-->

Hakikat Hukum

Hakikat Hukum - Untuk memahami Hakikat Hukum secara mendalam yaitu dengan kajian filsafat hukum, yang dimaksud bukan mengartikan hukum sesuai dengan definisinya, tetapi lebih mendalami hukum secara filosofinya dan hakikatnya. Kajian filsafat hukum menghendaki suatu penelitian mengenai unsur-unsur apa saja yang terkandung dalam pengetahuan hukum, atau dengan kata lain adanya suatu pertanyaan mengenai apa yang diketahui oleh semua orang mengenai hukum itu.

Hakikat Hukum


Hampir setiap orang pasti mengetahui dan meyakini bahwa di da­lam dirinya melekat adanya hukum dalam arti hak untuk melakukan dan berbuat sesuatu. Hak merupakan hukum dalam arti sempit, sebab sebagai imbalannya akan terlihat kewajiban dari para subjek hukum itu. Jika membicarakan hukum dan hak tidak lepas dengan kewajiban, karena keduanya merupakan masalah yang tidak dapat dipisahkan. Dari segi pengertiannya hukum dan hak itu dapat dibedakan bahwa hukum atau disebut juga hukum objektif ialah segala ketentuan yang mengatur hubungan antara orang-orang di masyarakat, sedangkan hak atau hukum ialah sesuatu yang menjadikan tuntutan seseorang sesuai menurut keten­tuan hukum objektif.

Hukum atau hukum objektif adalah kaidah dalam arti luas, sedangkan hak atau hukum subjektif adalah kaidah dalam arti sempit. Adapun mengenai perbedaannya adalah sebagai berikut:
  • Hukum subjektif :

  1. Hukum subjektif atau hak ialah suatu kekuasaan atau keseluruhan kekuasaan dari seseorang untuk dirinya sendiri, menguasai sesuatu atau menuntut sesuatu dari orang lain.
  2. Hukum subjektif atau hak ialah suatu kekuatan yang diatur oleh hukum objektif, yang mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain mempunyai kewajiban atas sesuatu itu.

  • Hukum objektif :

  1. Hukum objektif atau hukum, ialah ketentuan hukum atau keselu­ruhan ketentuan hukum.
  2. Hukum objektif atau hukum ialah suatu ketentuan yang mengatur hubungan antara dua orang atau lebih.

Hukum dalam arti hak memberikan hubungan yang melekat terhadap manusia dengan sesuatu benda untuk berbuat atau tidak berbuat se­suatu yang berkaitan dengan haknya itu. Hak itu melekat pada diri manu­sia untuk melakukan apa saja asalkan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, berarti hak itu dijamin oleh hukum sehingga mempunyai kepastian hukum terhadap hak itu.

Pengertian Hak adalah wewenang yang diberikan hukum objektif kepada subjek hukum. Wewenang yang diberikan kepada subjek hukum itu contohnya adalah wewenang untuk memiliki tanah dan bangunan yang penggunannya diserahkan kepada pemilik itu sendiri. Ia dapat berbuat apa saja terhadap tanah dan bangunan itu misalnya untuk menguasai, menjual, menggadaikan dan sebagainya, asal saja tidak ber­tentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, kesusilaan, dan kepatutan.

Mengenai unsur yang terdapat pada hak (subjektif recht) itu, terdapat beberapa pendapat, yaitu:
  1. Teori kehendak yang diajarkan oleh B. Winsheid, yang mengemukakan bahwa secara primer ada unsur kehendak. Ia mengemukakan pendapatnya tentang hak, Hak adalah suatu kehendak yang dilengkapi dengan kekuatan (macht) yang diberikan oleh tata hukum.
  2. Teori kepentingan yang diajarkan oleh Rudolf Van Jhering, yang mengemukakan, bahwa dalam hak itu yang penting ialah unsur ke pentingan. Ia mengemukakan, bahwa hak ialah kepentingan yang lindungi oleh hukum.
  3. Teori kekuatan (macht) yang diajarkan oleh L.J. Van Apeldoorn, menurut pendapatnya, hak itu ialah suatu kekuatan (macht), diatur oleh hukum yang berdasarkan kesusilaan (zedelijkheid atau moral) dan fisik. Contohnya, seorang pencuri menguasai barang curian, tetapi tidak mempunyai hak apa pun atas barang itu, karena tidak mempunyai kekuatan dari kesusilaan dan keadilan.
  4. Lemaire menganggap hak, izin bagi yang bersangkutan untuk berbuat sesuatu. Izin yang diberikan itu bukan dari hukum kepada yang bersangkutan, tapi merupakan hal yang berdiri sendiri.

Hak atau hukum subjektif, dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu :
  1. Hak absolut (mutlak) ialah suatu hak yang berlaku bagi setiap orang atau dengan kata lain hak yang sifatnya dapat dipertahankan oleh siapa saja.
  2. Hak relatif (tidak mutlak) atau nisbi ialah hak yang berlaku bagi orang-orang tertentu saja, dengan kata lain hak yang dapat diperta­hankan oleh orang-orang tertentu saja.

Di samping memiliki hak yang melekat pada dirinya setiap manusia juga mengetahui tentang sebaliknya, yaitu perbuatan melawan hukum yang mempunyai hubungan erat dengan perbuatan manusia itu sendiri, boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Apabila seseorang mengeta­hui bahwa hal ini merupakan perbuatan melawan hukum, maka yang ada dalam pikirannya adalah mengambil keputusan bahwa hal itu tidak boleh dilakukan.

Pengertian Perbuatan Melawan Hukum adalah perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh manusia, karena diketahui bahwa perbuatan melawan hukum itu adalah buruk atau jahat, yang dilakukan oleh manusia. Perbuatan melawan hukum adalah perbuatan bu­ruk, yang dengan alasan apa pun tidak boleh dilakukan oleh manusia, tentu saja perbuatan itu ditujukan kepada orang lain, maka dengan demikian perbuatan melawan hukum itu adalah perbuatan keburukan terhadap hak orang lain, yaitu perbuatan yang melanggar hak orang lain.

Hukum subjektif atau hak dan melawan hukum atau perbuatan bu­ruk atau jahat, sesuatu yang di dalam perbuatan orang-orang terhadap satu sama lain, yang satu mempunyai hak yang harus dipertahankan, sedangkan yang lainnya melakukan perbuatan jahat terhadap hak itu, yai­tu merupakan perbuatan melawan hukum, karena telah merampas hak orang lain atau hak kemerdekaan orang lain yang tentunya akan menimbulkan kerugian bagi orang yang dilanggar haknya itu.

Pengertian mengenai hukum sebenarnya telah ada pada semua orang, akan tetapi pengertian hukum pada banyak orang tersebut masih sangat kurang. Masih ada orang yang menyamakan hukum dengan polisi yang sedang bertugas, atau juga dengan tanda-tanda larangan tertentu, serta apa saja yang tidak boleh dilakukan, itu adalah hukum.

Selama pengertian hukum masih dipahami sesederhana itu, maka kemungkinan untuk menegakkan hukum masih jauh sekali, oleh karena itu perlu adanya pemikiran yang mendalam tentang hukum, agar makna yang luhur tentang hukum menjadi kenyataan. Apabila setiap orang telah memiliki suatu pengertian hukum yang tepat, tentu saja mereka akan menaruh hormat terhadap hukum tersebut, kemudian akan timbul semangat untuk menegakkannya, dalam rangka membangun negara hu­kum yang lebih sempurna.

Agar hukum dapat dijadikan objek rasa hormat, bahwa sesungguhnya rasa hormat itu akan timbul ketika seseorang mendapat tegoran (contohnya, dari polisi atau petugas yang sedang berjaga), karena melanggar suatu peraturan, lalu didenda. Kemudian seseorang tersebut setelah didenda akan berpikir lebih lanjut bahwa peraturan itu memang sebenarnya diperlukan, agar kehidupan bersama diatur dengan baik, tetapi kenapa saya telah melanggarnya.

Dari peraturan yang ada dapat dipastikan bahwa semua orang akan menikmati ketenteraman dan keadilan. Dengan demikian, jelas bahwa jarak antara hukum dan keadilan itu tidak begitu jauh, besar kemungkinan bahwa orang yang mengerti akan makna hukum yang sesungguhnya, pasti akan rela untuk taat pada peraturan tersebut, dan kemudian jika pengertian hukum itu digabungkan dengan keadilan, kemungkinan orang tidak lagi menyamakan antara hukum dengan sejumlah larangan, melainkan akan menjadikannya sebagai bagian dari cita-cita hidup.

Semua orang yang hidup dalam suatu masyarakat, akan dijiwai oleh suatu semangat baru yang berdasarkan prinsip-prinsip moral dan pengakuan akan hak-hak tiap orang untuk hidup secara manusiawi. Dengan demikian, semua orang pasti akan ikut serta membangun negara sebagai negara hukum, di mana hak-hak setiap manusia ada jaminan, baik dari negara maupun dari masyarakat itu sendiri. Itulah sebagian dari kajian filsafat hukum, karena sebenarnya tujuan dari filsafat hukum adalah memperdalam pengertian tentang hukum, agar setiap orang dapat mempelajari makna hukum yang sebenarnya.


Apa artinya hukum itu ? Sebenarnya hukum itu dapat diketahui melalui beberapa jalan, yaitu:

Melalui Pengalaman Kita Sehari-hari

Bahwa hukum mengatur kehidupan bersama di dalam masyarakat, sehingga hukum sebagai gejala sosial, selalu tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan masyarakat atau zaman. Hukum muncul dalam pengalaman pada setiap orang, dan menurut pengalaman itu hukum pertama-tama sebagai kaidah-kaidah yang mengatur hidup bersama, bisa berbentuk perintah dan/atau larangan, ada yang tertulis ada yang tidak tertulis. Hukum dalam bentuk kaidah-kaidah itu disebut hukum objektif. Dalam kaitannya dengan kaidah-kaidah tersebut, hukum juga menyatakan diri sebagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban, yang ada pada setiap orang yang hidup dalam suatu masyarakat tertentu. Dalam arti ini hukum disebut sebagai hukum subjektif.

Melalui Studi tentang Hukum

Bahwa dalam memperoleh suatu pengetahuan yang terperinci tentang peraturan hukum yang berlaku dalam sebuah negara, hukum dipahami sebagai peraturan negara yang mengikat (legisme). Dalam hal kaitannya dengan keadilan, hukum dipandang sebagai suatu hal yang riil (undang-undang dan peraturan lainnya), bukan merupakan suatu hal yang idiil (keadilan). Maka harus dapat dibedakan antara hukum yang riil dan hukum yang idiil

Melalui Filsafat Hukum

Dalam memahami hukum melalui filsafat hukum, upayanya adalah berusaha untuk mengerti makna hukum dalam rangka suatu pandangan yang menyeluruh tentang kehidupan manusia. Pengertian hukum yang dihasilkan melalui pemikiran filsafat tidak berlawanan dengan penger­tian tentang hukum yang sudah ada pada kita berdasarkan pengalaman dan studi tentang hukum. Filsafat artinya cinta akan kebijaksanaan, yaitu kebijaksanaan hidup yang berkaitan dengan pemikiran rasional. Adapun hukum merupakan gejala yang ditemui manusia selama hidupnya. Bila hukum menjadi objek filsafat, maka harus dicari makna hukum yang tampak dalam hidup manusia.

Apa Makna hukum ? atau apa makna hukum sebagai hukum ? Untuk menjawab pertanyaan itu, hukum dapat dipelajari pada dua tingkat :
  1. Sebagai hukum yang berkaitan dengan “manusia sebagai manusia”. Manusia yang dimaksudkan di sini adalah sebagai pribadi secara konkret, bukan secara abstrak. Dalam hubungan ini sudah barang tentu yang dimaksud adalah manusia sebagai subjek hukum, bukan karena bartaut dengan kelompok orang lain, tetapi murni karena hanya sebab ia adalah manusia.
  2. Sebagai hukum yang berkaitan dengan negara. Semula negara bukan merupakan subjek hukum, tetapi merupakan instansi yang bersyarat bagi ditetapkannya dan dipertahankannya hu­kum dalam arti yuridis. Dengan merenungkan hukum sebagai aturan negara dapat diperoleh kemampuan untuk menilai sistem hukum tertentu, kemudian menggabungkan filsafat hukum dengan ideologi. (contohnya : filsafat Pancasila).


Sumber:
  • Agus Santoso, 2014. Hukum, Moral, Dan Keadilan. Yang Menerbitkan Kencana Prenada Media Group : Jakarta.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel