Mekanisme Penyelesaian Sengketa Hak Cipta
Saturday, 2 February 2019
Secara formal, tidak ada ketentuan khusus bahwa kasus hak atas kekayayan intelektual (HaKI) harus diperiksa atau ditangani oleh hakim yang ahli dalam bidang HaKI. Dalam prakteknya, di Mahkamah Agung telah dibentuk tim khusus untuk memeriksa dan menangani kasus-kasus HaKI maupun kasus-kasus perdata lainnya, khususnya kasus-kasus kepailitan.
Untuk kasus HaKI, pernah dibetuk suatu Dewan Hakim Khusus untuk memeriksa dan menangani kasus-kasus HaKI, akan tetapi Dewan Hakim Khusus tersebut merupakan cikal bakal “sistem kamar” dalam penanganan perkara, tidak dapat bekerja konsisten dalam menyelesaikan kasus.
Hal ini dikarenakan pendeknya masa kerja seorang hakim tersebut, dan penggantinya tidak langsung dapat ditunjuk, karena hakim-hakim lainnya masih terikat pada pekerjaan sebelummnya, selain itu masih terdapat perbedaan pendapat di antara para hakim mengenai penerapan “sistem kamar”, dimana yang satu mengarah pada spesialisasi dan lain tetap pada sistem bahwa hakim harus dapat menangani semua perkara.
Dalam HIR (Hertz Inlands Reglement), tidak ada pembatasan jangka waktu mengenai penyelesaian suatu kasus, tetapi dengan berlakunya Undang-undang HaKI yang baru, khususnya Hak Cipta maka permohonan kasasi harus diselesaikan dalam waktu 3 (tiga) bulan, dan hal ini merupakan kabar baik bagi masyarakat Indonesia.
Berdasarkan Undang-undang Hak Cipta, Undang-undang Paten, Undang-undang Merek, penegakan di bidang HaKI dapat dilakukan dengan bantuan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Direktorat Jenderal HaKI.
Sebagai tambahan kepada Penyidik Polisi Republik Indonesia, Pegawai Negeri Sipil tertentu yang bekerja di suatu Departemen Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya mencakup pengembangan Hak Cipta, dapat diberikan kewenangan khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melaksanakan penyidikan atas tindak pidana dalam bidang Hak Cipta.
Seorang Penyidik sebagaimana dimaksud pada paragraph (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana berwenang untuk:
Seorang penyidik sebagaimana dimaksud dalam paragraf (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana akan memberitahukan penyidikan yang dilakukannya dan akan melaporkan hasil penyidikannya kepada Penyidik Polisi Republik Indonesia.
Seorang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam paragraf (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana akan melaporkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum berdasarkan ketentuan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, melalui Penyidik Polisi Republik Indonesia.
Setelah pemeriksaan persyaratan secara formal dan administratif suatu kasus selesai dilaksanakan, maka Majelis Hakim Agung ditunjuk untuk memeriksa atau mendengar kasus tersebut. Adapun yang berwenang untuk menunjuk Majelis Hakim Agung adalah Ketua Mahkamah Agung, hal ini adalah berdasarkan ketentuan Hukum Pidana dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Ada pembatasan waktu bagi pengadilan tingkat pertama dan banding untuk memeriksa suatu perdata, yaitu minimum 6 (enam) bulan, hal ini sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 9 Tahun 1992, sedangkang dalam Undang-undang HaKI pembatasan waktu bagi Pengadilan adalah 60 (enam puluh) hari dan untuk pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung terdapat bermacam pembatasan waktu. Dalam Undang-undang Paten, jangka waktu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung adalah 180 (seratus delapan puluh) hari. Dalam Undang-undang Merek dan Desain Industri, pengajuan kasasi adalah 90 (sembilan puluh) hari, dan tidak ada proses banding bagi perkara HaKI kecuali untuk Hak Cipta.
Adapun mengenai penyelesaian sengketa terhadap Hak Cipta telah jelas diatur dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 66 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Untuk kasus HaKI, pernah dibetuk suatu Dewan Hakim Khusus untuk memeriksa dan menangani kasus-kasus HaKI, akan tetapi Dewan Hakim Khusus tersebut merupakan cikal bakal “sistem kamar” dalam penanganan perkara, tidak dapat bekerja konsisten dalam menyelesaikan kasus.
Hal ini dikarenakan pendeknya masa kerja seorang hakim tersebut, dan penggantinya tidak langsung dapat ditunjuk, karena hakim-hakim lainnya masih terikat pada pekerjaan sebelummnya, selain itu masih terdapat perbedaan pendapat di antara para hakim mengenai penerapan “sistem kamar”, dimana yang satu mengarah pada spesialisasi dan lain tetap pada sistem bahwa hakim harus dapat menangani semua perkara.
Dalam HIR (Hertz Inlands Reglement), tidak ada pembatasan jangka waktu mengenai penyelesaian suatu kasus, tetapi dengan berlakunya Undang-undang HaKI yang baru, khususnya Hak Cipta maka permohonan kasasi harus diselesaikan dalam waktu 3 (tiga) bulan, dan hal ini merupakan kabar baik bagi masyarakat Indonesia.
Berdasarkan Undang-undang Hak Cipta, Undang-undang Paten, Undang-undang Merek, penegakan di bidang HaKI dapat dilakukan dengan bantuan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Direktorat Jenderal HaKI.
Sebagai tambahan kepada Penyidik Polisi Republik Indonesia, Pegawai Negeri Sipil tertentu yang bekerja di suatu Departemen Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya mencakup pengembangan Hak Cipta, dapat diberikan kewenangan khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melaksanakan penyidikan atas tindak pidana dalam bidang Hak Cipta.
Seorang Penyidik sebagaimana dimaksud pada paragraph (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana berwenang untuk:
- Memeriksa kebenaran laporan atau informasi menyangkut tindak pidana dalam bidang Hak Cipta.
- Memeriksa orang atau badan yang dicurigai melakukan suatu tindak pidana dalam bidang Hak Cipta
- Meminta informasi atau barang bukti dari orang atau badan yang berkaitan dengan suatu kejadian tindak pidana dalam bidang Hak Cipta.
- Memeriksa buku-buku, rekaman-rekaman, atau dokumen lainnya yang terkait dengan tindak hukum pidana dalam bidang Hak Cipta
- Memeriksa lokasi tertentu yang dicurigai mempunyai barang bukti berupa buku-buku, rekaman-rekaman, atau dokumen lainnya yang terkait dengan tindak pidana di bidang hak cipta.
- Meminta bantuan dari ahli-ahli dalam rangka penyidikan tindak pidana di bidang hak cipta.
Seorang penyidik sebagaimana dimaksud dalam paragraf (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana akan memberitahukan penyidikan yang dilakukannya dan akan melaporkan hasil penyidikannya kepada Penyidik Polisi Republik Indonesia.
Seorang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam paragraf (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana akan melaporkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum berdasarkan ketentuan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, melalui Penyidik Polisi Republik Indonesia.
Setelah pemeriksaan persyaratan secara formal dan administratif suatu kasus selesai dilaksanakan, maka Majelis Hakim Agung ditunjuk untuk memeriksa atau mendengar kasus tersebut. Adapun yang berwenang untuk menunjuk Majelis Hakim Agung adalah Ketua Mahkamah Agung, hal ini adalah berdasarkan ketentuan Hukum Pidana dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Ada pembatasan waktu bagi pengadilan tingkat pertama dan banding untuk memeriksa suatu perdata, yaitu minimum 6 (enam) bulan, hal ini sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 9 Tahun 1992, sedangkang dalam Undang-undang HaKI pembatasan waktu bagi Pengadilan adalah 60 (enam puluh) hari dan untuk pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung terdapat bermacam pembatasan waktu. Dalam Undang-undang Paten, jangka waktu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung adalah 180 (seratus delapan puluh) hari. Dalam Undang-undang Merek dan Desain Industri, pengajuan kasasi adalah 90 (sembilan puluh) hari, dan tidak ada proses banding bagi perkara HaKI kecuali untuk Hak Cipta.
Adapun mengenai penyelesaian sengketa terhadap Hak Cipta telah jelas diatur dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 66 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.