Hukum Khitbah
Wednesday, 22 March 2017
SUDUT HUKUM | Khitbah
merupakan langkah awal mengenal masing-masing pribadi antara pria
dan wanita sebelum melangsungkan perkawinan. Dalam bahasa al Qur’an , peminangan
disebut dengan khitbah.
Berkaitan dengan peminangan dalam hukum Islam
bukan merupakan hal yang wajib dilalui, setidaknya merupakan suatu tahap yang
lazim pada setiap yang akan melangsungkan perkawinan. Namun prakteknya
dalam masyarakat menunjukkan bahwa peminangan merupakan suatu hal
yang hampir pasti di lakukan, sehingga seolah-olah masyarakat menganggap bahwa
khitbah merupakan hal yang wajib dilakukan. Hal ini sejalan dengan pendapat
Dawud al-Dzahiry yang menyatakan meminang hukumnya wajib.
Khitbah
atau pinangan itu ada dua macam bentuk, ada yang dengan cara terang-terangan
dan ada yang dengan cara sindiran (kinayah). Melakukan pinangan
secara terang-terangan artinya pihak laki-laki menyatakan niatnya untuk mengawininya
dengan permohonan yang jelas atau terang. Misalnya ; aku ingin mengawinimu. Hal ini dapat dilakukan terhadap wanita yang habis masa
idahnya dan
wanita yang masih sendiri statusnya.
Khitbah
dilakukan secara sindiran artinya peminang dalam mengungkapkan
keinginannya tidak menggunakan kalimat yang jelas yang dapat dipahami.
Misalnya; kamu sudah sepantasnya untuk kawin.
Sebagaimana
firman Allah dalam al-Qur’an QS Al Baqoroh 235:
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji-janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali mengucapkan pada mereka ucapan yang makruf.”
Yang
di maksud perempuan-perempuan dalam ayat di atas adalah perempuan
yang dalam iddah karena di tinggal mati oleh suaminya. Dan yang dimaksud
sindiran disini adalah seseorang yang mengucapkan kata yang tersurat berlainan
dengan tersiratnya. Seperti ucapan, “engkau wanita yang cantik, atau saya
mengharapkan sekali kiranya Allah memudahkan jalan bagiku memperoleh istri
yang cantik.”. termasuk meminang secara sindiran adalah memberikan hadiah
pada perempuan yang dalam iddah.
Sedangkan
bagi wanita yang masih dalam talak raj ‘i maka haram meminangnya
baik dengan sindiran maupun dengan terang-terangan. Hal ini di karenakan
suami yang mentalaknya masih mempunyai hak untuk kembali, selama masa
iddahnya masih berlaku.