KEJAHATAN CYBER CRIME DI TENGAH PERUBAHAN MASYARAKAT
Thursday, 1 May 2014
SUDUT HUKUM | KEJAHATAN CYBER CRIME DI TENGAH PERUBAHAN MASYARAKAT
oleh ;Rian Irawan
A.
LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi saat ini sudah
bersifat global, terutama dengan berkembangnya internet. globalisasi yang
timbul sudah dari berbagai aspek kehidupan, baik dibidang sosial, iptek,
kebudayaan, ekonomi dan nilai budaya-budaya lain. Kemajuan teknologi informasi
khususnya media internet, dirasakan banyak memberikan manfaat seperti dari segi
keamanan,kenyamanan dan kecepatan.
Dengan kecepatan internet kita dipermudah
untuk melakukan kegiatan dari dalam berbagai hal contoh kecil kita bisa
bertransaksi pemesanan tiket pesawat, kereta api,dll. Pemanfaatan teknologi informasi internet juga
tidak dapat dipungkiri membawa dampak negatif yang tidak kalah banyak dengan
manfaat positif yang ada.
Internet membuat kejahatan yang semula
bersifat konvesional seperti pengancaman, pencurian, pencemaran nama baik,
pornografi, perjudian, penipuan hingga tindak pidana terorisme kini melalui
media internet beberapa tindak pidana
tersebut dapat dilakukan secara online
oleh individu maupun kelompok dengan resiko tertangkap sangat kecil dengan
akibat kerugian yang lebih besar untuk masyarakat maupun negara.
Masalah-masalah kejahatan yang terjadi
pada teknologi internet
1.
banyaknya situs porno
2.
serangan hacker terhadap situs pemerintah
3.
penipuan terhadap jual-beli online
4.
pembobolan rekening ATM
5.
penyebaran photo palsu yang sudah dimanipulasi
6.
penyebaran sms yang meresahkan
7.
pencurian pulsa melalui telpon seluler
selain dikategorikan perbuatan melawan
hukum dengan kerugian materil tetapi juga moril yang besar, kasus cyber crime
tersebut semakin menurunkan tingkat kepercayaan terhadap perlindungan
pemerintah kepada masyarakat.
Cyber crime kejahatan dunia maya
Cyber crime merupakan suatu
kejahatan yang baru di dunia maya dan kejahatan komputer. Secara umum cyber
Crime adalah upaya memasuki jaringan komputer tanpa izin dengan tidak merusak
fasilitas komputer itu sendiri, atau dapat diartikan penggunaan komputer secara
illegal.
Cyber Crime ini adalah segala macam
penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal
dan/atau kriminal berteknologi tinggi
dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital3.
Cyber crime sendiri bisa di bagi beberapa
kelompok diantaranya;
1.
Unauthorized access to Computer System, dimana kejahatan dengan cara
memasuki suatu jaringan komputer atau
menyusup tanpa izin dari pemilik
jaringan yang dimasukinya.
2.
Ilegal content, adalah memasukan data atau informasi ke internet
mengenai
sesuatu yang tidak benar, tidak etis, dan
dianggap melanggar hukum atau
mengganggu ketertiban umum.
3.
Data Forgery, adalah memasukan data atau dokumen penting yang tersimpan
sebagai scriptless document
4.
Cyber espionage, adalah memanfaatkan jaringan internet untuk
memata-matai
pihak lain, dengan mamasuki jaringan
komputer pihak sasaran.
5.
Cyber Sabotage, adalah membuat gangguan kerusakan atau kehancuran suatu
data program komputer atau jaringan komputer.
6.
Offense against Intelectual property, adalah meniru suatu webpage secara
illegal, atau menyiarkan suatu informasi
yang merupakan rahasia kepada
orang lain.
7.
Infringement of Privacy, kejahatan ini ditujukan untuk seseorang yang
sangat
rahasia atau pribadi, yang apabila
diketahui orang lain akan merugikan
korban tersebut secara materill dan
immateriil.
Pada dasarnya Cyber Crime merupakan
segala tindak pidana yang berhubungan dengan informasi, sistem informasi,
komunikasi, yang merupakan sarana penyampaian informasi kepada pihak lain.
Permasalahan yang mendasar adalah:
bahwa kebutuhan perundangan undangan yang
baru yang berkaitan dengan perkembangan teknologi infomasi sudah tidak dapat
ditunda lagi, sehingga perlu dilakukan perubahan perundang-undangan atau
perubahan pada ketentuan hukum pidana Indonesia sebagai akibat perkembangan
teknologi.
B.
`PEMABAHASAN
B.1 ANALISA FAKTA
Sebagaimana pada pembahasan permasalahan
bahwa Cyber Crime adalah merupakan segala tindak pidana yang berhubungan dengan
informasi, sistem informasi, komunikasi, yang merupakan sarana penyampaian
informasi kepada pihak lain sehingga kebutuhan perundangan undangan yang baru
yang berkaitan dengan perkembangan teknologi infomasi sudah tidak dapat ditunda
lagi, sehingga perlu dilakukan perubahan perundang-undangan atau perubahan pada
ketentuan hukum pidana indonesia sebagai akibat perkembangan teknologi.
Ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam penyesuain materi hukum
sebagai konsekswensi terhadap perubahan
undang –undang:
1. Ius Constitutum (Hukum yang berlaku)
‘’UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI
ELEKTRONIK’’ merupakan Undang-
Undang yang dipakai sebagai dasar hukum
bagi lalu lintas Informasi dan Teknologi yang berlaku di Indonesia. Sekalipun
sudah cukup mengakomodir perkembangan teknologi di Indonesia, namun tetap perlu
banyak revisi untuk mendapatkan suatu Undang-Undang yang mampu mengakomodir
kebutuhan hukum di masyarakat dalam bidang informasi dan teknologi.
2. Perubahan Masyarakat.
Beberapa bidang kehidupan manusia yang mengalami
perubahan diantaranya, perubahan nilai, politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan perubahan antara lain:
a. Pemikiran manusia, akal budi yang
dianugrahkan tuhan akan selalu berkembang dari waktu kewaktu, sehingga mengakibatkan
manusia menggunakan akal dan pikiran nya pada setiap bidang aspek kehidupan.
b. Kebutuhan manusia selalu menginginkan
kebutuhan terpenuhi namun manusia tidak pernah terpuaskan sehingga dengan
berbagi usaha manusia akan berupaya mewujudkan kebutuhannya.
c. Teknologi, semakin maju kehidupan
manusia semakin meningkat pula pada kemapuan manusia melahirkan teknologi baru.
d. Cara hidup manusia, perkembangan zaman
sangat berdampak pada berbagai perubahan dalam kehidupan manusia, termasuk cara
hidup.
e. Komunikasi dan transportasi,
mengakibatkan mudahnya interaksi antara satu tempat ke tempat lain Negara
kenegara lain tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu semua nya terbangun
dalam satu jaringan global.
3. Ius Costitu Endum (Hukum yang harus
DItetapkan).
Guna menindaklanjuti tuntuan globalisai
dan kemajuan teknologi yang memaksa segala kegiatan manusia berlangsung dengan
cepat, transparan dan tanpa dibatasi oleh wilayah, maka sangat diperlukan
pembaharuan hukum pidana sebagai bagian dari kebijakan hukum pidana. Dalam
konteks Indonesia pembaharuan hukum Pidana harus dilakukan dengan pendekatan
kebijakan, oleh karena pada hakikatnya hukum pidana merupakan bagian dari suatu
kebijakan.
Beberapa hal penting yang harus
diperhatikan sebagai upaya penyempurnaan terhadap ketentuan-ketentuan pidana
mengenai kejahatan dunia maya, Yaitu:
1. Dengan semakin maraknya, Cyber Crime
maka akan ada alat bukti baru yang mempunyai sifat berbasis teknologi, seperti
berupa surat electronic dan rekaman electronic.
2. Kemudian salah satu ciri Cyber Crime
adalah memanfaatkan jaringan telematika, media, dan global. Aspek global ini
mengakibatkan seakan – akan dunia tanpa batas, sehingga pelaku korban serta
tempat dilakukannya tindak pidana terjadi di Negara yang berbeda, oleh karena
itu, daya berlaku suatu Undang-Undang yang berkaitan dengan informasi dan
teknologi harus diperluas.
Pengaturan Tentang Cyber Crime Dalam
Sistem Hukum di Indonesia
Menjawab tuntutan dan tantangan
komunikasi global lewat Internet, Undang-Undang yang diharapkan (ius
konstituendum) adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap perkembangan
serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak negative
penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan
korban-korban seperti kerugian materi dan non materi. Saat ini,Indonesia sudah
memiliki ‘’UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK’’ yang telah dengan cukup baik melindungi
masyarakat Indonesia.
Melalui media internet beberapa jenis
permasalahan tindak pidana yang pada
umumnya terjadi adalah:
1. Maraknya situs-situs porno,
2. Serangan hacker terhadap situs
pemerintah.
3. Serangan virus terhadap prorgam
komputer,
4. Penipuan dari jual-beli online,
5. Perjudian via online,
6. Pembobolan rekening nasabah melalui
ATM,
7. Penyebaran foto palsu seseorang yang
telah dimanipulasi secara grafis,
8. Penyebaran sms yang meresahkan,
9. Pencurian pulsa melalui telepon
seluler.
Kesembilan masalah ini telah dengan cukup
baik, ditangani oleh UNDANGUNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK yang dapat ditemukan dalam
pasal-pasal berikut ini:
Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan
dan/atau pengancaman.
Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA).
Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi
ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Pasal 30
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik
Orang lain dengan cara apa pun.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik
dengan cara apa pun dengan tujuan untuk
memperoleh Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik
dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol
sistem pengamanan.
Pasal 31
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atau penyadapan atas Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dalam suatu Komputer dan/atau Sistem
Elektronik tertentu milik orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atas transmisi Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan
di dalam suatu Komputer dan/ atau Sistem elektronik tertentu milik Orang lain,
baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang menyebabkan adanya
perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau
dokumen elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka
penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 32
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi,
melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik
publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak atau melawan hukum dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang
lain yang tidak berhak.
(3) Terhadap perbuatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan
terbukanya suatu Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat
rahasia menjadi dapat diakses oleh publik
dengan keutuhan data yang tidak
sebagaimana mestinya.
Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum melakukan
tindakan apa pun yang berakibat
terganggunya Sistem Elektronik dan/atau
mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi
tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pasal 34
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak atau melawan hukum memproduksi,
menjual, mengadakan untuk digunakan,
mengimpor, mendistribusikan,
menyediakan, atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak
Komputer yang dirancang atau secara
khusus dikembangkan untuk memfasilitasi
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau
hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat
diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 sampai dengan Pasal 33.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bukan tindak pidana jika
ditujukan untuk melakukan kegiatan
penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk
perlindungan Sistem Elektronik itu
sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan,
pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah
data yang otentik.
Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.
Pasal 37
Setiap Orang dengan sengaja melakukan
perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal
36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah
yurisdiksi Indonesia.
Pasal 45
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) Tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
(1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) Tahun
dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 12 (dua belas) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
Pasal 46
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh
ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 8 (delapan) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah).
Pasal 47
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1)
atau ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) Tahun
dan/atau denda paling banyak
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 48
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 8 (delapan) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 9 (sembilan) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Pasal 50
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Pasal 51
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 12 (dua belas) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua
belas miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 12 (dua belas) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua
belas miliar rupiah).
Pasal 52
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)
menyangkut kesusilaan atau eksploitasi
seksual terhadap anak dikenakan
pemberatan sepertiga dari pidana pokok.
(2). Dalam hal perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal
37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau
Sistem Elektronik serta Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
milik Pemerintah dan/atau yang
digunakan untuk layanan publik dipidana
dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
(3). Dalam hal perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal
37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau
Sistem Elektronik serta Informasi
Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik
milik Pemerintah dan/atau badan
strategis termasuk dan tidak terbatas
pada lembaga pertahanan, bank sentral,
perbankan, keuangan, lembaga
internasional, otoritas penerbangan diancam dengan
pidana maksimal ancaman pidana pokok
masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.
(4). Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan
Pasal 37 dilakukan oleh korporasi
dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.
Akan tetapi masih ada sejumlah masalah
terkait dengan pelaksanaan Undang- Undang ini seperti kurangnya jumlah aparat
yang mengerti dengan baik permasalahan IT, kemudian tak lupa pula permasalahan
yuridiksi, semisal apabila kejahatan itu dilakukan di luar negeri, namun
menimpa Warga Negara Indonesia. ‘’UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11
TAHUN 2008TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK’’ belum secara tegas
mengatur mengenai hal tersebut.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa
a. Terdapat beragam pemahaman mengenai
Cyber Crime. Namun bila dilihat dari
asal katanya, Cyber Crime terdiri dari
dua kata, yakni “cyber” dan “Crime”. Kata
“cyber” merupakan singkatan dari “cyberspace”,
yang berasal dari kata “cybernetics” dan “space” Istilah cyberspace muncul
pertama kali pada Tahun 1984 dalam novel William Gibson yang berjudul
Neuromancer.
b. Karakteristik Cyber Crime adalah:
1. Perbuatan anti sosial yang muncul
sebagai dampak negatif dari pemanfaatan teknologi informasi tanpa batas.
2. Memanfaatkan rekayasa teknologi yang
mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah
informasi. Salah satu rekayasa teknologi yang dimanfaatkan adalah internet.
3. Perbuatan tersebut merugikan dan
menmbulkan ketidaktenangan di masyarakat, serta bertentangan dengan moral
masyarakat
4. Perbuatan tersebut dapat terjadi
lintas negara. Sehingga melibatkan lebih dari satu yurisdiksi hukum.
B. Saran
Dari berbagai upaya yang dilakukan, telah
jelas bahwa Cyber Crime membutuhkan global action dalam penanggulangannya
mengingat kejahatan tersebut seringkali bersifat transnasional. Beberapa
langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan Cyber
Crime adalah:
1. Melakukan modernisasi Undang-Undang
ITE beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional
yang terkait dengan kejahatantersebut
2. Meningkatkan sistem pengamanan
jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
3. Meningkatkan pemahaman serta keahlian
aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan
perkara-perkara yang berhubungan dengan Cyber Crime
4. Meningkatkan kesadaran warga negara
mengenai masalah Cyber Crime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut
terjadi
5. Meningkatkan kerjasama antar negara,
baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan CyberCrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties