Hak Konstitusional
Wednesday, 24 May 2017
SUDUT HUKUM | Konstitusi merupakan sebuah keniscayaan, yang mengakomodir kebutuhan masyarakat dan tertuang dalam bentuk naskah tertulis sebagai penjamin hak-hak warga negara, sehingga hak-hak tersebut terlegitimasi secara hukum. Konsekuensi akan hal ini adalah setiap bentuk kebijakan serta peraturan perundang-undangan yang diberlakukan tidak boleh melanggar atau meniadakan hak-hak dasar tersebut.
Perkembangan ketatanegaraan modern mengenal hak dasar yang dituangkan dalam konstitusi sebagai hak konstitusional. Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie, Hak konstitusional merupakan hak-hak yang dijamin dalam dan oleh UUD 1945.
Penjaminan hak tersebut baik dinyatakan secara tegas maupun secara tersirat. Hak ini merupakan bentuk perlindungan hukum dari perbuatan yang dimungkinkan dilakukan oleh pemegang kekuasaan penyelenggara Negara dalam hubungan negara dan warga negara. Karena dicantumkan dalam konstitusi atau undang-undang dasar maka ia menjadi bagian dari konstitusi atau undang-undang dasar sehingga seluruh cabang kekuasaan negara wajib menghormatinya. Oleh sebab itu, pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak konstitusional sebagai bagian dari konstitusi sekaligus juga berarti pembatasan terhadap kekuasaan negara. Namun untuk sampai pada kedudukan ini, pemikiran tentang hak konstitusional mengalami evolusi yang panjang.
Evolusi Pemikiran tentang Hak Konstitusional
Sejarah pemikiran hak konstitusional tidak dapat dilepaskan dari tradisi pemikiran atau doktrin Barat tentang hak-hak individu (individual rights). Meskipun demikian tidaklah tepat apabila dikatakan bahwa pemikiran tentang hak-hak individu sematamata produk peradaban Barat. Sebab dalam ajaran dan tradisi-tradisi agama-agama besar dunia, baik yang berkembang di Barat maupun di Timur, penghormatan terhadap martabat dan kepribadian manusia serta keyakinan akan keadilan memiliki akar yang kuat. Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, Buddha semua menekankan tak dapat diganggu-gugatnya segala hal yang merupakan atribut penting kemanusiaan.
Setelah berakhirnya Perang Dunia II (PD II), khususnya setelah didirikannya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menandai makin intensifnya gerakan Hak Asasi Manusia (HAM) di level internasional, makin banyaknya negara memasukkan jaminan dan perlindungan HAM secara tertulis kedalam konstitusinya, lebih-lebih setelah kejatuhan rezim Komunis pada akhir abad ke-20.
Perancangan konstitusi (constitutional drafting) negara-negara pasca Perang Dunia II terfokus pada dua masalah pokok: pertama, penegasan HAM sebagai pembatasan wilayah otonomi individu yang tak boleh dilanggar oleh negara; kedua, pembentukan MK sebagai pengadilan khusus untuk menjaga dan melindungi hak-hak asasi tersebut.
Dimasukkanya HAM kedalam konstitusi tertulis berarti memberi status kepada hak-hak itu sebagai hak-hak fundamental (fundamental law) maka hak-hak konstitusional itupun mendapatkan status sebagai hak-hak fundamental. Akibatnya, hak-hak konstitusional itu adalah hak-hak fundamental dan konstitusi adalah hukum dasar (fundamental) sehingga setiap tindakan negara yang bertentangan atau tidak sesuai dengan hak konstitusional (atau hak fundamental) itu harus dibatalkan oleh pengadilan karena bertentangan atau tidak sesuai dengan hakikat konstitusi sebagai
dasar hukum (fundamental).
Berdasarkan uraian diatas, pada evolusi pertama ini didapat catatan penting yang dapat dicatat sebagai karakteristik hak konstitusioal:
- hak konstitusional memiliki sifat fundamental. Sifat fundamental itu diperoleh bukan karena menurut sejarahnya hak-hak itu bermula dari doktrin hak-hak individual Barat tentang hak-hak alamiah melainkan karena ia dijamin oleh dan menjadi bagian dari konstitusi tertulis yang merupakan hukum fundamental;
- hak konstitusional karena merupakan bagian dari dan dilindungi oleh konstitusi tertulis, harus dihormati oleh seluruh cabang kekuasaan negara-legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Oleh karena itu, tidak satu organ negara pun boleh bertindak bertentangan dengan atau melanggar hak konstitusional itu;
- karena sifat fundamental dari hak konstitusional itu maka setiap tindakan organ negara yang bertentangan dengan atau melanggar hak itu harus dapat dinyatakan batal oleh pengadilan. Hak konstitusional akan kehilangan maknanya sebagai hak fundamental apabila tidak terdapat jaminan dalam pemenuhannya dan tidak dapat dipertahankan dihadapan pengadilan terhadap tindakan organ negara yang melanggar atau bertentangan dengan hak konstitusional dimaksud;
- perlindungan yang diberikan oleh konstitusi bagi hak konstitusional adalah perlindungan terhadap perbuatan negara atau pelanggaran oleh negara, bukan terhadap perbuatan atau pelanggaran oleh individu lain; dan
- hak konstitusional sebagai hak yang memiliki sifat fundamental, pada analisis terakhir, merupakan pembatasan terhadap kekuasaan negara.
Hak Konstitusional sebagai Pembatasan Kekuasaan Negara
Paham negara hukum baik menurut konsepsi Rechtsstaat, Etat de droit, maupun
Rule of Law, menempatkan perlindungan terhadap hak-hak individu (yang kemudian menjadi hak konstitusional) sebagai salah satu ciri atau syarat utamanya. Karena lazimnya kekuasaan negara itu dibagi dalam tiga cabang: eksekutif, legislatif. dan yudikatif, maka bahwa hak konstitusional sebagai pembatasan terhadap kekuasaan negara diatas terkandung pengertian, yaitu:
- Jika pembuat undang-undang, sebagai pemegang kekuasaan legislatif, membuat undang-undang maka undang-undang itu tidak boleh bertentangan dengan atau melanggar hak-hak konstitusional;
- Jika pemerintah, sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, mengambil atau melakukan tindakan tertetu dalam menjalankan pemerintahan maka tindakan itu tidak boleh bertentangan dengan atau melanggar hak-hak konstitusional; dan
- Jika pengadilan, sebagai pemegang kekuasaan yudikatif, melakukan tindakan mengadili dan memutus perkara yang diajukan kepadanya maka tindakan mengadili maupun putusan pengadilan itu tidak boleh bertentangan dengan atau melanggar hak-hak konstitusional.