Sejarah Hukum Pembuktian KUHAP
Saturday, 18 February 2017
SUDUT HUKUM | Berlakunya Undang-Undang RI No.8
tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana telah
Menimbulkan perubahan fundamental baik secara konsepsional maupun secara
implemental terhadap tata cara penyelesaian perkara di Indonesia. Sebelum berlakunya
UU RI No.8 Tahun 1981, hukum acara pidana di Indonesia memiliki sejarah
panjang dalam perkembangannya. Hukum acara pidana di Indonesia dimulai dari
masa penjajahan Belanda terhadap bangsa Indonesia. Sementara itu sistem hukum
belanda sedikit banyak juga dipengaruhi oleh sistem hukum eropa yang
dimulai pada abad ke-13 yang terus mengalami perkembangan hingga abad ke-19.
Jadi perkembangan hukum acara pidana Indonesia juga dipengaruhi oleh
sistem hukum Eropa.
Perkembangan sistem peradilan pidana sudah sejak abad
ke-13 dimulai di eropa dengan diperkenalkannya sistem inquisitoir
sampai dengan pertengahan abad ke-19. Poses pemeriksaan perkara pidana
berdasarkan sistem inqusitoir dimasa itu dimulai dengan adanya inisiatif
dari penyidik atas kehendak sendiri untuk menyelidiki kejahatan.
Satu-satunya pemeriksaan pada masa itu adalah untuk memperoleh pengakuan dari
tersangka. Khususnya dalam kejahatan berat, apabila tersangka tidak mau secara
sukarela untuk mengakui perbuatannya atau kesalahannya itu, maka petugas
pemeriksa memperpanjang penderitaan tersangka melalui cara penyiksaan sampai
diperoleh pengakuan.
Setelah petugas selesai melakukan
tugasnya, kemudian dia akan menyampaikan berkas hasil pemeriksaanya kepada
pengadilan. Pengadilan akan memeriksa perkara tersangka hanya atas
dasar hasil pemeriksaan sebagaimana tercantum dalam berkas tersebut. Walaupun
pada, masa ini telah ada penuntut umum namun ia tidak memiliki peranan yang
berarti dalam proses penyelesaian perkara, khususnya dalam pengajuan,
pengembangan lebih lanjut atau dalam penundaaan perkara yang bersangkuatan.
Apabila diteliti, akan tampak proses penyelesaian perkara pidana pada masa itu
sangat singkat dan sederhana.
Kemudian dengan timbulnya gerakan
revolusi Perancis yang telah mengakibatkan banyak bentuk prosedur lama
didalam peradilan pidana dianggap tidak sesuai dengan perubahan iklim social dan
politik secara revolusi. Khususnya dalam bidang peradilan pidana muncul
bentuk baru yakni the mixed type, yang menggambarkan suatu sistem
peradialan pidana modern di dataran eropa, yang dikenal dengan the modern
continental criminal procedure. Munculnya sistem baru dalam peradialn pidana ini
diprakarsai oleh para cendikiawan eropa.
Pada sistem themixed type tahap
pemeriksaan pendahuluan sifatnya inquisitoir, akan tetapi proses penyelidikan dapat
dilaksanakan oleh public prosecutor. Selain itu pada sistem ini peradialan
dilakukan secara terbuka. Dalam pelaksanaannya penyelidikan terdapat seorang ”investigating
judge” atau pejabat yang tidak memihak yang ditunjuk untuk
menyelidiki bukti-bukti dalam perkara pidana.
Kemudian ketika bangasa belanda
melakukan penjajahan di Indonesia, hukum acara pidana di Indonesia
merupakan produk dari pada pemerintahan Bangsa Belanda. Kemudian peraturan yang
menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum acara pidana dalam lingkungan peradilan
adalah Reglemen Indonesia yang dibaharui atau juaga dikenal dengan nama Het
Herziene inlandsch Rgelement atau H.I.R (staatsblad tahun 1941 nomor 44).
Dalam H.I.R terdapat dua macam penggolongan hukum acara pidana
yaitu hukum acara pidana bagi landraad dan hukum acara pidana bagi raad
van justitie. Penggolongan hukum acara pidana ini merupakan akibat semata dari
pembedaan peradilan bagi golongan penduduk bumi putra dan peradilan bagi
golongan bangsa eropa dan timur asing di jaman hindia belanda.
Meskipun undang-undang Nomor 1
Tahun 1951 telah menetapkan, bahwa hanya ada satu hukum acara pidana yang
berlaku di seluruh Indonesia yaitu R.I.B, akan tetapi ketentuan yang tercantum
didalamnya belum memberikan jaminan dan tehadap hak-hak asasi manusia,
perlindungan terhadap harkat dan mertabat menusia sebagaimana wajarnya
dimiliki oleh suatu Negara hukum.
Demi pembangunan dalam bidang
hukum dan sehubungan dengan hal sebagaimana telah dijelaskan,
maka Het Herziene Inlandsch Reglement, berhubungan dengan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1951 serta semua pelaksanaannya dan ketentuan yang
diatur dalam peaturan perundang-undangan lainnya, sepanjang hal itu
mengenai hukum pidana perlu dicabut karena tidak sesuai dengan cita-cita hukum
nasional dan diganti dengan Undang-Undang hukum acara pidana yang baru yang
mempunyai ciri kodifikatif dan unifikatif berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Berlakunya Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (Undang- Undang No.8 tahun 1981) di Indonesia maka
segala peraturan perundang-undangan sepanjang mengatur tentang pelaksanaan
daripada hukum acara pidana dicabut. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana telah diletakkan dasar-dasar humanisme dan merupakan suatu era
baru dalam lingkungan peradilan di Indonesia. Pemberlakuan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana di Indonesia merupakan hukum yang
berlaku secara nasional yang didasarkan pada falsafah pancasila dan Amandemen Undang-Undang Dasar
1945.