Lembaga-Lambaga Tertinggi Dan Tinggi Negara
Friday, 27 October 2017
SUDUT HUKUM | Yang dimaksud dengan lembaga-lembaga tertinggi dan tinggi negara Republik Indonesia adalah lembaga-lembaga tertinggi dan tinggi negara menurut UUD 1945. Lemabaga Tertinggi dan Tinggi Negara yang disebut dalam UUD 1945 adalah:
- Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
- Presiden
- Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
- Mahkamah Agung (MA)
Dari enam lembaga yang disebut dalam UUD 1945, MPR merupakan yang tertinggi, sedangkan lima yang lain adalah Lembaga tinggi.
- Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Susunan anggota MPR terdiri dari anggota –anggota DPR ditambah utusan daerah, golongan politik dan golongan karya (Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.16/1969). Jumlah anggota DPR (Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 16/1969). Anggota tambahan MPR terdiri :
- Utusan daerah, minimal 4 orang dan maksimal 7 orang (Pasal 8 UU No. 16/1969). Daerah tingkat I yang berpenduduk kurang dari satu juta jiwa mendapat 4 orang utusan. Daerah tingkat I yang berpenduduk 1-5 juta jiwa mendapat 5 orang utusan. Daerah tingkat I yang berpenduduk 5-10 juta jiwa mendapat 7 orang utusan.
- Utusan golongan politik dan golongan karya ditetapkan berdasarkan imbangan hasil pemilu, dijamin sekurang-kurangnya mendapat 5 orang utusan.
- Utusan golongan karya ABRI dan golongan bukan ABRI ditetapkan berdasarkan pengangkatan yang jimlahnya 100 orang.
MPR sebagai lembaga tertinggi negara mempunyai tugas sebagai pemegang kedaulatan negara dan pelaksana kedaulatan tersebut (Pasal 1 ayat (2) UUD 1945). Dalam UUD 1945 ditentukan bahwa MPR memiliki beberapa kewenangan atau kekuasaan, yaitu:
- Kewenangan untuk menetapkan dan mengubah UUD (Pasal 3 dan 37 UUD 1945), serta menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara.
- Kewenangan untuk memilih presiden dan wakil presiden (Pasal 6 ayat (2) UUD 1945)
- Presiden, adalah lembaga tinggi negara yang berkedudukan sebagai kepala eksekutif dan kepala negara, berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 dan penjelasannya Pasal 10, 11, 12,13, 14 dan 15 UUD 1945 meliputi:
Baca Juga
- Kewenangan eksekutif yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (2), dan Pasal 22 ayat (1).
- Kewenangan legislatif yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UUD 1945.
Kekuasaan presiden yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 5 ayat (20, Pasal 10, 11, 12, 13, 14, 15, dan Pasal 22 UUD 1945 meliputi:
- Kekuasaan eksekutif.
- Kekuasaan legislatif.
- Kekuasaan administratif.
- Kekuasaan militer.
- Kekuasaan yudikatif.
- Kekuasaan diplomatik.
Dalam menjalankan tugasnya, presiden dibantu oleh seorang wakil presiden dan para menteri negara. Hal ini ditentukan dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 17 UUD 1945.
- Dewan Pertimbangan Agung (DPA), dibentuk atas dasar ketentuan Pasal 16 ayat (1) UUD 1945. pasal tersebut menetukan bahwa susunan DPA ditetapkan dengan UU. DPA pertama dibentuk dengan ketentuan sementara (DPAS) berdasarkan Penpres No. 3 tahun 1959. DPA definitif dibentuk berdasarkan UU No.3/1967. anggota DPAS terdiri dari:
- Wakil golongan politik 12 orang.
- Wakil golongan karya 24 orang.
- Wakil dari tokoh-tokoh masyarakat 9 orang.
Jadi jumlah DPAS adalah 45 orang tidak termasuk ketentuannya (menurut Kepres No.168/1959). Anggota DPA terdiri dari:
- Tokoh-tokoh politik
- Tokoh-tokoh karya
- Tokoh-tokoh daerah
- Tokoh-tokoh nasional (termasuk kaum cendikiawan dan rohaniawan) yang jumlah seluruhnya 27 orang.
Tugas DPA adalah menjawab pertanyaan presiden yang berkaitan dengan masalah Pemerintahan (Pasal 16 ayat (2) UUD 1945) dan berhak pula mengajukan usul kepada Pemerintah. Dengan kata lain DPA berfungsi sebagai badan penasehat presiden.
- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), keanggotaan DPR sebagai lembaga tinggi negara Republik Indonesia terdiri dari golongan politik dan golongan karya. (Pasal 10 ayat (1) UU No. 16/1969). Jumlah anggota DPR 460 orang, 360 anggota berasal dari hasil pemilu, 100 orang anggota berasal dari mereka yang diangkat. Perkembangan terakhir pada pemilu 1987 jumlah anggota DPR bertambah menjadi 500 orasng. Wewenang DPR menurut UUD 1945 adalah:
- Bersama presiden membentuk UU (Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 20 ayat (1)).
- Bersama presiden menetapkan APBN dan membentuk UU (Pasal 23 ayat (1)).
Disamping tugas memberi persetujuan terhadap setiap rancangan UU dan rancangan APBN yang diajukan oleh Pemerintah, DPR juga bertugas mengawasi kebijaksanaan Pemerintah, yaitu dalam hal presiden menjalankan Pemerintahan negara. DPR juga berhak untuk mengajukan usul rancangan UU (Pasal 21 UUD 1945).
Untuk dapat menjalankan tugasnya DPR mempunyai bebrapa hak tertentu yaitu:
- Hak mengajukan pertanyaan bagi masing-masing anggota.
- Hak meminta keterangan (interpelasi).
- Hak mengadakan perubahan UU.(amandemen)
- Hak mengajukan pernyataan pendapat.
- Hak mengajukan seseorang jika ditentukan oleh peraturan perundangan.
- Hak angket.
- Hak inisiatif.
- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), adalah lembaga tinggi negara yang bertugas memeriksa tanggungjawab keuangan negara (Pasal 23 ayat (5) UUD 1945). Hasil pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK diberitahukan kepada DPR. Pembentukan BPK ditetapkan dengan Penpres. No. 11/UM/1946 tanggal 1 Januari 1947. lebih lanjut BPK diautr dengan UU No. 5/1973. sususnan BPK adalah:
- Ketua merangkap anggota
- Wakil ketua merangkap anggota
- Anggota-anggota.
Tugas dan wewenang BPK adalah memeriksa tanggungjawab keuangan negara. Maka dalam melaksanakan tugasnya, BPK diberi wewenang:
- meminta, memeriksa, meneliti pertanggungjawaban atas penggunaan, pengurusan keuangan negara, serta memberi petunjuk tentang tata cara pemeriksaan, pengawasan dan pengadministrasian keuangan negara.
- mengadakan penuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi.
- melaksanakan penelitian terhadap peraturan perundangan yang berlaku khusus yang menyangkut bidang keuangan.
Berkaitan dengan kewenangan BPK tersebut, maka BPK mempunyai fungsi:
- fungsi operatif, yaitu fungsi untuk melakukan pemeriksaan, pengawasan dan penelitian atau penguasaan dan pengurusan keuangan negara.
- fungsi yudikatif, yaitu fungsi untuk melakukan penuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi terhadap bendaharawan dan pegawai negeri lain yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, sehingga mengakibatkan kerugian negara.
- fungsi memberi rekomendasi, yaitu memberi pertimbangan kepada Pemerintah tentang pengurusan keuangan negara.
- Mahkamah Agung (MA), adalah lembaga tinggi negara yang merupakan lembaga peradilan tertinggi negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, MA bertugas mengawasi kegiatan-kegiatan peradilan yang dilakukan oleh lembaga peradilan lain yang berada di bawahnya. Tugas MA tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang menentukan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut UU. Dengan UU Pasal 24 ayat (2) UUD 1945, Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman lain bertugas menegakkan tertib hukum yang sudah digariskan oleh rakyat melalui wakil-wakilnya. Maka dalam menjalankan tugasnya, lembaga-lembaga tersebut bebas dari pengaruh lambaga-lambaga lain (termasuk Pemerintah). Dibebaskannya lembaga-lembaga penegak hukum tersebut dari pengaruh lembaga atau kekuasaan lain adalah untuk menjaga objektivitas dalam pelaksanaan tugasnya. Dengan demikian, diharapkan agar keputusan yang diambil melalui proses peradilan adalah keputusan yang adil bagi semua pihak. Undang-undang yang mengatur kakuasaan kehakiman adalah UU No. 14/1970 dan UU No. 14/1985. UU No. 14/1970 mengatur tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman pada umumnya, sedangkan UU No. 14/1985 khusus mengatur tentang kekuasaan MA.
Hubungan tata kerja antara lembaga tertinggi dan lembaga-lembaga tinggi negara.
a. Hubungan antara MPR dan Presiden
Bertolak dari ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Hubungan antara MPR dan Presiden dapat diketahui dari penjelasan UUD 1945 pada angka IV. Penjelasan tersebut mengatakan bahwa presiden adalah penyelenggra Pemerintahan tertinggi di bawah MPR, presiden sebagai Mandataris MPR, yang ahrus tunduk dan melaksanakan GBHN yang ditetapkan MPR, serta bertanggungjawab kepanya. Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa hubungan antara MPR dan Presiden adalah hubungan subordinasi, karean jelas kedudukan presiden di bawah MPR. Presiden dipih dan diangkat oleh MPR, maka kedudukan presiden tergantung pada MPR. Juka MPR menilai bahwa kebujaksanaan presiden tidak sesuai dengan UUD 1945 dan GBHN, tidak mustahil presiden akan diberhentukan sebelum berakhirnya masa jabatannya. Masa jabatan presiden adalah liam tahun.
b. Hubungan antara MPR dengan DPR.
Seluruh anggota DPR adalah juga anggota MPR. Ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945. Dengan demikian, karena jumlah anggota MPR ditetapkan dua kali lipat jumlah DPR, setengah dari seluruh anggota MPR berasal dari anggota DPR. Dalam kenyataannya tidak dapat disangkal bahwa hubungan antara MPR dan DPR terjalin baik dengan kerja sama kedua lembaga negara itu bersifat koordinatif. Jika dikaitkan dengan hubungan antara MPR dan Presiden dan tugas rangkap dari DPR, tampak lebih jelaslah kerjasama antara MPR dan DPR. MPR sebagai pemberi mandat kepada Presiden dan akan selalu meminta pertangungjawaban Presiden atas kebijaksanaan Pemerintahannya. Untuk mencegah agar jangan terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan presiden, MPR memberi tugas kepada DPR untuk melakukan pengawasan. Oleh karenanya anggota DPR adalah anggota MPR, boleh dikatakan bahwa pengawasan terhadap Pemerintah secara material adalah pengawasan langsung, namun secara formalnya adalah pengawasan tidak langsung karena pengawasan tersebut menjadi tugas DPR.
Namun demikian, karena dalam MPR semua anggota DPR adalah satu, hubungan antara MPR dan DPR terjalin baik dan koordinatif. Sebagai contoh dapat dilihat dari perasn DPR dalam pengawasan terhadap presiden.jika dilihat bahwa presiden benar-benar telah penyimpang dari GBHN dan UUD, MPR berwenang menyampaikan surat teguran (memorendum) kepda presiden. apabila teguran tersebut belum mengubah sikap presiden dalam waktu tiga bulan sejak surat teguran disampaikan, DPR mengirim surat teguran kedua, dan apabila dalam jangka waktu satu bulan presiden masih belum menanggapinya, DPR dapat mengajukan permohonan sidang istimewa kepada MPR untuk meminta pertanggungjawaban presiden.
c. Hubungan antara Presiden dan DPR.
Bertolak dari ketentuan Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 tampak jelas bagaimana hubungan antara presiden dan DPR. Hubungan dalam hal-hal sebagaimana ditentukan dalam Pasal-pasal UUD 1945 tersebut menunjukkan bahwa DPR adalah partner Pemerintah (cq.Presiden), yaitu partner dalam pembentukan UU dan penetapan RAPBN menjadi APBN. Namun, jika ditinjau dari sisi lain (dari fungsi DPR sebagai pengawas presiden), hubungan kedua lembaga tersebut tidak lagi sebagai partner, tetapi bersifat fungsional. Kecuali Pasal-pasal UUD 1945 tersebut di atas, hubungan antara presiden dan DPR dapat dilihat pula dari ketentuan Pasal 11 UUD 1945.
d. Hubungan antara Presiden dengan DPA
Didalam Pasal 16 ayat (2) UUD 1945 ditentukan bahwa DPA berkewajiaban memberi jawaban atas pertanyaan-pertanaan presiden, dan berhak mengajukan usul-usul kepada presiden. DPA adalah badan penasehat presiden sebagai kepala Pemerintahan. Kedudukan DPA tidaklah di bawah presiden tetapi sejajat. Nasehat atau usul-usul itu dapat diterima dan dapat juga ditolak, dan penolakan usul DPA tersebut tidak menimbulkan sanksi begi presiden. jadi hubungan antara kedua lembaga tersebut boeh dikatakan hubungan fungsional pula.
e. Hubungan antara DPR dan BPK
Sebagaimana ditentukan oleh Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No. 5/1973, tugas BPK adalah memeriksa tanggungjawab Pemerintah tentang keuangan negara dan memeriksa semua anggaran pendapatan dan belanja negara. Sedangkan Pasal 2 ayat (4) UU No. 5/1973 menetukan bahwa hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK diberitahukan kepada DPR. Jika ketentuan-ketentuan tersebut diperhatikan dapat disimpulakan bahwa BPK bukanlah bawahan DPR. Jika hubungan antara kedua lembaga tersebut bukan hubungan subordinasi tetapi hubungan fungsional. Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada DPR merupakan konsekwensi logis dari ketentuan bahwa DPR adalah lembaga yang turut menetapkan APBN. Maka, jika dalam pemeriksaan terdapat penyimpanagn terhadap APBN hasil pemeriksaan tersebut merupakan bahan pertimbangan DPR untuk persetujuan RAPBN tahun berikutnya. Sedangkan ketua dan wakil ketua BPK sendiri diangkat oleh presiden atas usul DPR. Dengan demikian, tampak juga bagaimana perasn DPR terhadap lembaga BPK khususnya dalam penetapan pimpinan lembaga itu.
f. Hubungan antara MA dan Lemabaga-lembaga tinggi negara lainnya.
Guna mengetahui sejauhnama dan abgaimana hubungan anatar MA dan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya, kita mencoba melihat tugas-tugas MA menurut beberapa Pasal UUD No. 14/1985. Pasal 35 UU No.14/1985 menentukan bahwa MA memberikan nasihat-nasihat hukum kepada presiden sebagai kepala negara dalam rangka mengabulkan atau menolak permohonan grasi seseorang terdakwa dan terhukum. Pasal 36 UU No.14/1985 menetukan bahwa MA dan Pemerintah melakukan pengawasan terhadap para nasehat hukum dan notaris-notaris. Pasal 37 UU No. 14/1985 menetukan bahwa MA dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada lembaga-lembaga tinggi negara yang lain, baik diminta maupun tidak. Jika kita perhatikan ketentuan dari ketiga Pasal UU No.14/1985 tersebut, jelas dapat diketahui bahwa antara MA dan lembaga-lembaga tinggi negara yang lain ada hubungan fungsional maupun kerja sama.
Note: ini adalah materi untuk pengantar ilmu hukum, sekarang Lembaga tertinggi negara ada 8, untuk lebih lengkap baca di Artikel ini (klik)