Tugas Pekerja Sosial Profesional Dan Tenaga Kesejahteraan Sosial
Sunday, 5 August 2018
Pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial bukan hanya pekerjaan amal namun merupakan profesi yang didalamnya adalah ada 3 (tiga) unsur pokok yaitu pengetahuan, keterampilan dan nilai. Pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial mempunyai tugas dan peran yang penting dalam pendamping, membimbing serta melakukan pengawasan terhadap anak yang dijatuhi pidana.
Berdasarkan Pasal 68 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, tugas pokok tersebut adalah:
Dalam Pasal 23 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Oleh Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa “Pendampingan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Pekerja Sosial Profesional dan/atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang terlatih di bidang penanganan ABH pada LPKS yang ditetapkan oleh Menteri, baik di luar maupun di dalam lembaga untuk mendampingi ABH”. Sedangkan Pasal 24 berbunyi:
(1) Rehabilitasi Sosial ABH di dalam LPKS, keluarga, dan masyarakat wajib diberikan pendampingan.
(2) Pendampingan ABH sebagaimana pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial.
(3) Pendampingan Anak Korban dan Anak Saksi dilaksanakan pada saat dan/atau dalam setiap tingkat pemeriksaan.
Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilaksanakan dengan mekanisme:
Rehabilitasi sosial ABH yang dilakukan oleh pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial bertujuan agar: ABH dapat melaksanakan keberfungsian sosialnya yang meliputi kemampuan dalam melaksanakan peran, memenuhi hakhak anak, memecahkan masalah, aktualisasi diri, pengembangan potensi diri; dan tersedianya lingkungan sosial yang mendukung keberhasilan Rehabilitasi Sosial ABH. Rehabilitasi Sosial ABH dapat dilakukan di dalam LPKS dan/atau di luar LPKS. Rehabilitasi Sosial di dalam maupun di luar lembaga sebagaimana dilaksanakan oleh LPKS. LPKS merupakan lembaga yang ditetapkan oleh Menteri Sosial (Pasal 10 dan Pasal 11 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Oleh Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial).
Pasal 12 menyebutkan Rehabilitasi Sosial ABH dilaksanakan dalam bentuk:
(2) Bentuk Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan hasil assesmen Pekerja Sosial Profesional. Dalam penanganan anak yang demikian maka keluarga, masyarakat, pekerja sosial/ pendamping sosial dan pelaksana program kesejahteraan anak, seharusnya memahami tentang tugas perkembangan anak sesuai dengan tahapannya: perilakuperilaku yang muncul pada saat anak tidak dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangannya; faktor-faktor penyebabnya ABH; dan kategori perilaku menyimpang menurut berbagai sudut pandang.
Berdasarkan Pasal 68 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, tugas pokok tersebut adalah:
- Membimbing, membantu, melindungi, dan mendampingi anak dengan melakukan konsultasi sosial dan mengembalikin kepercayaan diri anak;
- Memberikan pendampingan dan advokasi sosial;
- Menjadi sahabat anak dengan mendengarkan pendapat anak dan menciptakan suasana kondusif;
- Membantu proses pemulihan dan perubahan perilaku anak;
- Membuat dan menyampaikan laporan kepada pembimbing kemasyarakatan mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan pembinaan terhadap anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau tindakan;
- Memberikat pertimbangan aparat penegak hukum untuk penanganan rehabilitasi sosial Anak.
- mendampingi penyerahan Anak kepada orang tua, lembaga pemerintah, atau lembaga masyarakat; dan
- melakukan pendekatan kepada masyarakat agar bersedia menerima kembali Anak di lingkungan sosialnya.
Dalam Pasal 23 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Oleh Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa “Pendampingan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Pekerja Sosial Profesional dan/atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang terlatih di bidang penanganan ABH pada LPKS yang ditetapkan oleh Menteri, baik di luar maupun di dalam lembaga untuk mendampingi ABH”. Sedangkan Pasal 24 berbunyi:
(1) Rehabilitasi Sosial ABH di dalam LPKS, keluarga, dan masyarakat wajib diberikan pendampingan.
(2) Pendampingan ABH sebagaimana pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial.
(3) Pendampingan Anak Korban dan Anak Saksi dilaksanakan pada saat dan/atau dalam setiap tingkat pemeriksaan.
Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilaksanakan dengan mekanisme:
- menerima penugasan pendampingan;
- mempelajari kasus;
- melakukan koordinasi dengan pihak terkait;
- memberikan pendampingan psikososial;
- mendampingi didalam maupun diluar lembaga; dan
- menyusun laporan pelaksanaan pendampingan.
Rehabilitasi sosial ABH yang dilakukan oleh pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial bertujuan agar: ABH dapat melaksanakan keberfungsian sosialnya yang meliputi kemampuan dalam melaksanakan peran, memenuhi hakhak anak, memecahkan masalah, aktualisasi diri, pengembangan potensi diri; dan tersedianya lingkungan sosial yang mendukung keberhasilan Rehabilitasi Sosial ABH. Rehabilitasi Sosial ABH dapat dilakukan di dalam LPKS dan/atau di luar LPKS. Rehabilitasi Sosial di dalam maupun di luar lembaga sebagaimana dilaksanakan oleh LPKS. LPKS merupakan lembaga yang ditetapkan oleh Menteri Sosial (Pasal 10 dan Pasal 11 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Oleh Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial).
Pasal 12 menyebutkan Rehabilitasi Sosial ABH dilaksanakan dalam bentuk:
- motivasi dan diagnosis psikososial;
- perawatan dan pengasuhan;
- pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;
- bimbingan mental spiritual;
- bimbingan fisik;
- bimbingan sosial dan konseling psikososial;
- pelayanan aksesibilitas;
- bantuan dan asistensi sosial;
- bimbingan resosialisasi;
- bimbingan lanjut; dan/atau
- rujukan.
(2) Bentuk Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan hasil assesmen Pekerja Sosial Profesional. Dalam penanganan anak yang demikian maka keluarga, masyarakat, pekerja sosial/ pendamping sosial dan pelaksana program kesejahteraan anak, seharusnya memahami tentang tugas perkembangan anak sesuai dengan tahapannya: perilakuperilaku yang muncul pada saat anak tidak dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangannya; faktor-faktor penyebabnya ABH; dan kategori perilaku menyimpang menurut berbagai sudut pandang.