Pembelaan Terpaksa Melampaui Batas Menurut KUHP
Saturday, 14 June 2014
SUDUT HUKUM
| ( http://goo.gl/qoayVR )
1. Pembelaan Terpaksa (noodweer)
a. Pengertian Pembelaan Terpaksa
Dari segi bahasa, noodweer terdiri
dari kata “nood”dan “weer”. “Nood” yang artinya (keadaan)
darurat.”Darurat” berarti:
1) Dalam keadaan sukar (sulit) yang tidak
disangka-sangka yang memerlukan penanggulangan segera
2) Dalam keadaan terpaksa, “Weer”
artinya pembelaan yang berarti perbuatan membela, menolong, melepaskan dari
bahaya.
Jika digabungakan kedua kata tersebut
maka dapat diartikan melepaskan dari bahaya dalam
keadaan terpaksa atau menolong dalam keadaan sukar (sulit). Noodweer adalah
pembelaan yang diberikan karena sangat mendesak terhadap serangan yang mendesak dan
tiba-tiba serta
mengancam dan melawan hukum.
Pembelaan terpaksa merupakan alasan
menghilangkan sifat melanggar hukum (wederrechtelijkheid
atau onrechtmatigheid), maka alasan menghilangkan sifat tindak pidana (strafuitsluitings-grond)
juga dikatakan alasan membenarkan atau menghalalkan
perbuatan yang pada umumnya merupakan tindak pidana (rechtvaardigings-grond) disebut fait
justificatief .
Pembelaan terpaksa dirumuskan dalam pasal
49 ayat 1 sebagai berikut:
“Tidak dipidana, barangsiapa melakukan
perbuatan pembelaan terpaksa (lijf) untuk diri atu orang lain, kehormatan
kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda (goed) sendiri maupun orang lain,
karena adanya serangan (aanranding) atau ancaman serangan yang melawan hukum
(wederrechtelijk) pada ketika itu juga.”
Contoh :
a. Serangan terhadap badan: seseorang
yang ingin balas dendam mendatangi orang lain dengan memegang tongkat karena
berniat ingin memukul, maka orangyang ingin dipukul tersebut mengambil tongkat
dan memukul si orang yang ingin membalas dendam tersebut.
b. Serangan terhadap barang/ harta benda
adalah terhadap benda yang bergerak dan berwujud dan yang melekat hak
kebendaan, sama dengan pengertian benda pada pencurian (pasal
362): budi mencuri barang milik ani. Sedangkan ani melihat dan meminta untuk
dikembalikan barang miliknya tetapi budi menolak, maka ani berusaha merebut
barangnya dari si budi. dalam perebutan ini ani terpaksa memukul budi agar
barang miliknya dikembalikan.
c. Serangan terhadap kehormatan adalah
serangan yang berkaitan erat dengan masalah seksual: seorang laki-lakihidung belang
meraba buah dada seorang prempuan yang duduk disebuah
taman, maka dibenarkan jika serangan berlangsung memukul tangan laki-laki itu. Tetpi sudah
tidak dikatakan suatu pembelaan terpaksa jika laki-laki tersebut sudah pergi,
kemudian prempuan tersebut mengejarnya dan memukulnya, karena bahaya yang
mengancam telah berakhir.
Maka tidaklah berlaku pasal 49 ayat 1 KUHP
jika:
a. Apabila serangan dari seseorang
dikatakan belum dimulai dan juga belum memenuhi syarat onmiddelijk dreigende
(dikhawatirkan akan segera menimpa)
b. Apabila serangan dari seseorang
dikatakan telah selesai Istilah onmiddelijk dreigende tidak ada dalam
pasal tersebut dari KUHP belanda tetapi hanya disebut serangan
ogenblikkelijk (seketika itu).
Van hattum menceritakan bahwa dari
rancangan KUHP belanda tersebut, yang dimaksud dengan ogenblikkelijk juga
meliputi onmiddelijk dreigende, tetapi usulan tersebut ditolak oleh
Perlemen belanda pada tahun 1900 karena dikhawatirkan akan adanya
penyalahgunaan.
Tetapi dalam KUHP Indonesia yang
mulai berlaku pada 1 Januari 1918 kata onmiddelijk dreigende (serangan
tiba-tiba) ditambahkan. Dengan alasan bahwa keadaan khusus di Indonesia karean sering terjadi
perampokan dalam suatu rumah. Apabila dalam hal ini
para perampok itu baru mendekati rumah yang akan dirampok, maka dianggap layak
apabila penghuni rumah melakukan tembakan kepada para perampok, setelah para
perampok dari jauh mendekati rumah.dalam kasus tersebut sudah merupakan pelaku
serangan yang onmiddelijk dreigende atau dikhawatirkan akan segera
menimpa.
b. Doktrin membuat syarat / unsur noodweer
yaitu:
1. Harus ada serangan (aanranding),
harus memenuhi syarat:
a) Serangan itu harus datang mengancam35 dengan tiba-tiba Pembolehan pembelaan terpaksa bukan saja pada saat
serangan sedang berlangsung akan tetapi sudah boleh dilakukan pada saat adanya
ancaman serangan. Artinya serangan itu secara obyektif belum diwujudkan namun
baru adanya ancaman serangan.
b) Serangan itu harus melawan hukum
(wederrechtelijk) Serangan tersebut tidak dibenarkan baik dari undag-undang (melawa hukum formil) maupun dari sudut masyarakat (melawan hukum
materiil)
2. Terhadap serangan perlu dilakukan
pembelaan diri harus memenuhi syarat:
a) Harus merupakan pembelaan yang
terpaksa
Benar-benar sangat terpaksa artinya tidak
ada alternative perbuatan lain yang dapat dilakukan dalam keadaan mendesak ketika adaancaman serangan atau serangan sedang mengancam.
Apabila seseorang mengancam dengan memegang golok akan melukai atau membunuh
orang
lain, maka menurut akal masih
memungkinkan untuk lari, maka orang yang terancam itu harus lari. Tetapi
apabila kemungkinan untuk lari itu tidak ada atau sudah mengambil pilihan lari
tetapi masih dikejarnya, maka disini aada keadaan yang terpaksa. Maka dari itu,
pembelaan boleh dilakukan jika sudah tidak ada pilihan perbuatan lain dalam
usaha membeladan mempertahankan kepentinganhukumnya yang terancam.
b) Pembelaan itu dengan serangan setimpal
Tindakan pembelaan terpaksa dilakukan
sepanjang perlu dan sudah cukup untuk pembelaan kepentingan hukumnya yang terancam atau
diserang, artinya harus seimbang dengan bahaya
serangan yang mengancam
3. Pembelaan harus dilakukan untuk
membela diri sendiri atau orang lain,
peri kesopanan (kehormatan) diri atau
orang lain, benda kepunyaan sendiri atau orang lain. Diri berarti badan, kehormatan adalah kekhususan dari penyerangan terhadap badan, yaitu penyerangan badan
dalam lapangan seksuil.
4. Harus ada serangan atau ancaman
serangan yang melawan hukum dan seketika, berarti ada 3 syarat:
a) Serangan seketika
b) Ancaman serangan seketika itu
c) Bersifat melawan hukum
c. Serangan yang dilakukan binatang,
orang gila dan instrumen security/ keamanan
1) Serangan binatang
Serangan mengancam dengan tiba-tiba
tetapi serangan itu tidak melawan hukum, karena binatang tidak tunduk
pada hukum dan tidak mengerti hukum. Karenanya tidak dapat
dimasukkan kepada pengertian noodweer. Hoge
Raad (H. R) pada tanggal 3 Mei 1915 (N. J. 1915 Nr. 9820) tentang anjing-anjing polisi yang dikenal
dengan “polite-honden arrest”. H.R
mengatakan: “penggunaan anjing-anjing
polisi untuk menangkap tersangka adalah alat yang wajar digunakan da oleh sebab
itu, melawan penangkapan denagn perantaraan anjing bukan suatu noodweer”.
2) Serangan orang gila
Orang gila adalah yang jiwanya dihinggapi
penyakit atau tidak sempurna akalnya berdasarkan pasal 44 KUHP.
Perbuatan yang dilakukan oleh orang gila adalah wedwerrechtelijk. Hanya
karena keadaan jiwanya, tidak dapat dihukum, jadi dapat mengadakan ”noodweer”.
Menurut VOS, terhadap suatu serangan yang
datang dari seorang yang berpenyakit jiwa yang tidak dapat mengetahui lagi tentang apa yang
dilakukan itu, orang tidak dapat melakukan suatu noodweer
karena dalam peristiwa tersebut orang tidak dapat lagi mengatakan tentang adanya suatu
serangan.
Hazewinckel-Suringa berpendapat bahwa
“Perbuatan yang dilakukan oleh seorang yang mempunyai penyakit jiwa itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya,
akan tetapi hal tersebut tidak menghapuskan sifatnya yang melanggar hukum dari perbuatannya
yaitu apabila perbuatannya itu merupakan suatu
perbuatan yang dilarang oleh undang-undang.” Maka suatu serangan yang dilakukan oleh seorang
yang mempunyai penyakit jiwa itu tetap bersifat melanggar hukum.
b. Instrumen (Alat) keamanan
Alat keamanan adalah pemasangan alat-alat
untuk menangkal serangan yang akan terjadi. Misalnya memasang aliran listrik pada
keliling rumah.
Menurut Prof. Pompe yang berpendapat
bahwa “Selama pencuri menguasai barang curian masih dalam jangkauan si pemilik barang,
maka pemilik barang tersebut dapat melakukan noodweer
untuk memperoleh kembali miliknya.” Dengan selesai kejahatan pencurian tidaklah
berarti serangan sebagaimana dimaksud pasal 49 ayat (1) KUHP itu juga
harus dianggap selesai.
Sedangkan menurut Prof. Van Bemmelen
“Bahwa noodweer tidak dapat dilakukan di dalam 2 peristiwa,” yaitu:
1) Peristiwa di mana suatu serangan yang
bersifat melawan hukum itu baru akan terjadi di masa yang yang akan
datang
2) Peristiwa di mana suatu serangan yang
bersifat melawan hukum itu telah berakhir.
Perbuatan yang masuk dalam pembelaan
terpaksa pada dasarnya adalah tindakan menghakimi terhadap orang yang berbuat
melawan hukum terhadap diri orang itu atau orang lain (eigenriching).
Jika peristiwa pengroyokan seorang
pencuri oleh bayak orang dapat masuk pelampauan batas keperluan membela diri yang memenuhi
syarat-syarat dari pasal 49 ayat 1 KUHP, maka
orang-orang yang mengeroyok tidak dapat dihukum. Tapi si pencuri berhak membela diri (noodweer) terhadap
pengroyokan sehingga mungkin melukai salah seorang dari pengroyokan tersebut
maka si pencuri tidak dapat dihukum karena penganiayaan (mishandeling)
dari pasal 351 KUHP.
2. Pembelaan terpaksa yang melampaui
batas (noodweer exces)
a. Pengertian Pembelaan Terpaksa
Melampaui Batas
Menurut Van Bemmelen noodweer exces adalah
melawan hukum atau tidak tercela. Pelampauan batas pembelaan terpaksa yang disebabkan
oleh suatu tekanan jiwa yang hebat karena adanya serangan orang lain yang mengancam.Perbuatan
pidana tetap ada tetapi unsur pertanggungjaawaban pidana terhapus.
Dirumuskan dalam pasal 49 ayat 2:
“Pembelaan terpaksa yang melampaui batas,
yang langsung disebabkan oleh kegoncanngan jiwa yang hebat karena serangan atau
ancaman serangan itu, tidak dipidana.”
Dalam Teks aslinya:
“Niet strafbaar is de overschrijding
van de grenzen van noodzakelikjke verdediging, indien zij het onmiddelijkgeloig
is gewest van hevigegemoedsbeweging, door de aanranding veroorzaakt”
Penafsiran dan terjemahan yang berbeda
khususnya mengenai ”hevigegemoedsbeweging” oleh Prof. Satochid Kartanegara SH
diterjemahkan dengan, Keadaan jiwa yang menekan secara
sangat atau secara hebat (tekanan jiwa yang hebat), sedang Tiraamidjaja menerjemahkan dengan “gerak
jiwa yang sangat”, Utrecht menerjemahkan
”perasaan sangat panas hati”.
Karena terjadi perbedaan mengenai
terjemahan dalam pasal tersebut, maka harus diuraikan komponen “nooodweer exes”, yaitu:
1) Melampaui batas pembelaan yang perlu.
Dapat disebabkan karena:
a. Alat yang dipilih untuk membela diri
atau cara membela diri adalah
terlalu keras. Misalnya menyerang dengan sebatang kayu, dipukul kembali dengan
sepotong besi
b. Yang diserang sebetulnya bisa
melarikan diri atau mengelakan ancaman kelak akan dilakukan serangan, tetapi
masih juga memilih membela diri.
Prof. Pompe berpendapat bahwa “Perbuatan
melampaui batas keperluan dan dapat pula berkenaan dengan perbuatan melampaui batas
dari pembelaannya tiu sendiri, batas dari
keperluan itu telah dilampaui yaitu baik apabila cara-cara yang telah dipergunakan untuk melakukan pembelaan
itu telah dilakukan secara berlebihan,
misalnya dengan cara membunuh sipeneyerang padahal dengan sebuah pukulan saja,
orang sudah dapat membuat
penyerang tersebut tidak berdaya. Apabila
orang sebenarnya tidak perlu melakukan pembelaan, misalnya karena dapat
menyelamatkan diri dengan cara melarikan diri. Batas dari pembelaan itu telah
terlampaui yaitu apabila setelah pembelaannya sudah selesai/ berakhir, orang
itu masih menyerang si penyerang.”
Sedangkan menurut Hoge Raad ”Hebatnya
keguncangan hati itu hanya membuat seseorang tidak dapat dihukum yaitu dalam hal
melampaui batas yang diizinkan untuk melakukan
suatu pembelaan telah dilakukan terhadap suatu serangan yang melawan hukum yang telah
terjadi deketika itu juga”.
2) Tekanan jiwa hebat/ terbawa oleh
perasaan yang sangat panas hati
“Hevigegemoedsbeweging” oleh Prof.
Satochid diartikan keadaan jiwa yang menekan secara hebat yang menurut Utrecht,
karena ketakutan putus asa, kemarahan
besar, kebencian, dapat dipahami bahwa pertimbangan waras akan lenyap, jika
dalam keadaan emosi kemarahan besar.
3) Hubungan kausal antara “serangan”
dengan perasaan sangat panas hati
Pelampauan batas ini terjadi apabila:
a. Serangan balasan dilanjutkan pada
waktu serangan lawan sudah dihentikan
b. Tidak ada imbangan antara kepentingan
yang diserang dan kepentingan lawan yang menyerang.
Karena pelampauan batas ini tidak
diperbolehkan, maka seseorang berdasarkan pasal ini tidak dapat dihukum, tetap melakukan
perbuatan melanggar hukum. Perbuatannya
tidak halal, tetapi si pelaku tidak dihukum.
Dalam pasal ini dapat dipahami bahwa
serangan atau ancaman serangan yang melawan hukum dan menyebabkan goncangan jiwa
yang hebat sehingga orang yang terancam melakukan
tindak pidana yang lebih berat dari ancaman serangan yang menimpanya, maka perbuatan tersebut tidak
dipidana. Schravendik memberikan contoh ada seorang
laki-laki secara diamdiam masuk ke kamar seorang gadis dengan maksud hendak menyetubuhi gadis tersebut. Pada saat laki-laki
meraba-raba tubuh si gadis, terbangunlah dia.
Dalam situasi yang demikian,
tergoncanglah jiwa antara amarah, bingung, ketakutan yang hebat48 sehingga
dengan tiba-tiba gadis itu mengambil pisau di dekatnya dan laki-laki tersebut ditikam
hingga mati. Oleh sebab adanya kegoncangan jiwa yang
hebat inilah, maka pakar hukum
memasukkan noodweer exces ke dalam alasan pemaaf karena menghilangkan unsur kesalahan pada diri si
pembuat.