Penerapan Diskresi Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 34/PUU-XI/2013 Tentang Peninjauan Kembali Berulang Kali
Tuesday, 21 November 2017
SUDUT HUKUM | Istilah diskersi disebut juga dengan Freies Ermessen yang secara bahasa freies ermessen berasal dari kata frei artinya bebas, lepas, tidak terikat, dan merdeka. Freies artinya orang yang bebas, tidak terikat dan merdeka. Sedangkan kata ermessen berarti mempertimbangkan, menilai, menduga, dan memperkirakan . Menurut kamus hukum Freies Ermessen merupakan kewenangan/wewenang berupa kebebasan bertindak pejabat negara untuk mengambil keputusan menurut pendapat sendiri.
Diskresi adalah sesuatu yang tak bisa dipungkiri bahwa pemberian diskresi merupakan sebuah kemestian seiring dengan cita-cita pemahaman tentang Negara Kesejahtreaan (waelfare state), hal ini digunakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusan No. 34/PUU-XI/2013 Tentang peninjauan kembali lebih dari satu kali. Dengan adanya kelemahan dan keterbatasan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai peninjauan kembali dapat di lakukan lebih dari sekali. Tujuanya hanya untuk memberikan rasa keadilan kepada para pencari keadilan di Mahkamah Konstitusi.
Diskresi adalah putusan yang diambil tidak berdasarkan dengan undang-undang melainkan diluar dari peraturan perundang-undang. Manakala undang-undang belum mengatur secara jelas tentang permasalahan hukum, maka putusan diskresi bisa di keluarkan dengan tujuan untuk menjawab permasalahan hukum. Diskresi bisa saja terjadi lembaga-lembaga eksekutif maupun yudikatif, baik Presiden, Menteri, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Kepolisian, Gubernur, Bupati dan Walikota.
Tindakan pemerintah harus berdasarkan wewenang bertindak yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Terhadap hal ini dapat dikemukan argumen bahwa penyelenggaraan negara sering ditemukan dalam realita permasalahan hukum yang terjadi sebagai berikut:
- Semakin banyak, luas, dan kompleksnya masalah yang dihadapi oleh negara dalam kerangka welfare state yang menurut tindakan penyelesaian dari pemerintah;
- Seringkali pemerintah berbuat sesuatu bukan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undang, melainkan berdasar pada yang ditentukan, digariskan atau petunjuk-petunjuk dari instansi atasanya;
- Dalam hal lain, wewenang pemerintah melakukan perbuatanya berdasarkan wewenang yang ditetapkan dalam peraturan, tetapi kerap kali rumusan wewenang tersebut demikian samar-samar atau demikian sangat luas;
- Apabilah asas legalitas dijalankan secara kaku, pemerintah akan sulit mengantisipasi setiap perkembangan yang terjadi dalam masyrakat oleh karena setiap saat harus menunggu peraturan perundang-undanganya terlebih dahulu seperti di bawah ini;
- Dipihak lain, yaitu badan legislatif memiliki sejumlah kelemahan;
- Tidak dapat sepenuhnya menangani semua perkembangan yang terjadi;
- Tindakan sepenuhnya menguasai persoalan mengalami hambatan proses (proedural) dan;
- Kesulitan-kesulitan dalam setiap kali mengambil keputuan.
Mengacu pada pendapat Posner-Vermeule tentang hubungan kekuasaan antara legislatif dan eksekutif berkenaan dengan kekuasaan diskresi. Pendapat Posner-Vermeule bahwa kekuasaan diskresi sesungguhnya dilakukan oleh pembentuk undang-undang melalui praktek delegasi dengan pertimbangan pembentuk undang-undang mengalami sejumlah kondisi yang dinamakan institutional disadvantages sehingga darinya tidak mungkin dituntut untuk melakukan tindakan. Hal ini berarti bahwa secara prinsip konsepsi yuridis mengenai kekuasaan diskresi sebagai delegasi dari pembentuk undang-undang memiliki pembenaran secara teoritis meskipun teori yang dirujuk adalah praktek hukum ketatanegaraan negara lain.
Kajian teori keadilan yang berkaitan dengan peninjauan kembali lebih dari sekali tidak terlepas juga dengan dukungan kajian filsafat hukum dan beberapa teori hukum yang akan dipakai dalam kajian teori keadilan mengenai peninjauan kembali lebih dari satu kali. Sehingga pengkajian dibawah ini penulis juga akan menambahkan pengkajian keadilan menurut pandangan filsafat hukum untuk memperkaya penulisan dan membuka pemahaman didalam skripsi ini untuk mengatahui tujuan dari Putusan Mahkamah Konstitusi No. 34/PUU-XI/2013 Tentang peninjauan kembali lebih dari satu kali.