Pengertian Penyelundupan Barang
Monday, 9 October 2017
SUDUT HUKUM | Penyelundupan berasal dari kata selundup. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, 1989, kata selundup diartikan menyelunduk, menyuruk, masuk dengan sembunyisembunyi atau secara gelap untuk menghindari bea masuk atau karena menyelundupkan barang terlarang. Dalam kamus Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary kata Smuggle diartikan “to import or exsport secretly contrary to the law and especially without paying duties import or exsport something in violation of the customs law”. (mengimpor atau mengekspor secara gelap, berlawanan atau tak sesuai dengan hukum dan khususnya menghindari kewajiban membayar atas suatu impor atau ekspor yang merupakan pelanggaran peraturan pabean).
Dalam kamus bahasa Belanda-Indonesia, smokkel diartikan penyelundupan. Pasal 7 Ordonansi Bea (OB) mencantumkan kata penyelundupan dengan “Pegawaipegawai berwenang jika menyangka seorang melakukan pelanggaran, hak di luar maupun di tempat kedudukannya, memeriksa segala alat-alat pengangkutan, barang-barang yang dimuat di atasnya atau di dalamnya dan barang-barang yang sedang diangkut, memerintahkan kapal-kapal berlabuh di sungai-sungai dan di tasik-tasik, memerintahkan berhenti alat-alat pengangkutan lain atau orang-orang yang sedang mengangkut, memerintahkan membongkar sesuatu alat pengangkutan atas biaya yang bersalah dan mempergunakan segala usaha paksa yang berfaedah untuk melakukan pemeriksaan untuk mencegah penyelundupan.
Meneliti Perundang-Undangan, Keputusan Presiden Nomor 73 Tahun 1967 memuat arti penyelundupan sebagai berikut: Penyelundupan ialah delik yang berhubungan dengan pegeluaran barang atau uang dari Indonesia ke luar negeri (ekspor), atau pemasukan barang atau uang dari luar negeri ke Indonesia (impor).
Jenis-Jenis Penyelundupan Barang:
Penyelundupan Fisik
Penyelundupan fisik adalah setiap kegiatan memasukkan atau mengeluarkan barang (ke/dari Indonesia tanpa dokumen). Umumnya Para sarjana telah sepakat, bahwa yang dimaksud dengan penyelundupan fisik dalam Pasal 26b RO (Rechtenordonnatie, artinya Ordanansi Bea) adalah “barangsiapa yang mengimpor atau mengekspor barang-barang atau berupaya mengimpor atau mengekspor barang-barang tanpa mengindahkan akan ketentuan-ketentuan dari ordonansi ini dan dari regelemen-regelemen yang terlampir padanya atau yang mengangkut ataupun yang menyimpan barang-barang bertentangan dengan sesuatu ketetuan larangan yang ditetapkan berdasarkan ayat kedua Pasal 3.
Sedangkan Pasal 3 ayat (2) OB yang ditunjuk Pasal 26b “Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dari ordonansi ini dan regelemen-regelemen yang terlampir padanya tentang pengangkutan ke dan dari pelabuhan, maka Menteri Keuangan dengan semufakat Menteri Dalam Negeri, berhak untuk menunjuk jalan-jalan daratan atau perairan atau daerahdaerah, di mana barang-barang yang di tunjuknya dilarang diangkut dan/atau dalam sebuah bangunan atau di pekarangannya, jika tidak dilindungi dengan dokumen dari pegawai-pegawai bea dan cukai atau dari jawatan-jawatan lain yang ditunjuknya.”
Penyelundupan Adminitrasi
Penyelundupan administrasi adalah setiap kegiatan memasukkan atau mengeluarkan barang yang ada dokumennya tetapi tidak sesuai jumlah/jenis atau harga barang yang ada di dalamnya. Yang dimaksud dengan penyelundupan administrasi adalah yang diatur dalam Pasal 25 ayat (2) c OB
yaitu:
Memberitahukan salah tentang jumlah, jenis atau harga barang-barang dalam pemberitahuan-pemberitahuan impor, penyimpanan dalam entreport, pengiriman ke dalam atau ke laur daerah pabean atau pembongkaran atau dalam sesuatu pemberitahuan tidak menyebutkan barang-barang yang dikemas dengan barang-barang lain.”
Jika barang-barang tersebut masih di daerah pabean, dikategorikan sebagai penyelundupa administrasi, karena yang tidak sesuai adalah jumlah, jenis, atau harga barang yang dilaporkan, dan masih ada kemungkinan untuk melunasi secara utuh kewajiban-kewajiban membayar. Tetapi jika telah ada dipelabuhan, maka dikategorikan sebagai penyelundupan fisik sebagaimana diatur dalam Pasal 26b OB.