Dasar Hubungan Hukum Dokter Dengan Pasien
Monday, 24 July 2017
Hubungan dokter dan pasien didasarkan hubungan kepercayaan. Pasien percaya terhadap dokter selau profesional dibidang kesehatan memiliki kemampuan, keterampilan, dan kesungguhan niat akan menolong dirinya sesuai dengan ilmu yang dikuasainya. Sebaliknya, dokter juga percaya bahwa pasien yang meminta bantuannya mempunyai kesungguhan niat untuk berupaya dan bekerjasama dengan dokter untuk mengatasi penyakit yang dideritanya. Oleh karena itu, hubungan antara dokter dan pasien tersebut merupakan hubungan yang sangat pribadi. Dengan kata lain, hubungan antara dokter dan pasien merupakan hubungan kerjasama untuk melakukan upaya kesehatan berdasarkan itikad baik dan kepercayaaan masing-masing pihak.
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, menjelaskan mengenai hak hak Pasien yaitu :
- Mendapatkan penjelasan yang lengkap dari dokternya,
- Meminta pendapat dokter lain,
- Mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis
- Menolak tindakan medis,
- Mendapatkan isi rekam medis.
Alinea Pertama Mukadimah Kote Etik Kedokteran Indonesia yang dilampirkan dalam surat Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 434/MENKES/SK/X/1983 tanggal 28 Oktober 1983 tentang berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia, ditegaskan bahwa sejak permulaan sejarah yang tersurat mengenai umat manusia sudah dikenal hubungan kepercayaan antara dua insan, yaitu san pengobat dan penderita. Dalam zaman modern hubungan itu disebut hubungan (transaksi) tarapeutik antara dokter dan pasien, yang berlakukan dalam suasana saling percaya mempercayai (konfidensial) serta senantiasa diliputi oleh segala emosi, harapan dan kekhawatiran makhluk insani.
Perspektif Hukum perikatan didasarkan ketentuan Buku III KUHPerdata, Transaksi Tarapeutik merupakan suatu bentuk hubungan hukum atau perikatan, dimana dokter sebagai tenaga profesional dengan kesungguhan niat untuk melakukan upaya medis sebaik-baiknya dalam membantu pasien mengatasi masalah kesehatannya. Dalam setiap hubungan hukum atau perikatan yang timbul, terdapat hak dan kewajiban. Begitu juga dalam hubungan hukum antara dokter dan pasien dapat menimbulkan hak dan kewajiban secara berlimbal balik. oleh karena idokter dengan kesungguhan niat melalukan upaya untuk membantu vasien sebaik-baiknya, maka perikatannya disebut sebagai perikatan ikhtiar atau disebut “inspannings-verbintenis”.
Pasal 1233 KUHPerdata, ditegaskan bahwa “Tiap-tiap perikatan dilahirkan karena perjanjian, baik karena undang-undang”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suatu periktan dapat timbul baik dari undang-undang, maupun dari perjanjian yang disepakati keduan belah pihak. Pasal tersebut merupakan dasar hukum terjadinya hubungan hukum antara dokter dengan pasien atau yang disebut dengan transaksi tarapeutik. Selanjutnya didalam Pasal 1234 KUHPerdata, ditegasakan bahwa “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatau, untuk berbuat sesuatau, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Ketentuan pasal ini dimkasudkan sebagai hukum tentang macam-macam objek dari peikatan atau yang disebut prestasi. Pasal ini juga dapat digunakan sebagai dasar hukum tentang objek periktan dalam transaksi tarapeutik, yaitu berbuat atau melakukan tindakan medis tertentu.
Tindakan Medis tertentu juga dapat dilakukan karena adanya kesepakatan antara dokter dan pasien yang mengakibatkan terjadi perjanjian tarapeutik. Didalam Pasal 1313 KHUPerdata, ditegaskan bahwa “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih mengakibatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Akan tetapi, hakekat hubungan hukum antara dokter dan pasien adalah hubungan pemberian bantuan berawal pada saat pasien mendatangi dokter untuk meminta bantuannya. Terkait dengan masalah kesehatan yang dideritanya. Apabila pasien datang dan bertemu dengan dokter, berarti pasien bersedia untuk mengikata diri dengan dokter. Jika kemudian dokter menerima pasien tersebut dan terjadi kominkasi tarapeutik, maka hubungan hukum pemberian bantuan sudah terjadi dan akibatnya timbul kewajiban pada dokter demi Undang-Undang sebagaimana Pasal 1354 KUHPerdata. Dikehendaki atau tidak dikehendaki, baik oleh pasien maupun dokter, Undang-Undang memberikan akibat hukum kepada para pihak sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1354-1359 KUHPerdata.
Perjanjian Tarapeutik tidak diatur secara khusus dan bukan merupakan salah satu bentuk perjanjian yang dikenal dalam KUHPerdata. Akan tetapi, Buku III KUHPerdata menganut sitem terbuka sebagaimana tersirat dalam ketentuan Pasal 1319 yang menegaskan bahwa, “ Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum, yang termuat didalam bab ini dan bab yang lalu”. Dengan demikian, apabila timbul persetujuan timbal balik antara dokter dan pasien atau keluarganya untuk dilakukan upaya kesehatan lebih lanjut, berupa tindakan medis tertentu yang memerlukan pembiayaan tertentu sebagai konsekuensi pemberian jasa kesehatan profesional, maka transaksi tarapeutik dapat dikategorikan sebagai perjanjian tarapeutik. Dengan demikian, ketentuan-ketentuan umum yang bersifat memaksa dalam hukum perjanjian juga berlaku bagi para pihak dalam perjanjian tarapeutik. Misalnya, ketentuan tentang syarat sahnya perjanjian sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1320 Buku III KHUPerdata:
- Sepakat mereka yang mengikatkan diri. Beararti antara dokter dan pasien diharapkan adanya komunikasi dan dokter dapat melakukan wawancara pengobatan, sehingga ketika pelayanan kesehatan akan dilakukan telah ada kesepakatan. Dokter memberikan informasi yang benar dan jelas terkait dengan penyakit dan tindakan medis yang akan dilakukan adalah cara yang dapat digunakan agar terjadi keseimbangan dan kesesuaian kehendakan yang diinginkan pasien dengan yang ditanyakan oleh dokter. Pasien memberikan informasi tentang riwayat atau keluhan penyakitnya sehingga dengan jelas dapat ditentukan tindakan yang akan dilakukan.
- Kecekapan untuk membuat suatu perikatan. Setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perikatan, jika oleh Undang-Undang tidak dinyatakan tidak cakap.
- Suatu hal tertentu. Berarti bahwa, suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu objek yang paling sedikit dapat ditentukan jenisnya, objek dalam pelayanan kesehatan adalah tindakan medis yang optimal, dilakukan dengan hati-hati dan sesuai standar yang berlaku.
- Suatu sebab yang halal. Tindakan medis yang dilakukan dokter harus bertujuan menolong pasien dalam memperoleh kesembuhan atau keadaan yang lebih baik.
Perjanjian yang telah memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Maka menurut Pasal 1338 KUHPerdata:
- Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
- Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan tidak cukup untuk itu.
- Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Hubungan hukum yang timbul selalu mempunyai dua segi yang isinya disatu pihak adalah hak dan kewajiban dari pihak lainnya. Tidak ada hak tanpa kewajiban dan begitu juga sebaliknya bahwa tidak ada kewajiban tanpa hak.5 hubungan hukum yang timbul dari pelayanan medis juga dapat bersumber dari undang-undang dan /atau perjanjian