Rukun Hibah
Tuesday, 22 May 2018
Rukun Hibah - Menurut ulama Hanafiyah, rukun hibah adalah ijab dan kabul, sebab keduanya termasuk akad seperti halnya jual beli. Dalam kitab Al-Mabsûth, mereka menambahkan dengan qabdhu (pemegangan/penerimaan), karena dalam hibah harus ada ketetapan dalam kepemilikan. Sebagian ulama Hanafiyah berpendapat bahwa kabul dari peneima hibah bukanlah rukun. Dengan demikian, hibah cukup dengan adanya ijab dari penerima. Hal ini dikarenakan oleh arti hibah itu sendiri yang tak lebih berarti “sekedar pemberian”. Selain itu, kabul hanyalah dampak dari adanya hibah, yakni pemindahan hak milik.
Rukun hibah terdiri dari empat macam, yaitu:
- Orang yang memberi (wâhib)
Pemberi hibah adalah pemilik sah barang yang dihibahkan dan pada waktu pemberian itu dilakukan berada dalam keadaan sehat, baik jasmani maupun rohaninya. Selain itu, pemberi hibah harus memenuhi syarat sebagai seorang yang telah cakap dalam transaksinya yaitu hibah dan mempunyai harta atau barang yang dihibahkan. Pada dasarnya pemberi hibah adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang cakap melakukan perbuatan hukum.
- Orang yang diberi (mawhûb-lah)
Penerima hibah adalah setiap orang, baik perorangan maupun badan hukum serta layak untuk memiliki barang yang dihibahkan padanya. Penerima hibah diisyaratkan sebagai orang yang cakap melakukan tindakan hukum jika ia belum cakap hukum maka diwakili atau diserahkan kepada pengawasan walinya. Selain itu, penerima hibah dapat terdiri atas ahli waris atau bukan ahli waris, baik orang muslim maupun nonmuslim, yang semuanya adalah sah hukumnya.
- Harta atau barang yang dihibahkan
Harta atau barang yang dihibahkan dapat terdiri atas segala barang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, bahkan manfaat atau hasil sesuatu barang dapat dihibahkan. Selain itu, hibah mempunyai syarat-syarat tertentu juga yang telah penulis sebutkan dalam penjelasan di atas.
- Ijab kabul
Suatu transaksi hibah dapat terjadi dengan adanya ijab dan kabul. Kepemilikan menjadi sempurna setelah barang hibah diterima oleh penerima hibah. Ijab dalam hibah dapat dinyatakan dengan kata-kata, tulisan, atau isyarat, yang mengandung arti beralihnya kepemilikan harta secara cuma-cuma.19 Ijab kabul (serah terima) di kalangan ulama mazhab Syafi’i merupakan syarat sahnya suatu hibah. Selain itu, mereka menetapkan beberapa syarat yang berkaitan dengan ijab kabul, yaitu sesuai antara kabul dengan ijabnya, kabul mengikat ijab, akad hibah tidak dikaitkan dengan sesuatu (akad tidak tergantung) seperti perkataan:
Aku hibahkan barang ini padamu, bila si anu datang dari Mekah.