Batal Puasa Karena Jima'
Saturday, 25 March 2017
SUDUT HUKUM | Jima’ atau
hubungan suami isteri termasuk hal-hal yang membatalkan
puasa, selain dari makan dan minum di atas.
Dasar Ketentuan
Dasar
ketentuan bahwa berjima’ itu membatalkan puasa adalah firman
Allah SWT:
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. (QS. Al- Baqarah : 187)
Wajhu ad-dilalah dari ayat ini adalah
Allah SWT menghalalkan
bagi kita untuk melakukan hubungan suami istri pada
malam puasa. Pengertian terbaliknya adalah bahwa pada siang
hari bulan puasa, hukumnya diharamkan, alias jima’ itu
membatalkan puasa.
Sebenarnya
makna kata rafats itu
tidak harus jima’. Bahkan
percumbuan, bermesraan, serta berciuman itu pun termasuk ke
dalam wilayah rafats. Namun karena Allah SWT meneruskan di
ayat ini dengan penegasan bahwa : kamu menjadi
pakaian untuk mereka (istri) dan mereka menjadi pakaian untuk
kamu, maka menjadi jelas sekali bahwa yang dimaksud bukan
percumbuan, melainkan jima’ itu sendiri.
Para ulama
yang membuat definisi jima’, sebagaimana mereka
mendefinisikan zina yang wajib dikenakan hukum hudud adalah:
Masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan.
Mengeluarkan Mani Dengan Sengaja
Meski pun
kriteria jima’ menurut jumhur ulama adalah masuknya atau
hilangnya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan
perempuan, namun para ulama menyebutkan bahwa ketika
seseorang secara sengaja melakukan hal-hal yang berupa
tindakan fisik hingga sampai keluar maninya, maka hal itu
sudah termasuk yang membatalkan puasa.
Misalnya
seorang suami bercumbu mesra dengan istrinya,
meski pun tidak sampai melakukan hubungan badan, namun
akibat percumbuan itu, maninya keluar. Maka perbuatan itu
termasuk kesengajaan mengeluarkan mani, meski bukan
jima’. Dan hukum puasanya menjadi batal.
Onani atau
masturbasi, lepas dari hukumnya, bila dilakukan oleh
orang yang sedang berpuasa, sehingga mencapai
puncaknya dan keluar mani, maka puasanya
menjadi batal.
Keluar Mani Tidak Sengaja
Namun bila
seseorang tidak sengaja melakukan suatu perbuatan yang
mengakibatkan keluar mani, puasanya tidak batal, meski
secara fisik, keluar maninya.
Hal itu
tergambar misalnya ketika seseorang mimpi basah, sampai
akhirnya terbangun karena maninya keluar dengan
sendirinya. Maka dalam kasus ini, apa yang terjadi tidak
membatalkan puasanya. Dasarnya adalah sabda Rasulullah
SAW,
Telah diangkat pena dari tiga orang ; orang gila hingga waras, orang tidur hingga bangun dan anak kecil hingga baligh.”
Termasuk yang
puasanya tidak batal adalah seorang yang keluar
mani akibat membayangkan saja percumbuan, tampa
melakukannya secara sesungguhnya, juga tanpa melakukan
onani atau masturbasi, sehingga akibatnya keluar mani, maka
puasanya tidak batal.
Bahkan dalam
kasus tertentu, orang yang sedang sakit pun bisa saja
mengeluarkan mani, akibat penyakit yang dideritanya
itu.
Berjima’ Karena Lupa
Orang yang
melakukan jima’ di siang hari bulan Ramadhan
karena lupa bahwa dirinya sedang puasa, hukumnya oleh
para ulama dikatakan tidak batal puasanya. Asalkan
penyebabnya benar-benar karena lupa, bukan purapura lupa.
Mazhab
Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanafiyah menyebutkan bahwa hal itu
dengan dasar qiyas atas orang yang makan dan minum di siang
hari karena terlupa.
Maka silahkan dia meneruskan puasanya. Karena Allah SWT telah memberinya makan dan minum. (HR. Bukhari)
Namun dalam
hal ini, pendapat mazhab Al-Malikiyah dan
Al-Hanabilah agak berbeda. Mereka mengatakan bahwa meski pun
lupa, namun bila orang yang berpuasa itu melakukan
hubungan suami istri di siang hari bulan Ramadhan,
tetap saja puasanya batal.
Alasannya,
karena dalam kasus seorang laki-laki yang mengaku telah
celaka karena melakukan hubungan suami istri,
Rasulullah SAW tidak menanyakan apakah hal itu terjadi karena
lupa atau bukan. Beliau SAW dalam kasus itu langsung
memerintahkannya untuk membayar kaffarah, tanpa menyelidiki
terlebih dahulu urusan lupa atau tidak lupa.