-->

Pengertian Meditasi


Dunia Buddhisme mendalami dan mengajarkan praktek meditasi merupakan salah satu cara serta bagian dari Empat Kebenaran Mulia dan Delapan Jalan Kebenaran untuk mencapai pencerahan. Meditasi memiliki banyak makna, salah satunya pengertian meditasi secara etimologis, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah pemusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu.[1]


Sedangkan dalam Ensiklopedi Umum meditasi merupakan keadaan jiwa setenangtenangnya diusahakan dengan sengaja oleh seseorang, agar mendapatkan suatu pemikiran yang menyeluruh, baik mengenai perbuatan-perbuatan maupun perasaan-perasaannya. Walaupun tidak selalu demikian, sering dianggap bahwa keadaan ini hanya dapat dicapai dengan bantuan (asas ke-Tuhanan) tertentu.[2]

Meditasi dalam bahasa Pali disebut dengan bhavana, yang berarti pengembangan. Dan secara terminologis bhavana ialah pengembangan batin dalam melaksanakan pembersihannya. Istilah lain yang memiliki arti dan pemakaiannya hampir sama dengan bhavana adalah samadhi. Samadhi berarti pemusatan pikiran pada suatu obyek. Samadhi yang benar (Samma Samadhi) merupakan pemusatan pikiran pada obyek yang dapat menghilangkan kekotoran batin tatkala pikiran bersatu dengan bentuk-bentuk karma yang baik.[3]

Istilah Samadhi diterangkan di dalam Sutta-sutta sebagai keadaan pikiran yang ditujukan pada suatu obyek. Ditinjau dari arti yang luas, istilah ini mengacu pada suatu tingkat tertentu dari pemusatan pikiran yang tidak dapat dipisahkan dari unsur-unsur kesadaran. Samadhi disebut juga bhavana. Kata bhavana berasal dari bentuk kata kerja “bhu” dan “bhavati”, yang berarti sebabnya dari ada, atau menjadi, penyebutan dalam keadaan, terbuka dan perkembangan. Oleh para sarjana Barat kata “samadhi” dianggap biasa saja dan secara tidak tepat disinonimkan dengan kata “meditasi”, dan kata “meditasi” itu sendiri merupakan bahasa Inggris dari “bhavana” yaitu meditation.

Samadhi bukan hanya berkenaan dengan pemahaman akan unsur-unsur dalam Jalan Tengah, tetapi lebih jauh lagi mencakup latihan pikiran dalam tingkat yang lebih tinggi. Latihan samadhi dimaksudkan untuk pembersihan pikiran dari berbagai Kilesa (kekotoran) melalui tahapan-tahapan pengendalian dan pengembangan pikiran dengan cara-cara yang teratur dan sistematis.[4]

Meditasi pada umumnya dimaksudkan untuk mengembangkan kesempurnaan spiritual, mengurangi akibat penderitaan, menenangkan pikiran, dan membuka kebenaran mengenai eksistensi dan hidup bagi pikiran. Keramahan dan simpati bersama dengan sikap yang terang atas fakta kematian dan arti hidup adalah hasil-hasil meditasi. Meditasi membantu untuk menyadari kefanaan segala sesuatu yang ada dan mencegah keterlibatan dalam keberadaan. 

Para pertapa Buddha sering menyatakan kebebasan mereka dari rasa takut dan cemas yang telah mereka capai dengan meditasi Pandangan K.L. Reicheit di bawah pengaruh Chinanya, meditasi menurutnya ialah sebagai refleksi suci mengenai daya-daya yang terdalam dan tertinggi dalam alam semesta, dan sebagai pertimbangan yang tenang dan salah mengenai arti terdalam dalam hidup, pendengaran suara Surga dalam jiwa. Sedangkan bagi para guru Zen memandang meditasi sebagai latihan untuk membimbing ke satori, pandangan tajam mengenai totalitas dari kenyataan sebagaimana dipusatkan pada satu obyek khusus.[5]

Meditasi menurut Anand Krishna merupakan gaya hidup. Meditasi harus menjadi dasar kehidupan seseorang, baru dapat disebut sebagai seorang meditator. Ia juga menyatakan meditasi sama dengan perluasan kesadaran, dan hasil akhir dari meditasi adalah Samadhi atau keseimbangan. Keseimbangan diri yang dicapai akan membebaskan diri dari kegelisahan, kekhawatiran, ketakutan serta kecemasan dan sesungguhnya kehidupan baru dimulai setelah pencapaian keseimbangan diri.[6]

Meditasi menurut Yayasan Studi Spiritual Brahma Kumaris merupakan proses pengenalan diri sendiri secara penuh yaitu diri kita yang ada di dalam dan mengerti bagaimana diri kita memberi reaksi terhadap apa yang di luar.[7] Seorang guru spiritual, J. Krishnamurti, memberikan definisi yang jelas tentang meditasi. Ia berkata bahwa meditasi bukanlah pelarian diri dari dunia; bukan kegiatan mengisolasi diri, melainkan lebih merupakan pemahaman dunia dan kehidupan, karena tidak banyak yang ditawarkan dunia selain dari papan, pangan, sandang, serta kenikmatan yang membawa penderitaan. Apa yang penting dalam meditasi adalah kualitas hati dan pikiran. Hal itu bukan menjadi apa yang dicapai atau apa yang dikatakan telah dicapai oleh seseorang, tetapi lebih merupakan kualitas pikiran yang suci dan mudah menerima. Melalui peniadaan, ada keadaan positif. Semata-mata berkumpul atau tinggal di dalam, mengingkari kemurnian meditasi. Meditasi bukan suatu cara mencapai tujuan, tetapi sekaligus merupakan cara dan tujuan. Pikiran tidak pernah dapat dibuat menjadi suci melalui pengalaman. Melainkan peniadaan pengalamanlah yang dapat membawa keadaan positif tanpa noda yang tidak dapat dikembangkan melalui pemikiran.

Pemikiran tidak pernah bebas dari noda. Meditasi ialah akhir dari pemikiran, bukan oleh meditator, karena meditator adalah meditasi. Jika tidak ada meditasi, maka meditator menjadi seperti orang buta di dunia yang penuh keindahan, terang dan warna.[8]

Meditasi menurut Kathleen McDonald ialah suatu bentuk aktivitas kesadaran mental, yang melibatkan salah satu bagian dari pikiran untuk mengamati, menganalisis dan berhadapan dengan bagian yang lain dari pikiran kita. Meditasi dalam berwujud dalam banyak bentuk, yaitu memusatkan perhatian pada suatu obyek (internal), berusaha memahami beberapa masalah pribadi, membangkitkan kasih sayang bahagia bagi seluruh umat manusia, berdoa pada obyek yang dipuja, atau berkomunikasi dengan kebijaksanaan yang ada dalam batin kita. Dalam bahasa Tibet istilah untuk meditasi disebut “gom”, secara harafiah berarti “mengenali”, dengan maksud bahwa segala sesuatu yang muncul di dalam pikiran kita adalah apa yang paling kita kenali.

Meditasi agama Buddha berupaya menjadikan pikiran kita menjadi kenal dengan sikap positif, seperti cinta kasih, kasih sayang, kesabaran, ketenangan, dan kebijaksaan, sehingga menjadikan semua sikap ini lebih alami dan secara spontan berada di dalam diri kita.[9]

Dengan demikian dapat diambil inti dari berbagai macam pengertian meditasi yang ada ialah lebih tertuju pada pemusatan pikiran untuk memperoleh ketenangan dalam mencapai tingkat tertinggi, dengan maksud pengendalian diri terhadap segala macam keinginan yang mengakibatkan penderitaan. Pengendalian pikiran yang baik, juga akan berimbas pada tingkah laku serta kehidupan yang lebih baik pula. Jika pengendalian dalam diri sudah didapatkan maka sesuatu yang di luar pun juga dapat dikendalikan dengan baik. Dalam ajaran Buddha sendiri, berlatih meditasi merupakan latihan mengolah batin dan jasmani, jika hanya diartikan sebagai mengolah jasmani saja maka tidak ada bedanya dengan berlatih Yoga atau Tai Chi. Hal ini karena meditasi yang diajarkan oleh Sang Buddha mempunyai makna dan tujuan untuk membebaskan manusia dari penderitaan lahir dan batin sehingga dapat mencapai kebahagiaan abadi (Nibbana).

Meditasi dalam perkembangannya dapat dipraktekkan oleh semua kepercayaan karena merupakan suatu keadaan batin yang dikondisikan oleh pikiran untuk memasuki keadaan bawah sadar. Dalam agama Islam, dzikir merupakan suatu aktivitas kejiwaan mengingat Allah Swt dalam hati dan menyebut sifat-sifat kebesaran serta kesempurnaan yang dimiliki-Nya dengan lisan. Aktivitas meditasi tidak jauh beda dengan dzikir dalam Islam. Hal ini dimaksudkan keadaan atau kondisi keduanya hampir sama yaitu dengan berdiam diri memfokuskan sesuatu pada suatu hal. Dzikir dalam Islam lebih menuju pada  salah satu ibadah untuk mengagungkan, menyucikan, dan mengingat Sang Pencipta, bukan kepada yang lain dan bersifat abstrak, sehingga tercapainya ketenangan batin dan membawa diri pada kebaikan. Sebagaimana di dalam ayat suci Al-Qur’an dijelaskan sebagai berikut :

Firman Allah,
Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. 42. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. 43. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (Q.S. Al-Ahzab 41-43)

Sedangkan meditasi merupakan pengendalian pikiran yang difokuskan pada salah satu obyek meditasi yang ditentukan dalam agama Buddha, dan juga bertujuan untuk menenangkan batin yang dapat membawa pada Nibbana (kondisi batin yang terbebas dari kekotoran batin), sehingga menjadi salah satu jalan dalam kepercayaan umat Buddhis untuk mencapai tujuan tertinggi.

RUJUKAN
  1. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, Cet. ke-3, hlm. 569
  2. Ensiklopedi Umum, Penerbit : Yayasan Kanisius, Yogyakarta, 1973, hlm. 812
  3. Oka Disputhera, Meditasi II, Pendidikan Tinggi Agama Buddha, Penerbit Vajra Dharma Nusantara, Jakarta, 2004, hlm. 77
  4. Somdet Phra Buddhagosacariya (Nanavara Thera), Samadhi (Pencerahan Agung), Penerbit Sri Manggala, Jakarta, 2004, hlm. 15
  5. Ibid, hlm. 25
  6. Anand Krishna, Seni Memberdaya Diri 1 Meditasi untuk Manajemen Stres dan Neo Zen Reiki, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, hlm. 51
  7. R. Soegoro, Meditasi Triloka Jalan Menuju Tuhan, PT. Elek Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta, 2002, hlm. 11
  8. Kirinde Sri Dhammananda (Nayaka Mahathera), Meditasi Untuk Siapa Saja, Yayasan Penerbit Karaniya, 2003, hlm. 11
  9. Kathleen McDonald, Meditasi Sebuah Petunjuk Praktis, Yayasan Penerbit Karaniya, Dharma Universal Bagi Semua, t.th, hlm. 9-10.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel