Pedoman Hakim Dalam Memutuskan Perkara
Wednesday, 26 July 2017
Hukum adalah sesuatu yang diucapkan oleh Hakim, yang menunjukkan kepada keharusan orang yang terhukum memenuhi sesuatu hak untuk pihak pendakwa. Maka itulah yang menjadi pegangan hakim, baik dia seorang mujtahid ataupun seorang muqallid, ataupun dia seorang yang diperintah memutuskan perkara dengan undang-undang yang sudah ditentukan, atau mazhab yang sudah ditetapkan.
Putusan hakim bisa dengan perkataan dan bisa pula dengan perbuatan, seperti seorang hakim mengawinkan anak yang masih kecil yang termasuk kedalam wewenangnya sedang gadis kecil itu tidak mempunyai wali. Disini akan kita perkatakan putusan yang diucapkan oleh hakim yang ada gugatan dan cukup keteangan.
Pedoman yang wajib dipegang oleh Hakim dalam memutuskan perkara didalam fiqh islam, ialah : “nash-nash yang qath’i dalalahnya dan qath’i tsubut-nya, baik Al Qur’an ataupun As Sunnah dan hukum-hukum yang telah di-Ijma’kan, atau yang mudah diketahui dari agama. Apabila Hakim memutuskan perkara berlawanan dengan ketetapan-ketetapan nash yang sudah diterangkan, maka putusannya harus dibatalkan.
Tetapi jika perkara yang dihadapi oleh Hakim, yang putusannya tidak terdapat didalam Al Qur’an, As Sunnah dan Al Ijma’, yang qath’iyah, maka dalam hal ini walaupun ada nash yang zhanny dalalahnya, ataupun tak ada nash sama sekali, maka kita harus memperhatikan pribadi Hakim yang memutuskan perkara itu. karena Hukum yang diberikan itu mungkin berbeda-beda disebabkan hakim itu adakalanya seorang mujtahid dan adakalanya pula seorang muqallid yang tidak dimestikan mengikuti sesuatu mazhab tertentu, atau undang-undang tertentu, atau muqallid yang dimestikan mengikuti sesuatu mazhab.