Pandangan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang Terhadap Alat Tukar Bitcoin
Sunday, 7 January 2018
SUDUT HUKUM | Sejak kemunculan mata uang baru yaitu mata uang virtual currency bitcoin, sejumlah otoritas dibeberapa negara membicarakan mata uang tersebut. Hal ini membuat heboh karena mata uang digital di dunia maya, ternyata bisa juga dipakai di dunia nyata. Adapun konsep yang ada pada mata uang virtual ini sebagaimana telah dijelaskan pada artikel sebelumnya yaitu memperkenalkan sistem mata uang alternatif dunia yang benar-benar mengacu pada kekuatan supply dan demand, kenaikan harga terjadi karena banyaknya permintaan dan sebaliknya penurunan harga terjadi karena banyaknya barang yang ditawarkan. Dalam hal ini bitcoin sebagai mata uang yang independen dan tidak ada intervensi (campur tangan) dari pihak manapun.
Dengan adanya konsep ini masayarakat umum secara bertahap mencoba membeli dan menggunakan uang digital ini sebagai alat tukar virtual dalam transaksi nyata maupun maya. Al hasil ini membuat harga bitcoin yang secara cepat dalam waktu yang singkat mengalami kenaikan karena permintaan yang begitu banyak. Dari sini lah berbagai otoritas keuangan heboh membicarakan bitcoin virtual currency ini.
Karena berlawanan dengan sistem sentarlisasi (terpusat) yang diterapkan oleh sebagian besar bank sentral di dunia, beberapa bank sentral dunia bahkan merasa perlu untuk memberikan pernyataan terhadap fenomena bitcoin ini. Bank sentral Islandia menyatakan bahwa transaksi dengan bitcoin dianggap sebagai pergerakan modal ke luar negeri dan illegal. Sementara bank sentral Rusia memperingatkan bisnis yang menggunakan bitcoin sebagai alat pembayaran dengan dianggap berpotensi terlibat terhadap tindak pencucian uang atau pendanaan terorisme.
Di China bitcoin beredar bebas dengan peringatan, mereka memberikan larangan untuk perusahaan-perusahaan, tetapi masyarakat diperbolehkannya transaksi dengan bitcoin sebagai aktivitas perdagangan komoditas di internet. Demikian untuk Negara Korea menganggap bahwa bitcoin tidak memiliki nilai intrinsik sehingga tidak memiliki indikator perbandingan.
Namun banyak pula negara-negara merespon transaksi bitcoin dengan sikap terbuka, salah satunya di Amerika Serikat dimana bitcoin boleh beredar sebagai transaksi elektronik. Sementara di Singapura bitcoin boleh beredar namun bank sentral tak ikut campur atas transaksi dengan bitcoin, tetapi akan mengenakan pajak karena bitcoin dianggap komoditas. Di Malaysia bank sentral memperbolehkan transaksi dengan bitcoin. Akan tetapi masyarakat dihimbau untuk berhati-hati dalam bertransaksi dan berinvestasi dengan mata
uang virtual ini.
Di Indonesia bank sentral Indonesia sempat menyampaikan pernyataannya mengenai bitcoin ini. Melalui siaran pers yang diedarkan pada tanggal 6 Februari 2014 menyatakan bahwa bitcoin maupun mata uang virtual currency lainya bukanlah merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia. Kemudian Bank Indonesia menghimbau kepada masyarakat agar berhati-hati terhadap bitcoin dan virtual currency lainnya. Segala resiko terkait kepemilikannya ditanggung sendiri oleh pemilik atau penggunanya. Sebagaimana Bank Indonesia ungkapkan juga bahwa mata uang haruslah memiliki penangguang jaminan dan dasar hukum untuk melindungi pemiliknya sementara bitcoin dianggap lemah dari sisi penanggung jawaban serta pengawasannya.
Memperhatikan Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang sebagaimana dijelaskan dalam artikel sebelumnya bahwa dalam pasal 1 mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah. Sedangkan uang sendiri yaitu alat pembayaran yang sah. Selanjutnya dijelaskan dalam pasal 21 dan 22 bahwa yang wajib digunakan dalam setiap lalu lintas pembayaran yaitu Rupiah, transaksi perdagangan internasional, simpanan di bank dalam bentuk valuta asing, transaksi pembiayaan internasional haruslah menggunakan Rupiah. Dalam penjelasan pasal tersebut artinya tidak ada yang layak dijadikan alat tukar atau pembayaran selain Rupiah dalam transaksi apapun di Indonesia.
Penjelasan mengenai mata uang di Indonesia juga dilanjutkan dengan adanya peraturan yang dibuat Bank Indonesia. Adapun peraturan mengenai uang dengan berlandaskan pada Undang-Undamh No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Bank Indonesia membuat peraturan yang lebih rinci mengenai uang seperti peraturan mengenai uang elektronik yang tidak dijelaskan secara detail dalam undang-undang mata uang. Peraturan Bank Indonesia No: 11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik menjelaskan penerbitan uang elektronik wajib menggunakan satuan uang Rupiah. Disamping itu, setiap pengguna uang elektronik di wilayah republik Indonesia wajib menggunakan uang Rupiah. Kewajiban penggunaan uang Rupiah ini merupakan amanat dari undang-undang tentang Bank Indonesian serta memperhatikan Undang- Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Selain itu kewajiban penggunaan uang Rupiah didasarkan pada pertimbangan bahwa nilai dalam uang elektronik harus dapat dikonversi secara penuh sehingga nilai satu Rupiah pada nilai uang elektronik harus sama dengan satu Rupiah pada uang tunai. Selain peraturan mengenai uang elektronik yang dibuat oleh Bank Indonesia terkait wajib menggunakan Rupiah, Bank Indonesia juga membuat buku panduan uang Rupiah yang dilandaskan berdasarkan UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang mengenai ciri-ciri keaslian dan standar visual kualitas Rupiah. Sebagaimana penjelasannya dalam pasal 1 ayat 5 UU no.7 tahun 2011 tentang Mata Uang bahwa alat tukar atau mata uang harus lah mudah dikenali oleh masyarakat berupa unsur pengamanan yang tertanam pada bahan uang dan terdapat dua jenis bahan uang yang dimaksud dalam undang-undang ini yaitu kertas dan logam.
Bitcoin jika disinggung dengan transaksi perdagangan valuta asing maka model perdagangannya pun sama yaitu pertukaran mata uang fisik rupiah ke mata uang digital atau mata uang fisik Negara lain dengan harga dan nilai mengikuti supply dan demand (untuk bitcoin) atau kurs yang telah ditentukan oleh bank central dunia (untuk valuta asing) sebagai kepentingan investasi atau melakukan perdagangan barang maupun jasa ke Negara lain dengan menggunakan mata uang dunia yang telah disepakati. Namun di Indonesia saat ini Bank Indonesia hanya baru membuat aturan mengenai tatacara atau ketetapan dalam transaksi valuta asing untuk uang fisik rupiah dengan uang fisik lainnya.
Sebagaimana yang baru-baru ini Bank Indonesia melakukan penyempurnaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait transaksi valas dan lindung nilai yakni PBI No.16/16/PBI/2014 tanggal 17 September 2014 tentang transaksi valuta asing terhadap rupiah antara bank dengan pihak domestik, PBI No.16/17/PBI/2014 tanggal yang sama tentang transaksi valuta asing terhadap rupiah antara bank dengan pihak asing, dan PBI No.16/18/PBI/2014 pada tanggal yang sama tentang perubahan atas PBI No.15/8/PBI/2013 tentang transaksi lindung nilai kepada bank.
Peraturan mengenai mata uang apa yang dijadikan sebagai alat tukar di Negara Indonesia sudah sangat jelas di atur, ketika terdapat alat tukar lain yang masuk ke negara ini dan dijadikan sebagai alat pembayaran maka alat tukar tersebut tidak sah. Melihat bitcoin akan dijadikan alat pembayaran atau alat tukar dalam transaksi khususnya perdaganyan online maka bisa dikatakan bitcoin ini adalah tidak sah berdasarkan undang-undang tentang mata uang.
Apalagi bitcoin ini tidak memiliki bentuk dan sifat nyata, serta sulit dikenal oleh masyarakat umum. Ketika ada seorang bertanya bagaimana bentuk bitcoin dan meminta secara wujud nyata? maka jawabannya tidak ada.
Sebagaimana dijelaksakn dalam artikel sebelumnya mengenai konsep bitcoin. bahwa keseluruhan bitcoin adalah virtual. Bitcoin pun memiliki kelebihan dan kekurangan yaitu berdasarkan hasil observasi penulis dengan merangkum semua wawancara yang dilakukan baik penulis maupun pihak lain seperti televisi swasta serta pengalaman yang penulis alami ketika menggunakan bitcoin. maka kelebihan dan kekuranagn dari bitcoin yakni.
- Kelebihan
- Dalam transaksi bitcoin, tidak ada nomor kartu kredit yang bisa dikumpulkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
- Dengan bitcoin dimungkinkan melakukan transaksi anonim atau tanpa mengungkapkan identitas pengguna sama sekali. Di dompet bitcoin tidak ada nama pemilik atau informasi apapun yang bisa diketahui oleh merchant ataupun orang lain. Hal ini sangat berbeda dengan transaksi online konvensional seperti transfer bank yang membutuhkan nama lengkap dan identitas pendukung.
- Metode Pembayaran Global yang Efisien. Bitcoin dapat ditransfer dari Indonesia ke Canada dalam waktu 10 menit. Tidak ada bank yang memperlambat prosesnya, tidak ada biaya yang mahal, tidak ada pembekuan dana, tidak akan ada yang bertanya dari mana uang berasal dan apa tujuannya.
- Asalkan ada internet, semua orang dapat melakukan transaksi dimana saja dan kapan saja di dunia ini, dengan menggunakan tablet, handphone, atau komputer. Bitcoin juga tidak mengenal hari libur atau cuti bersama, mau jam berapa saja, hari apa saja transaksi dapat dilakukan.
- Harga bitcoin ditentukan oleh penawarean (supplay) dan permintaan (demand).
- Saat ini bitcoin cocok sebagai tempat investasi.
- Kekurangan
- Bitcoin berpotensi hilang dari dompet digital, jika komputer terserang virus atau terjadi pencurian password atau hacker.
- Bitcoin belum menjadi mata uang yang sah dan resmi karena tidak memiliki otoritas yang berwenang untuk menerbitkan dan mengatur, mengelola sirkulasi dan distribusi, menjamin keaslian, menjaga nilai tukar. Semua fungsi tersebut dilakukan oleh sistem sehingga tidak jelas penanggungjawabnya.
- Bitcoin tidak diasuransikan
- Bitcoin rawan digunakan sebagai tempat pencucian uang (money laundry).
- Belum ada peraturan yang sah mengeni bitcoin dari Bank Indonesia maupun pemerintah.
- Nilai bitcoin bisa jatuh atau bahkan mencapai titik 0 (nol).
- Bitcoin dapat digunakan sebagai transaksi jual-beli gelap seperti jual- beli senjata api, narkoba dan lainnya.
Pernyataan “tidak sah sebagai alat tukar di Indonesia” terhadap bitcoin semakin dipertegaskan Bank Indonesia dengan memperhatikan konsep bitcoin yang sifatnya independen, ini akan menyulitkan bank sentral atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mencatat lalulintas pembayaran yang terjadi jika bitcoin digunakan sebagai alat pembayaran. Resiko terhadap pencucian mata uang juga akan kerap terjadi serta transaksi-transaksi kotor lainnya akan tidak terlihat, ini karena pemilik atau pengguna bitcoin tidak dapat terdeteksi. Banyak sisi negatif yang akan timbul ketika bitcoin ini dijadikan sebagai alat pembayaran jikalau bitcoin ini bersifat independen dan Bank Indonesia atau OJK belum bisa melakukan pengawasan dan pencatatan terhadap transaksi yang terjadi serta identitas pemilik atau pengguna tidak diketahui.
Sampai saat ini Bank Indonesia hanya bisa melegalkan bitcoin saja karena belum adanya peraturan mengenai alat tukar virtual currency atau sanksi tindak pidana dalam undang-undang jika menggunakan alat tukar lain selain Rupiah. Dalam UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang hanya menjelaskan sanksi tindak pidana jika tidak menggunakan Rupiah, penolakan terhadap Rupiah, peniruan Rupiah dan merusak Rupiah. Selain bitcoin dapat dijadikan sebagai alat tukar, bitcoin juga dijadikan sebagai alat investasi oleh penggunnya seperti yang dipaparkan dalam artikel sebelumnya banyak pengguna bitcoin yang menggunakan bitcoin memulainya dengan cara berinvestasi terlebih dahulu.
Masyarakat yang mengerti dengan keberadaan uang virtual ini mencoba untuk menginvestasikan dengan cara menukarkan uang Rupiahnya kedalam bitcoin dengan memanfaatkan fluktuasi harga bitcoin. Namun memperhatikan hal ini Bank Indonesia hanya bisa menghimbau kepada masyarakat pengguna bahwa segala resiko dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan bitcoin atau virtual currency lainnya ditanggung sendiri karena tidak adanya pengawasan serta jaminan pemilik dari Bank Indonesia. Ini disebabkan bitcoin bersifat independen.
Jadi menurut hemat penulis bitcoin ketika dijadikan sebagai alat tukar maka dengan memperhatikan UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang ini, bisa dikatakan bahwa bitcoin adalah tidak sah jika digunakan sebagai alat tukar di Indonesia dan dilarang penggunaannya karena bitcoin diluar dari sistem sentralisasi yang ada di Indonesia. Penggunaan bitcoin tidak dijadikan sebagai alat tukar atau hanya sebagai komoditas ini tidak dipermasalahkan secara yuridis karena tidak ada peraturan yang mengatur maupun melarang dari OJK atau Bank Indonesia terhadap bitcoin. Akan tetapi terkait resiko seperti kehilangan dan kerugian itu ditanggung sendiri oleh penggunanya sebagaimana siaran pers “Pernyataan Bank Indonesia Terkait Bitcoin dan Virtual Currency Lainnya” No: 16/ 6 /DKom.