Pengertian Etika dan Politik
Monday, 3 April 2017
SUDUT HUKUM | Istilah etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu ethos yang berarti: kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berfikir. Etika menurut etimologis yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Sama halnya dengan kata moral dari bahasa Latin, yaitu mos (mores) yang juga berarti adat kebiasaan. Jadi, etimologi kata etika sama dengan etimologi kata moral.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan Kebudayaan, 1988), kata etika mempunyai tiga arti, yaitu: (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk atau tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan ataupun masyarakat. Etika merupakan istilah lain dari akhlak atau moral, tetapi juga memiliki perbedaannya masing-masing. Konsep akhlak berasal dari pandangan agama terhadap tingkah laku manusia. Agama sangat menganjurkan setiap manusia agar berakhlak dan bertingkah laku dengan baik. Nilai-nilai yang menentukan baik atau buruk, layak atau tidak layaknya suatu perbuatan maupun tingkah laku itu bersumber dari ajaran agama.
Sedangkan konsep moral lebih cenderung dilihat dalam perspektif sosial normatif, yaitu suatu tindakan yang sesuai dengan ukuran nilai menurut kebiasaan umum yang diterima oleh kesatuan sosial dan lingkungan tertentu. Sehingga yang menjadi tolak ukur suatu nilai tindakan bagi moral ialah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Sementara itu, konsep etika memandang tentang tingkah laku manusia dalam perspektif filsafat. Etika adalah ilmu tentang tingkah laku manusia, serta teori yang meneliti nilai-nilai tentang perilaku manusia. Oleh sebab itu, etika merupakan filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai dari perbuatan
dan tingkah laku manusia yang muncul dari pemikiran mendalam atau renungan filosofis yang bersumber dari akal sehat dan hati nurani. Sehingga yang menjadi tolak ukur bagi etika untuk menentukan nilai perbuatan manusia itu baik atau buruk ialah akal pikiran atau rasio (filsafat).
Salah satu contoh mengenai tindakan baik dan buruk dalam perpaduan antara etika, moral, dan akhlak adalah tentang mencari kesenangan hidup. Kesenangan hidup merupakan sesuatu yang paling diinginkan dan dicari-cari oleh manusia. Misalnya, keinginan seseorang yang ingin memiliki kekayaan. Agama telah mengajarkan untuk mencari kekayaan tersebut dengan bersungguh-sungguh dalam bekerja dan tentunya diperoleh dengan cara yang baik serta halal. Sehingga dalam mencari kesenangan hidup bukan berarti ingin memiliki kekayaan dunia sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan orang lain, tetapi juga pandai dalam memelihara tali silaturrahmi dan persahabatan karena kesenangan hidup yang sesungguhnya terletak pada kesenangan jiwa. Tindakan yang baik itu ialah apabila suatu perbuatan tersebut menjadikan jiwa lebih tenang dan bahagia.
Dari contoh tersebut, konsep akhlak terletak pada ajaran agama yang mengajarkan untuk tidak mencuri atau merampas hak milik orang lain agar memperoleh kekayaan yang diinginkan. Sedangkan konsep moral terletak pada tingkah laku yang menjaga tali silaturrahmi dengan masyarakat dalam lingkungannya, dan konsep etika terletak pada kesenangan jiwa dalam memperoleh kekayaan yang diinginkan tersebut.
Menurut terminologi, etika dapat diartikan dengan beberapa arti sebagai berikut:
- Pandangan benar dan salah menurut ukuran rasio.
- Moralitas suatu tindakan yang didasarkan pada ide-ide filsafat.
- Kebenaran yang sifatnya universal dan eksternal.
- Tindakan yang melahirkan konsekuensi logis yang baik bagi kehidupan manusia.
- Sistem nilai yang mengabadikan perbuatan manusia di mata manusia lainnya.
- Tatanan perilaku yang menganut ideologi yang diyakini akan membawa manusia pada kebahagiaan hidup.
- Simbol-simbol kehidupan yang berasal dari jiwa dalam bentuk tindakan konkret.
- Pandangan tentang nilai perbuatan baik dan buruk yang bersifat relatif dan bergantung pada situasi dan kondisi.
- Logika tentang baik dan buruk suatu perbuatan manusia yang bersumber dari filsafat kehidupan yang dapat diterapkan dalam pergumulan sosial, politik, kebudayaan, ekonomi, seni, profesionalitas pekerjaan, dan pandangan hidup suatu bangsa.
Dari definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral maupun akhlak dalam pandangan filsafat. Kata etika terus dikembangkan, sehingga dalam persoalan politik misalnya dikenal dengan etika politik. Dalam konteks perilaku politik, peran etika sangat perlu diterapkan agar kehidupan berbangsa dan bernegara bisa berjalan dengan baik dan mencapai kemakmuran.
Para filsuf sejak zaman Yunani Kuno hingga pemikir kontemporer (baik dari kalangan muslim maupun non-muslim), telah banyak mengupas persoalan etika yang dihubungkan dengan kekuasaan, kepemimpinan, pemerintahan, dan hasil rumusan mereka adalah Etika Politik, yang di dalam Islam lebih identik dengan sebutan Akhlaq as-Siyasi.
Setiap model etika yang dijadikan pegangan akan menciptakan tindakan yang berbeda-beda. Misalnya, partai politik yang berasaskan Islam berarti etika yang dijadikan standar nilainya berasal dari sumber ajaran agama Islam, yaitu memuat kecintaannya kepada negara dan sesama manusia, serta melaksanakan hukum-hukum agama bagi segala bentuk tindakan manusia berdasarkan penyesuaian dalam konteks perkembangan zaman.
Suatu sistem pemerintahan seharusnya dapat menetapkan hukumhukum sosial-politik yang dapat diterima dan diikuti oleh rakyatnya secara konsisten dan universal. Proses pembentukan hukum pemerintahan sangat berpengaruh pada bentuk kekuasaan negara dan bukan pada sistem pemerintahannya. Apakah hukum tersebut berdasarkan bentuk kekuasaan negara yang bersifat dunia ataupun yang bersifat agama. Hendaknya suatu negara itu bisa menerapkan hukum sosial-politiknya secara adil dan menyeluruh, walaupun masyarakatnya terdiri dari beberapa agama.
Dengan kata lain, semestinya bentuk hukum dalam suatu pemerintahan itu ialah bersifat agama dan sekaligus bersifat keduniawian. Misalnya, dalam sistem pemerintahan Negara Islam yang bersubstansikan sebagaimana negara sekuler yang juga berlandaskan pada fanatisme, solidaritas, dan kekuatan golongan, karena ketiga unsur itu ialah unsur terpenting dalam pembentukan suatu negara, baik dalam peradaban Islam maupun bukan Islam.
Negara juga membutuhkan perangkat hukum yang positif, yakni hukum ijtihadi yang didasarkan pada nilai-nilai keislaman untuk menghadapi tuntutan zaman yang dinamis dan selalu berkembang. Dalam hal ini, Ibnu Khaldun memperbolehkan penyesuaian hukum dalam kehidupan bernegara.
4Bentuk kekuasaan ialah susunan pemerintahan atau perserikatan yang dalam suatu negara misalnya dikenal dengan republik. Sedangkan sistem ialah susunan yang teratur dari pandangan, teori, ataupun asas yang dalam pemerintahan negara misalnya dikenal dengan sistem demokrasi, totaliter, parlementer, dan sebagainya.
Selanjutnya kata politik dalam bahasa Inggris adalah politic, yang berarti bijaksana; dalam bahasa Latin yaitu politucus; dalam bahasa Yunani yaitu politicos, berasal dari kata polis yang bermakna city (kota). Sedangkan dalam bahasa Indonesia, politik dipahami dalam tiga arti, yaitu: (1) segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat) mengenai pemerintahan suatu negara atau terhadap negara lain, (2) tipu muslihat atau kelicikan, dan (3) dipakai menjadi nama sebuah disiplin pengetahuan, yaitu Ilmu Politik.
Politik juga berasal dari kata politeia, yang dipakai oleh Plato (429-347 SM) untuk menjelaskan prinsip-prinsip atau dasar negara dan tindakantindakan kenegaraan. Menurutnya, politik berarti segala hal yang bersangkutpaut dengan berbagai tindakan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sehingga etika sangat diperlukan dalam politik, yaitu untuk memberikan penilaian apakah pemerintahan itu telah dilaksanakan sesuai dengan kebaikan dan kebenaran, atau malah sebaliknya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, edisi keempat, 2008), disebutkan bahwa politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud pada proses pembuatan keputusan atau kebijakan publik. Politik juga merupakan suatu kegiatan dalam menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh seluruh masyarakat untuk dibawa ke arah kehidupan bersama yang lebih harmonis.
Dalam konteks ilmu politik, terdapat dua tingkatan ilmu, yaitu: Ilmu Politik dan Filsafat Politik yang didalamnya terdapat etika politik. Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan bermasyarakat dalam tata kenegaraan. Sedangkan filsafat politik dan etika politik mengupas argumentasi dan pernyataan-pernyataan ilmu politik mengenai hakikat realitas manusia, pola legitimasi, dan tuntutan normatif dasar yang dikemukakan. Misalnya, tuntutan legitimasi politik demokratis yang mengandaikan bahwa dalam realitas politik, kehendak masyarakat menjadi lebih efektif dalam pengambilan kebijakan yang konkret.
Ilmu politik erat sekali hubungannya dengan filsafat politik. Dalam pandangan filsuf Yunani Kuno, filsafat politik juga mencakup dan erat hubungannya dengan moral filosofi atau etika. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, etika membahas persoalan yang menyangkut normanorma baik atau buruk. Misalnya, bagaimana seharusnya sistem pemerintahan yang terbaik untuk mencapai tujuan dan cita-cita negara, dan bagaimana seharusnya seorang pemimpin dalam bertindak untuk keselamatan negara dan masyarakatnya.
Penerapan sistem politik dalam negara, didasarkan pada gejala-gejala politik dalam masyarakat. Tingkah laku politik dianggap sebagai bagian dari tingkah laku sosial. Menurut pemikiran ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang pada hakikatnya terdiri atas bermacam-macam proses. Di antara bermacam-macam proses ini dapat dilihat gejala-gejala politik sebagai suatu kumpulan proses tersendiri yang berbeda dengan proses-proses lainnya. Inilah yang dinamakan sistem politik.
Jadi, sistem politik adalah suatu konsepsi yang berisikan antara lain ketentuan-ketentuan tentang siapa sumber kekuasaan negara, siapa pelaksana kekuasaan tersebut, apa dasar dan bagaimana cara untuk menentukan kepada siapa kewenangan melaksanakan kekuasaan itu diberikan, dan kepada siapa pelaksana kekuasaan itu bertanggung jawab.
Sistem politik menyelenggarakan fungsi-fungsi tertentu untuk masyarakat. Fungsi-fungsi itu adalah membuat keputusan-keputusan kebijaksanaan yang mengikat terhadap nilai-nilai. Keputusan-keputusan kebijaksanaan ini diarahkan demi tercapainya tujuan-tujuan masyarakat. Melalui sistem politik, tujuan masyarakat dirumuskan dan selanjutnya dilaksanakan oleh keputusan-keputusan kebijaksanaan.