Instrumen Hukum Udara Internasional
Monday, 27 February 2017
SUDUT HUKUM | Instrumen Hukum Udara Internasional
1. Muatan Konvensi Paris 1919
- Kedaulatan Wilayah Udara
Dikatakan di dalam
Pasal 1 Konvensi Paris 1919 bahwa, “The High Contracting Parties recognize
that every Power has complete and exclusive sovereignty over the airspace above
its territory. For the purpose of the present Convention, the territory, both
that of the mother country and of the colonies, and the territorial waters
adjacent thereto.”
Pasal ini
terbentuk semenjak Inggris melakukan tindakan sepihak dalam The Aerial
Navigation Act of 1911 yang berisikan bahwa Inggris mempunyai kedaulatan
penuh dan utuh atas ruang udara di atas wilayahnya dan hak secara mutlak
mengawasi semua bentuk penerbangan pesawat udara sipil maupun militer. Tindakan
ini kemudian diikuti oleh negara-negara Eropa lainnya, seperti Perancis,
Jerman, Austria-Hongaria, Rusia dan Belanda, sampai berakhirnya Perang Dunia I
pada tahun 1918.
Pencantuman prinsip kedaulatan atas wilayah tersebut sesuai dengan penegasan ICAN yang kemudian diarahkan memasukkan prinsip kedaulatan negara di atas daratan maupun perairan dan yurisdiksi di wilayah udara.
Pencantuman prinsip kedaulatan atas wilayah tersebut sesuai dengan penegasan ICAN yang kemudian diarahkan memasukkan prinsip kedaulatan negara di atas daratan maupun perairan dan yurisdiksi di wilayah udara.
- Klasifikasi Pesawat Udara
Dalam Pasal 30, 31, 32 dan 33
Konvensi Paris 1919 masing-masing mengatur mengenai jenis pesawat udara.
Menurut Pasal 30 Konvensi Paris 1919, pesawat udara terdiri atas tiga jenis,
masing-masing pesawat udara militer, pesawat udara yang sepenuhnya digunakan
dinas pemerintahan, seperti bea cukai dan polisi serta pesawat udara sipil.
Pesawat udara militer serta pesawat udara yang sepenuhnya digunakan oleh
pemerintah, seperti bea cukai dan polisi adalah merupakan pesawat udara negara
atau state aircraft. Semua pesawat udara selain pesawat udara militer,
pesawat udara yang digunakan dinas pemerintahan, seperti bea cukai dan polisi,
adalah merupakan pesawat udara sipil atau private aircraft. Menurut
Pasal 31, Setiap pesawat udara yang diterbangkan oleh anggota militer dan
digunakan untuk kepentingan militer adalah pesawat militer. Dalam
Pasal 32, diatur bahwa tidak ada pesawat militer yang diperbolehkan untuk
terbang di atas wilayah udara negara anggota lainnya tanpa adanya izin khusus.
2. Muatan Konvensi Chicago 1944
- Kedaulatan di Udara
Pasal 1 Konvensi Chicago 1944
mengambil secara integral prinsip yang terdapat di dalam Konvensi Paris 1919,
dimana menurut Pasal 1 Konvensi Paris 1919 dinyatakan bahwa, “The High
Contracting Parties recognise that every Power has complete and exclusive
sovereignty over the airspace above its territory.” Permasalahan mengenai
kedaulatan tersebut pernah diperdebatkan, apakah ruang udara bisa benar-benar
bebas, kecuali untuk mempertahankan kedaulatan negara di bawahnya atau terbatas
seperti laut teritorial sebagaimana diatur dalam hukum laut internasional atau
ada lintas damai bagi pesawat udara asing. Perdebatan tersebut diselesaikan
melalu Konvensi Paris 1919, dimana setelah Perang Dunia I, disepakati bahwa
setiap negara mempunyai kedaulatan yang penuh dan utuh berdasarkan hukum
kebiasaan internasional sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Konvensi Paris 1919
dan Pasal 1 Konvensi Chicago 1944. Pasal 1 Konvensi Chicago 1944 menyatakan, “The
Contracting States recognise that every state has complete and exclusive
sovereignty over the airspace above its territory.” Dalam hal ini,
pengakuan kedaulatan di ruang udara tidak terbatas pada negara anggota saja,
tetapi juga pada negara bukan anggota, dimana dikatakan “every state.”
Pasal 2 Konvensi Chicago 1944 lebih menjelaskan lagi bahwa untuk keperluan Konvensi Chicago 1944 yang dimaksudkan adalah batas wilayah negara atau state territory, sehingga secara tegas berlaku terhadap bukan negara anggota. Pasal tersebut juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan complete adalah hak secara penuh atau utuh yang dimiliki oleh negara yang berada di bawah ruang udara untuk mengatur ruang udara yang ada diatasnya. Pasal 3 Chicago 1944 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan exclusive adalah bahwa bila negara lain hendak memasuki wilayah udara suatu negara, maka harus meminta izin terlebih dahul kepada negara yang wilayah udaranya akan dimasuki. Lingkup yurisdiksi teritorial suatu negara diakui dan diterima oleh negara anggota Konvensi Chicago 1944 terus ke atas sampai tidak terbatas dan ke bawah pusat bumi sepanjang dapat dieksploitasi.
- Klasifikasi Pesawat Udara
Dalam Pasal 3 Konvensi Chicago
1944, dijelaskan mengenai civil and state aircraft. State aircraft atau
pesawat udara negara adalah merupakan pesawat udara yang digunakan untuk
kepentingan militer, bea cukai dan polisi dan pesawat yang bukan digunakan
untuk kepentingan militer, bea cukai dan polisi adalah merupakan pesawat udara
sipil atau civil aircraft. Meskipun hanya berlaku terhadap pesawat udara
sipil, dalam pasal tersebut, dikatakan bahwa tidak ada pesawat udara negara
yang diizinkan untuk terbang melintasi wilayah udara negara tanpa memperoleh
izin terlebih dahulu atau akan diperlakukan menurut hukum yang berlaku di negara yang
dilewati wilayah udaranya. Selain itu, dikatakan bahwa pesawat udara negara
harus memperhatikan keselamatan udara sipil.