Jual Beli Online menurut Hukum Islam
Monday, 16 September 2019
Dalam aspek hukum Islam pada dasarnya jual beli online adalah mubah kecuali ada dalil yang melarangnya. Banyak sekali ayat Alqur'an yang menjelaskan bahwa berbisnis online ini diperbolehkan selagi tidak terdapat unsur riba, kedzaliman, monopoli, dan penipuan. Bahaya riba terdapat dalam alquran diantaranya di QS. al Baqarah [2] ;275- 278, adan 279, QS. Ar- Rum [30]; 39, QS. An- Nisa [4]; 131.
Rasulullah Saw mengisyaratkan bahwa jual beli itu halal selagi suka sama suka ( antaradhin ). Karena berbisnis atau jualbeli melalui online memiliki dampak positif karena dianggap cepat, praktis, dan mudah. Allah swt berfirman dalam QS. Al- Baqarah [2]: 275:
…. Allah tlah menghalalkan jualbeli dan mengharamkan riba…”
al- Ba’i (jual-beli) dalam ayat termasuk didalamya berbisnis atau jual beli melalui online.[1] Namun jual beli online harus memenuhi syarat – syarat tertentu boleh atau tidaknya dilakukan. Adapun syarat mendasar diperbolehkannya berbisnis atau jual beli melaui online adalah sebagai berikut:
- rukun dan syarat jual beli online tidak bertentangan dengan rukun dan syarat dalam sistem hukum perikatan Islam.
- Tidak mlanggar ketentuan syariat agama, seperti yang diharamkan dalam transaksi jual beli online yaitu, terdapat unsur- unsur haram, seperti riba, gharar (penipuan), bahaya, ketidakjelasan, merugikan hak orang lain, pemaksaan, dan barang atau jasa yang menjadi objek transaksi adalah halal.
- Adanya kesepakatan perjanjian diantara kedua belah pihak (penjual dan pembeli) jika ada sesuatu yang tidak di inginkan antara sepakat (alimdha’) atau pembatalan ( fasakh ).[2]
- Adanya kontrol, sanksi dan aturan hukum yang tegas (lembaga yang berkompeten) untuk menjamin bolehnya berbisnis yang dilakukan transaksinya melaui online bagi masyarakat.[3]
Hal yang sangat beresiko dalam transaksi online adalah adanya unsur gharar (penipuan atau sesuatu yang meragukan). Gharar adalah suatu akad yang tidak dapat diketahui secara jelas apakah efek akad bisa terlaksana atau tidak.[4] Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 dalam pasal 2 ayat 3 menjelaskan bahwa yang dimaksud “gharar” adalah transaksi yang mengandung tipuan dari salah satu pihak sehingga pihak yang lain dirugikan.
Gharar bisa disebabkan karena tidak adanya kemampuan pihak yang berakad untuk menyerahkan objek akad, lantaran tidak mempunyai wilayah atas objek, tidak adanya kejelasan sifat objek, volume dan waktu. Larangan gharar secara umum terdapat di dalam Quran Surat Luqman yang artinya : “… Sesungguhnya janji Alloh pasti lah benar, maka janganlah sekali- kalinya terpedaya oleh kehidupan dunia, dan janganlah sampai kalian terpedaya oleh para penipu dalam (mentaati Allah).”
RUJUKAN
- Tira Nur Fitria, “Bisnis Jual Beli Online ( Online Shop) dalam Hukum Islam dan Hukum Negara”, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam Vol. 03 No. 01, Maret 2017, h. 59
- Fitria, Bisnis… h. 59
- Ibid, h. 60
- Ghufon Adjib, Fiqh Muamalah II Kontemporer Indonesia, Semarang: CV Karya Abadi Jaya , 2015, h. 32.