Ekonomi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas Kerja Sama dengan Bank Indonesia, 2011: 98)

Ekonomi syariah telah melalui beberapa periode dalam perjalanannya, baik masa masa kejayaan maupun masa masa kemunduran. Setelah zaman Rasulullah, ekonomi syariah dalam perkembangannya pernah mempunyai pemikir-pemikir yang sangat penting di bidang ekonomi syariah dimana diantara tokoh-tokoh ini juga merupakan sahabat nabi Muhammad SAW yang disebut sebagai Khulafaurrasyidin yang sangat tekenal pada masanya masing masing, diantaraya adalah Abu Bakar As-Sidiq (51 SH-13 H / 537-634 M), Umar bin Khattab (40 SH - 23 H / 584 - 644 M), Ustman Bin Affan (47 SH - 35 H / 577- 656 M) dan terakhir Ali bin Abi Thalib (23 H- 40 H / 600-661 M). (Ibrahim, 1994 : 11).

Dalam perkembangan pemikiran ekonomi pasca Rasulullah SAW dan Khulafaurrasyidin telah banyak tokoh-tokoh ekonomi syariah yang baru bermunculan dan menjadikan hasil pmikiran pemikiran ekonomi syariah yang sebelumnya sebagai pondasi pengetahuan dalam melahirkan teori-teori ekonomiya sesuai dengan peradaban agama Islam pada zaman masing-masing, dimana pada masa tokoh tokoh ini dibagi kedalam empat periode yaitu sebagai berikut :

 Periode Pertama / Fondasi (Masa awal Islam – 450 H / 1058 M).

Pada periode ini banyak sarjana muslim yang pernah hidup bersama para sahabat Rasulullah dan para tabi’in sehingga dapat memperoleh referensi ajaran Islam yang akurat. Beberapa diatara mereka Seperti Zayd bin Ali (120 H / 798 M), Abu Yusuf (182 H / 798 M), Muhammad Bin Hasan al Shaybani (189 H / 804 M), Abu Ubayd (224 H/838 M) Al Kindi (260 H/873 M ), Junayd Baghdadi (297 H / 910 M), Ibnu Miskwayh (421 H / 1030 M). Periode ini sebagai pembentukan dasar-dasar ekonomi syariah. ( Azwar Karim, 2004 :10)

Periode Kedua (450 – 850 H / 1058 – 1446 M) Prideode ini dikenal ssebagai fase yang cemerlang karena meninggalkan warisan intelektual yang sangat kaya. Disisi lain pemikiran ekonomi pada masa ini banyak dilatar belakangi oleh menjamurnya korupsi dan dekradensi moral, serta melebarnya kesenjangan antara golongan miskin dan kaya, meskipun secara umum kondisi perekonomian masyarakat Islam berada dalam taraf kemakmuran. Terdapat pemikir-pemikir besar yang karyanya banyak dijadikan rujukan hingga kini, misalnya Al Ghazali (451-505 H / 1055-1111 M), Nasiruddin Tutsi (485 H /1093 M), Ibnu Taimyah (661-728 H / 1263-1328 M), Ibnu Khaldun (732-808 H/ 1332-1404 M), Al Maghrizi (767-846 H / 1364-1442 M), Abu Ishaq Al Shatibi (1388 M), Abdul Qadir Jaelani (1169 M), Ibnul Qayyim (1350 M), dll.

Periode Ketiga (850 – 1350 H / 1446 – 1932 M)

Dalam periode ketiga ini kejayaan pemikiran, dan juga dalam bidang lainnya, dari umat Islam sebenarnya telah mengalami penurunan. Priode ini juga dikenal sebagai fase stagnasi. Namun demikian, terdapat beberapa pemikiran ekonomi yang berkualitas selama dua ratus tahun terakhir, Seperti Shah Waliullah (1114-1176 M / 1703-1762 M), Muhammad bin Abdul Wahab (1206 H / 1787 M), Jamaluddin al Afghani (1294 M / 1897 M), Muhammad Abduh (1320 H / 1905 M), Ibnu Nujaym (1562 M), dll.

Periode Kontemporer (1930 – sekarang).


Era tahun 1930-an merupakan masa kebangkitan kembali intelektualitas di dunia Islam. Kemerdekaan negara-negara muslim dari kolonialisme Barat turut mendorong semangat para sarjana muslim dalam mengembangkan pemikirannya. Zarqa (1992) mengklasifikasikan kontributor pemikiran ekonomi berasal dari: (1) ahli syariah Islam, (2) ahli ekonomi konvensional, dan (3) ahli syariah Islam sekaligus ekonomi konvensional. ( Azwar Karim, 2004 :10).

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel