Penghibahan Semua Harta
Saturday, 15 July 2017
Perbedaan pendapat mengenai ukuran pemberian hibah, Sayyid Sabiq dan Chairuman Pasaribu mengemukakan bahwa para ahli hukum Islam sepakat pendapatnya bahwa seseorang dapat menghibahkan semua hartanya kepada orang yang bukan ahli warisnya, Tetapi Muhammad Ibnul Hasan dan sebagian pentahkik mazhab Hanafi mengemukakan bahwa tidak sah menghibahkan semua harta, meskipun untuk keperluan kebaikan. Mereka menganggap orang yang berbuat demikian itu sebagai orang dungu yang wajib dibatasi tindakannya.
Dalam hal ini dapat dibedakan dalam dua hal, jika hibah itu diberikan kepada orang lain (selain ahli waris) atau suatu badan hukum, mayoritas pakar hukum Islam sepakat tidak ada batasnya, tetapi jika hibah itu diberikan kepada anak-anak pemberi hibah, menurut Imam Malik dan Ahlul Zahir tidak memperbolehkannya, sedangkan fuqaha Amsar menyatakan makruh.
Kompilasi Hukum Islam menganut prinsip bahwa hibah hanya boleh dilakukan 1/3 dari harta yang dimilikinya. Apabila hibah yang akan dilaksanakan menyimpang dari ketentuan Kompilasi Hukum Islam, diharapkan tidak terjadi suatu perpecahan didalam keluarga. Prinsip yang dianut oleh hukum Islam adalah sesuai dengan kultur Bangsa Indonesia dan sesuai pula dengan apa yang dikemukakan oleh Muhammad Ibnul Hasan. Ukuran harta atau benda yang dihibahkan, Pemberian hibah juga tidak boleh melebihi 1/3 dari harta yang dimiliki pemberi hibah, hal ini diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 210 ayat (1) , yaitu :
Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki.”
Penghibah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun ada kaitannya dengan kecakapan pihak-pihak dalam membuat suatu perjanjian, meskipun hibah termasuk perjanjian yang bersifat sepihak, pihak-pihak dalam arti penghibah dan penerima hibah haruslah telah dewasa dan tidak ditaruh di bawah pengampuan. Mengenai syarat berakal sehat dan tanpa adanya paksaan ada kaitannya dengan syarat sepakat dalam membuat suatu hibah yaitu hibah diberikan tanpa adanya paksaan, penipuan maupun kekhilafan.
Ditetapkannya syarat sebanyak-banyaknya 1/3 harta benda penghibah ada kaitannya dengan hibah yang diberikan tersebut tidak merugikan ahli waris penghibah, karena jika hibah diberikan lebih dari 1/3 dari harta kekayaan penghibah, maka para ahli warisnya akan rugi karena tidak memperoleh bagian waris yang sebenarnya. Namun jika dikaitkan dengan ketentuan yang diatur dalam KHI hibah tidak boleh diberikan melebihi 1/3 dari seluruh harta kekayaan penghibah hal ini dimaksudkan untuk menghindari kerugian yang diderita oleh para ahli waris yang menurut undang-undang bagiannya tidak boleh dikurangi, sehingga dengan hibah tersebut bagian dari ahli waris menjadi kurang dari yang seharusnya diterima. Meskipun hibah merupakan suatu tindakan sepihak dari pemberi hibah dan merupakan perjanjian yang bersifat sepihak, setiap hibah harus disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi.
Oleh karena itu, dengan pertimbangan kemaslahatan dengan menganalogikan pada pemberian harta melalui jalan wasiat atau hibah yakni atas dasar hadist Sa‟ad ibn Abi Waqash, yang artinya:
Ya Rasulullah, saya sedang menderita sakit keras,. Bagaimana pendapat anda, saya ini orang berada, dan tidak ada yang dapat mewarisi harta saya kecuali seorang anak perempuan. Apakah sebaiknya saya mewasiatkan 2/3 harta saya itu?” “Jangan” jawab Rasulullah. “Separoh, ya Rasul?” sambungku. “Jangan” jawab Rasulullah. “Sepertiga” sambungku lagi. Rasulullah menjawab:“sepertiga. Sebab, sepertiga itupun sudah banyak dan besar, karena jika kamu meninggalkan ahli waris dalam keadaan yang cukup adalah lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang meminta-minta pada orang banyak”. (HR. Bukhori dan Muslim).