-->

Dasar Pemikiran Plato

Plato belum mengenal wahyu atau ketuhanan, namun bisa dilihat dalam kehidupannya Plato lebih memaksimalkan bukti inderawi dan akal dalam pemikirannya. Gaya berfikir Plato ia peroleh dari guru-guru filsafatnya khususnya Sokrates guru yang sangat dikagumi oleh Plato, di mana Sokrates mengajar kepada Plato tentang nilai-nilai kesusilaan yang menjadi norma-norma dalam diri dan kehidupan manusia.

Dasar Pemikiran Plato


Sebelum Plato mempelajari filsafat Sokrates, ia belajar filsafat dari Kartylos, Kartylos murid dari Heraklitos, Heraklitos mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu yang tetap dan tidak berubah. Karena segala sesuatu senantiasa bergerak dan berubah maka pada dasarnya seluruh realitas senantiasa dalam proses menjadi yang terus-menerus. Bagaikan api yang selalu bergerak, demikian pula segala sesuatu itu terus-menerus bergerak dan berubah-ubah. Bagaikan air yang mengalir, demikian pula segala sesuatu itu senantiasa bergerak, berubah mengalir berlalu dan meniada, tetapi juga menjadi dengan tiada putus-putusnya. Maka tidak mungkin ada pengenalan dan pengetahuan yang pasti dan benar.

Pengaruh pemikiran berikutnya adalah Parmanides yang bertolak pikiran dari Heraklitos. Bagi Parmanides 'yang ada itu ada. Dan yang tidak ada itu tidak ada. Parmanides mengatakan tidak ada yang berubah, tidak ada yang mengalir dan berlalu serta menjadi. Yang ada itu ada dan adanya menjadi'.

Baca Juga

Selanjutnya adalah Orphisme atau sering disebut sebagai mystri orphic, yakni suatu gerakan agamis dan filsafat yang terbesar di Yunani pada abad ke-6 SM. Orphisme mengajarkan dualisme tubuh dan jiwa manusia. Jiwa terpenjara dari tubuh dan tugas manusia untuk membebaskan jiwa, semua itu hanya mungkin tercapai lewat upacara kudus dan pertarakan yang ketat, bahkan hubungan seksual pun dilarang. Penganut Orphisme meyakini akan adanya kehidupan sesudah kematian. Elemen utama ajaran Orphisme itu tampak juga dalam konsep Plato tentang manusia. Dualisme antropologik Plato, sedikit banyaknya menunjukkan pengaruh ajaran Orphisme itu dalam pemikiran-pemikiran Plato. Menurut Plato, manusia memang terdiri dari tubuh dan jiwa. Tubuh dan jiwa itu senantiasa berada dalam ketegangan dan saling tarik-menarik. Tubuh adalah musuh jiwa karena tubuh penuh dengan berbagai kejahatan, oleh sebab itu tubuh merupakan penjara jiwa.

Pengaruh pemikiran yang lain adalah Phytagoreanisme tentang tubuh dan jiwa sebagai soma-sema yang artinya tubuh (soma) adalah kubur (sema) jiwa. Pemikiran Plato tidak hanya bersumber pada pemikiran para-Soktarik, tetapi juga pada ajaran para sofis, walaupun lebih banyak secara negatif, yakni merupakan kecaman terhadap para sofis itu. Plato sangat menentang skeptisisme dan relativisme moral yang disebar luaskan oleh para sofis.24 Dengan latar belakang pemikiran tersebut Plato lebih mengedepankan gaya fikir inderawi dan akali. Namun tidak dipungkiri Plato juga mengenal keilahian.

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel