Pengertian Hukum Adat dan The Living Law
Saturday, 12 May 2018
SUDUT HUKUM | Sebelum masuk pada pembahasan living
law, perlu adanya pembahasan mengenai hukum adat yang merupakan suatu hal
yang berdekatan. Menurut Soepomo hukum adat adalah hukum yang hidup (the
living law), karena ia menjelmakan perasaan hidup yang nyata dari rakyat.
Sesuai dengan fitrahnya, hukum adat terus menerus tumbuh dan berkembang seperti
masyarakat sendiri. Hukum adat merupakan istilah teknis ilmiah, yang
menunjukkan aturan-aturan kebiasaan yang berlaku di kalangan masyarakat yang
tidak berbentuk peraturan-perundangan yang dibentuk oleh penguasa pemerintahan.
Beberapa definisi
hukum adat yang dikemukakan para ahli hukum, antara lain yaitu:
a. Prof.Van Vallenhoven, yang pertama kali menyebut hukum adat memberikan
definisi hukum adat sebagai : “ Himpunan peraturan tentang perilaku yang
berlaku bagi orang pribumi dan timur asing pada satu pihak yang mempunyai
sanksi (karena bersifat hukum) dan pada pihak lain berada dalam keadaan tidak
dikodifikasikan (karena adat). Abdulrahman , SH menegaskan rumusan Van Vallenhoven
dimaksud memang cocok untuk mendeskripsikan apa yang dinamakan Adat Recht pada
jaman tersebut bukan untuk Hukum Adat pada masa kini.
b. Menurut
J.H.P. Bellefroid
Hukum adalah
suatu peraturan hidup yang tidak tertulis dan tidak diundangkan, tapi dihormati
dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut
berlaku sebagai hukum.
c. Menurut
Hardjito Notopuro
Hukum adat
adalah hukum yang tidak tertulis dan merupakan kebiasaan dengan ciri khas
tersendiri dan menjadi pedoman kehidupan rakyat dalam menyelenggarakan tata
keadilan dan kesejahteraan masyarakat dan bersifat kekeluargaan.
d. Menurut
Soerjono Soekanto
Hukum adat
pada hakikatnya adalah hukum kebiasaan yang mempunyai akibat hukum, dan
merupakan perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama menuju pada “rechtsvardigeordening
der samenlebing”.
e. Menurut
hasil Seminar Hukum Adat dan pembinaan Hukum Nasional
Hukum adat
diartikan sebagai Hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk
perundang-undangan Republik Indonesia, yang di sana sini mengandung unsur
agama.
f. Menurut
Bushar Muhammad
Hukum adat
adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusai Indonesia dalam hubungan satu
sama lain, baik yang merupakan keseluruhan kelaziman, kebiasaan, dan kesusilaan
yang benar-benar hidup di masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan oleh
anggota masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan peraturan mengenai
sanksi atas pelanggaran yang ditetapkan dalam keputusan para penguasa.
Dari seluruh
pengertian di atas dapat diketahui the living law adalah hukum yang
hidup dan sedang aktual dalam suatu masyarakat, sehingga tidak membutuhkan
upaya reaktualisasi lagi. The living law bukan sesuatu yang statis,
tetapi terus berubah dari waktu ke waktu. The living law adalah hukum yang hidup di dalam masyarakat, bisa tertulis
bisa juga tidak. Secara sosiologis, the living law senantiasa akan hidup
terus dalam masyarakat. The living law merupakan aturan-aturan yang
digunakan di dalam hubungan-hubungan kehidupan yang sedang berlangsung dan
bersumber dari adat istiadat atau kebiasaan.
Menurut Ehrlich
konsep mengenai hukum yang hidup dalam masyarakat (The Living Law),
sebagai lawan dari hukum perundang-undangan. Dengan konsepnya itu, pada
dasarnya hendak dikatakan bahwa hukum itu tidak kita jumpai di dalam
perundang-undangan, di dalam keputusan hukum, atau ilmu hukum tetapi hukum itu
ditemukan dalam masyarakat sendiri. Ehrlich berpendapat bahwa hukum itu
merupakan variabel tak mandiri. Dihubungkan dengan fungsi hukum sebagai sarana
kontrol sosial, hukum tidak akan melaksanakan tugasnya apabila landasan tertib
sosial yang lebih luas tidak mendukungnya. Berakarnya tertib dalam masyarakat
ini berakar pada penerimaan sosial dan bukannya paksaan dari negara.
Menurut
Djojodigoeno, dalam dimensi hukum adat mengandung dua dimensi, yaitu dimensi
formal dan materiil. Dalam dimensi formal hukum adat adalah hukum yang tidak
tertulis. Sedangkan dimensi materialnya hukum adat adalah sistem norma yang
mengekspresikan perasaan keadilan masyarakat.
Keadilan
merupakan ruh bagi bangunan syari’ah, setiap ketentuan hukum yang menyimpang
dari keadilan bukan termasuk syari’ah, dan harus digantikan dengan ketentuan
yang mencerminkan keadilan. oleh karena itu, keadilan merupakan tolak ukur
suatu hukum. Ketika hukum tersebut tidak bisa mewujudkan rasa keadilan itu, maka
masyarakat bisa memakai hukum yang lain, di mana hukm tersebut dapat memerikan
rasa keadilan.
Filosof Aristoteles memperkenalkan
teori etis dalam bukunya yang berjudul Rhetorica dan Ethica
Nichomacea bahwa tujuan hukum adalah semata-mata untuk mewujudkan keadilan.
Maksud dari keadilan tersebut ialah Ilustitia est constans et perpetua ius
suum cuique tribuere yang artinya memberikan kepada setiap orang apa yang
menjadi bagian atau haknya, bagian atau hak setiap orang tidak sama. Menurut Gery, teori tersebut bertujuan untuk merealisir atau
mewujudkan keadilan, hakikat keadilannya adalah penilaian terhadap suatu
perlakuan atau tindakan dengan mengkaji melalui suatu norma yang menurut
pandangan subyektif (kepentingan kelompok atau golongan) melebihi norma lain.
Mengenai
batasan keadilan sangat susah, Aristoteles membedakan keadilan menjadi dua
macam, yaitu keadilan distributif atau verdelende ialah keadilan yang
menuntut setiap orang mendapat apa yang menjadi haknya atau jatahnya. Setiap
orang tidak sama jatahnya, tergantung pada kekayaan, kelahiran, pendidikan dan
kemampuan, sifatnya proporsional. Sedangkan keadilan komutatif atau vergeldende
ialah keadilan yang memberikan jatah kepada setiap orang sama banyaknya
tanpa harus mengingat jasa-jasa perseorangan. Maksudnya adalah kesamarataan dan
dapat dikatakan adil apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang
kedudukan dan lain sebagainya.
Rujukan:
- Ratno Lukito, Tradisi Hukum Indonesia,(Yogyakarta:Penerbit Teras, 2008).
- Zaenul Mahmudi, Keadilan Dalam Pembagian Warisan Bagi Perempuan Dalam Islam, Disertasi Doktor, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2012).
- Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar,(Bandung: Refika Aditama, 2010).
- Iman Sudiyat, Asas-Asas Hukum Adat Bekal Pengantar,(Yogyakarta : Liberty Yogyakarta, 1991).
- Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum; sebuah sketsa (Bandung: Refika Aditama, 2003).