Definisi Sunnah
Wednesday, 11 June 2014
SUDUT HUKUM | Kata sanna berarti menciptakan sesuatu
dan mewujudkannya menjadi suatu model. Kata tersebut juga diterapkan
untuk memperagakan tingkah laku. Suatu tingkah laku yang patut dicontoh dapat
di mulai dengan membuat model atau mengambil praktik nenek moyang suku atau
suatu komunitas. Secara
etimologi, kata Sunnah (bentuk pluralnya, sunan) berakar dari huruf sin
dan nun yang berarti (berjalan). Sunnah dapat berarti perilaku yang telah
mentradisi (habitual practice), Sunnah juga berarti „praktek yang
diikuti, arah, model, perilaku atau tindakan, ketentuan dan peraturannya, serta dapat juga diartikan sebagai teladan baik
atau buruk.
Walaupun demikian banyak arti dari sunnah,
namun secara garis besarnya bahwa sunnah merupakan tata cara atau praktek aktual
yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga mentradisi, maka dapat dinyatakan
bahwa sunnah merupakan hukum tingkah laku.
Sunnah bisa juga
diartikan sebagai jalan (al-tariqah), baik yang terpuji maupun yang tercela.24 Dengan
kata lain, sunnah itu sendiri bersifat netral. Ia dapat menunjuk kepada jalan
yang terpuji atau jalan yang tercela atau menunjukkan kepada teladan baik atau
buruk berdasarkan periwayatan Imam Muslim terhadap hadist Nabi SAW, sebagai
berikut :
Artinya: “Barangsiapa yang membuat Sunnah
(teladan) yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang
mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka. Barangsiapa
yang membuat Sunnah (teladan) yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan
dosa orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa
mereka”.
Sementara secara terminologi, definisi Sunnah
menjadi beragam ketika dikaitkan dengan spesialisasi dan kajian keislaman
tertentu. Menurut ulama hadis (muhadditsun), Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan,
dan sifat-sifat Nabi SAW. Adapun
ulama ushul (ushuliyyun)
mendefinisikan Sunnah sebagai apa saja yang keluar dari Nabi SAW selain al-Qur’an , baik
itu berupa ucapan, perbuatan, taqrir yang tepat untuk dijadikan dalil syara‟.
Sedangkan ulama fikih (fuqaha’ ) mengartikan Sunnah sebagai segala sesuatu yang ditetapkan
Nabi SAW yang tidak
termasuk kategori fardu} atau
wajib.
Dalam konteks umat Islam, konsep tersebut
dijelaskan oleh ulama lainnya sebagai berikut :
“Dikalangan para pengikut Muhammad yang taat
dan dalam komunitas Muslim paling tua, sunnah berarti segala sesuatu yang dapat
dibuktikan sebagai praktik Nabi dan pengikutnya yang paling awal. Sebagaimana
halnya Arab Badui setia pada sunnah (kebiasaan) leluhurnya, demikian
pula komunitas muslim diperintahkan untuk menegakkan dan mengikuti sunnah baru.
Jadi konsep muslim tentang sunnah adalah suatu varian dari konsep Arab
kuno”.
Menurut Ibn Qutaibah (w. 276 H) dalam
tulisannya yang berjudul Ta’wil Muhtalif al-hadits beliau membedakan sunnah menjadi tiga
macam;
a. Sunnah yang disampaikan oleh Jibril
dari Allah SWT, misalnya sabda Nabi yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah sebagai berikut:
“Seorang wanita tidak boleh dinikahi oleh paman
dari bapaknya dan paman dari ibunya.”.
b. Sunnah yang mana Nabi SAW diberi
wewenang oleh Allah SWT untuk mentradisikannya. Perintah pelaksanaannya
adalah berdasarkan rasio Nabi SAW dimana di dalamnya terdapat dispensasi bagi
orang yang menginginkannya, misalnya: Nabi Muh}ammad SAW memberi keringanan
kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf dan al-Zubair memakai pakaian sutra karena
penyakit gatal yang diderita keduanya.
c. Sunnah yang diperuntukkan bagi kita
dalam rangka edukasi (al-ta’dib) atau anjuran (al-irsyad) dalam terminologi para ahli ushul (ushuliyyun). Jika sunnah
tersebut dilaksanakan, maka menjadi sebuah keutamaan. Sebaliknya, jika sunnah
tersebut ditinggalkan, maka tidak
mengapa, misalnya, larangan Nabi SAW memakan daging hewan pemakan kotoran.