Sarana Perlindungan Hukum
Saturday, 11 March 2017
SUDUT HUKUM | Philipus M. Hadjon membedakan 2 (dua)
sarana perlindungan hukum yakni perlindungan hukum preventif dan perlindunganhukum represif. Adapun yang menjadi dasar adanya kedua perlidungan hukum
tersebut, yakni:
Perlindungan Hukum Preventif
Berdasarkan penelitian sebuah
tim dari Council of Europe tentang The Protection of the individual
in relation in Acts of Administrative Authorities yang membahas the
right to be heard sebagai sarana perlindungan hukum yang preventif.
Penelitian tersebut merumuskan dua arti penting dari the right to be heard,
yaitu:
- Individu yang terkena tindak pemerintahan dapat mengemukakan hak-haknya dan kepentingannya;
- Cara demikian menunjang suatu pemerintahan yang baik (good administration) dan dapat ditumbuhkan suasana saling percaya antara yang memerintah dan yang diperintah.
Dengan demikian tujuan dari the
right to be heard (hak untuk didengar) adalah menjamin keadilan dan
menjamin suatu pemerintahan yang baik. Hak untuk didengar ini lebih bermanfaat
jika dibandingkan dengan hak untuk banding karena hak untuk banding tentunya
muncul belakangan sehingga sulit untuk mengumpulkan kembali bukti-bukti dan
saksi-saksi yang relevan. Selain itu kemungkinan terjadinya sengketa dapat dikurangi
dengan adanya hak untuk didengar yang dimiliki rakyat.
Perlindungan Hukum Represif
Sarana perlindungan hukum
represif pada negara-negara yang menganut civil law system ada dua set
pengadilan, yaitu pengadilan umum (di Indonesia disebut Pengadilan Negeri) dan pengadilan administrasi
(di Indonesia disebut Pengadilan Tata Usaha Negara). Sedangkan pada
negara-negara yang menganut common law system hanya mengenal satu set
pengadilan yaitu ordinary court. Selain dari dua sistem hukum tersebut,
negara-negara Skandivania telah mengembangkan suatu lembaga perlindungan hukum
yang disebut ombudsman.
Dengan demikian
perlindungan hukum represif di masing-masing negara tergantung pada sistem
hukum suatu negara apakah menganut civil law system, common law system,
atau negara tersebut tergabung dalam negara-negara Skandivania. Sehingga sarana
perlindungan hukum represif di masing-masing negara menjadi berbeda.
Justice
Ombudsman pada
hakikatnya bukanlah badan peradilan, namun badan tersebut mempunyai tugas utama
menerima laporan/keluhan dari penduduk mengenai tindak pemerintahan. Dengan demikian walaupun bukan badan peradilan, ombudsman juga
tergolong sebagai sarana perlindungan hukum yang represif karena menerima
laporan/keluhan dari masyarkat terkait tindak pemerintahan yang notabene
laporan/keluhan tersebut diterima setelah terjadi permasalahan sehingga peran ombudsman
sebagai sarana perlindungan hukum yang represif.
Dari kedua
sarana perlindungan hukum di atas, penulis berpendapat bahwa perlindungan hukum
preventif lebih relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini karena
kekosongan norma yang dibahas terletak pada tata cara atau prosedur membebankan
hak atas tanah bersama sebagai jaminan kredit konstruksi rumah susun yang
notabene berada dalam tahap awal penyelenggaraan rumah susun, sehingga dapat
mencegah terjadinya ketidakadilan dengan sarana perlindungan hukum preventif.
Dalam hal ini penyelenggara rumah susun dan calon pembeli sarusun harus
menerapkan asas good administration dalam melakukan transaksi. Penerapan
asas tersebut dapat disarankan oleh seorang notaris sebagai pejabat umum yang
berwenang salah satunya untuk memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan
pembuatan akta sesuai Pasal 15 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris (Selanjutnya disebut UUJN-P).
Penyuluhan
hukum yang dimaksud yakni terkait tata cara atau prosedur membebankan hak atas
tanah bersama sebagai jaminan kredit konstruksi rumah susun agar pihak
penyelenggara rumah susun, calon pembeli sarusun, dan kreditur sama-sama
mendapatkan perlindungan hukum. Mengenai tata cara atau prosedur membebankan
hak atas tanah bersama sebagai jaminan kredit konstruksi rumah susun tidak
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku maka dalam hal ini dapat
dilakukan penemuan hukum.