-->

Pembelaan Terpaksa Melampaui Batas Menurut KUHP

Pembelaan Terpaksa Melampaui Batas Menurut KUHP


SUDUT HUKUM | ( http://goo.gl/qoayVR )

1. Pembelaan Terpaksa (noodweer)

a. Pengertian Pembelaan Terpaksa
Dari segi bahasa, noodweer terdiri dari kata “nood”dan “weer”. “Nood” yang artinya (keadaan) darurat.”Darurat” berarti:
1) Dalam keadaan sukar (sulit) yang tidak disangka-sangka yang memerlukan penanggulangan segera
2) Dalam keadaan terpaksa, “Weer” artinya pembelaan yang berarti perbuatan membela, menolong, melepaskan dari bahaya.

 Jika digabungakan kedua kata tersebut maka dapat diartikan melepaskan dari bahaya dalam keadaan terpaksa atau menolong dalam keadaan sukar (sulit). Noodweer adalah pembelaan yang diberikan karena sangat mendesak terhadap serangan yang mendesak dan tiba-tiba serta
mengancam dan melawan hukum.


Pembelaan terpaksa merupakan alasan menghilangkan sifat melanggar hukum (wederrechtelijkheid atau onrechtmatigheid), maka alasan menghilangkan sifat tindak pidana (strafuitsluitings-grond) juga dikatakan alasan membenarkan atau menghalalkan perbuatan yang pada umumnya merupakan tindak pidana (rechtvaardigings-grond) disebut fait justificatief .


Pembelaan terpaksa dirumuskan dalam pasal 49 ayat 1 sebagai berikut:
“Tidak dipidana, barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa (lijf) untuk diri atu orang lain, kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda (goed) sendiri maupun orang lain, karena adanya serangan (aanranding) atau ancaman serangan yang melawan hukum (wederrechtelijk) pada ketika itu juga.”


Contoh :
a. Serangan terhadap badan: seseorang yang ingin balas dendam mendatangi orang lain dengan memegang tongkat karena berniat ingin memukul, maka orangyang ingin dipukul tersebut mengambil tongkat dan memukul si orang yang ingin membalas dendam tersebut.

b. Serangan terhadap barang/ harta benda adalah terhadap benda yang bergerak dan berwujud dan yang melekat hak kebendaan, sama dengan   pengertian benda pada pencurian (pasal 362): budi mencuri barang milik ani. Sedangkan ani melihat dan meminta untuk dikembalikan barang miliknya tetapi budi menolak, maka ani berusaha merebut barangnya dari si budi. dalam perebutan ini ani terpaksa memukul budi agar barang miliknya dikembalikan.


c. Serangan terhadap kehormatan adalah serangan yang berkaitan erat dengan masalah seksual: seorang laki-lakihidung belang meraba buah dada seorang prempuan yang duduk disebuah taman, maka dibenarkan jika serangan berlangsung memukul tangan laki-laki itu. Tetpi sudah tidak dikatakan suatu pembelaan terpaksa jika laki-laki tersebut sudah pergi, kemudian prempuan tersebut mengejarnya dan memukulnya, karena bahaya yang mengancam telah berakhir.


Maka tidaklah berlaku pasal 49 ayat 1 KUHP jika:
a. Apabila serangan dari seseorang dikatakan belum dimulai dan juga belum memenuhi syarat onmiddelijk dreigende (dikhawatirkan akan segera menimpa)
b. Apabila serangan dari seseorang dikatakan telah selesai Istilah onmiddelijk dreigende tidak ada dalam pasal tersebut dari KUHP belanda tetapi hanya disebut serangan ogenblikkelijk (seketika itu).

Van hattum menceritakan bahwa dari rancangan KUHP belanda tersebut, yang dimaksud dengan ogenblikkelijk juga meliputi onmiddelijk dreigende, tetapi usulan tersebut ditolak oleh Perlemen belanda pada tahun 1900 karena dikhawatirkan akan adanya penyalahgunaan.


Tetapi dalam KUHP Indonesia yang mulai berlaku pada 1 Januari 1918 kata onmiddelijk dreigende (serangan tiba-tiba) ditambahkan. Dengan alasan bahwa keadaan khusus di Indonesia karean sering terjadi perampokan dalam suatu rumah. Apabila dalam hal ini para perampok itu baru mendekati rumah yang akan dirampok, maka dianggap layak apabila penghuni rumah melakukan tembakan kepada para perampok, setelah para perampok dari jauh mendekati rumah.dalam kasus tersebut sudah merupakan pelaku serangan yang onmiddelijk dreigende atau dikhawatirkan akan segera menimpa.


b. Doktrin membuat syarat / unsur noodweer yaitu:
1. Harus ada serangan (aanranding), harus memenuhi syarat:
a) Serangan itu harus datang mengancam35 dengan tiba-tiba Pembolehan pembelaan terpaksa bukan saja pada saat serangan sedang berlangsung akan tetapi sudah boleh dilakukan pada saat adanya ancaman serangan. Artinya serangan itu secara obyektif belum diwujudkan namun baru adanya ancaman serangan.
b) Serangan itu harus melawan hukum (wederrechtelijk) Serangan tersebut tidak dibenarkan baik dari undag-undang (melawa hukum formil) maupun dari sudut masyarakat (melawan hukum materiil)


2. Terhadap serangan perlu dilakukan pembelaan diri  harus memenuhi syarat:
a) Harus merupakan pembelaan yang terpaksa
Benar-benar sangat terpaksa artinya tidak ada alternative perbuatan lain yang dapat dilakukan dalam keadaan mendesak ketika adaancaman serangan atau serangan sedang mengancam. Apabila seseorang mengancam dengan memegang golok akan melukai atau membunuh orang
lain, maka menurut akal masih memungkinkan untuk lari, maka orang yang terancam itu harus lari. Tetapi apabila kemungkinan untuk lari itu tidak ada atau sudah mengambil pilihan lari tetapi masih dikejarnya, maka disini aada keadaan yang terpaksa. Maka dari itu, pembelaan boleh dilakukan jika sudah tidak ada pilihan perbuatan lain dalam usaha membeladan mempertahankan kepentinganhukumnya yang terancam.
b) Pembelaan itu dengan serangan setimpal
Tindakan pembelaan terpaksa dilakukan sepanjang perlu dan sudah cukup untuk pembelaan kepentingan hukumnya yang terancam atau diserang, artinya harus seimbang dengan bahaya serangan yang mengancam


3. Pembelaan harus dilakukan untuk membela diri sendiri atau orang lain,
peri kesopanan (kehormatan) diri atau orang lain, benda kepunyaan sendiri atau orang lain. Diri berarti badan, kehormatan adalah kekhususan dari penyerangan terhadap badan, yaitu penyerangan badan dalam lapangan seksuil.


4. Harus ada serangan atau ancaman serangan yang melawan hukum dan seketika, berarti ada 3 syarat:
a) Serangan seketika
b) Ancaman serangan seketika itu
c) Bersifat melawan hukum


c. Serangan yang dilakukan binatang, orang gila dan instrumen security/ keamanan

1) Serangan binatang
Serangan mengancam dengan tiba-tiba tetapi serangan itu tidak melawan hukum, karena binatang tidak tunduk pada hukum dan tidak mengerti hukum. Karenanya tidak dapat dimasukkan kepada pengertian noodweer. Hoge Raad (H. R) pada tanggal 3 Mei 1915 (N. J. 1915 Nr. 9820) tentang anjing-anjing polisi yang dikenal dengan “polite-honden arrest”. H.R
mengatakan: “penggunaan anjing-anjing polisi untuk menangkap tersangka adalah alat yang wajar digunakan da oleh sebab itu, melawan penangkapan denagn perantaraan anjing bukan suatu noodweer”.

2) Serangan orang gila
Orang gila adalah yang jiwanya dihinggapi penyakit atau tidak sempurna akalnya berdasarkan pasal 44 KUHP. Perbuatan yang dilakukan oleh orang gila adalah wedwerrechtelijk. Hanya karena keadaan jiwanya, tidak dapat dihukum, jadi dapat mengadakan ”noodweer”.


Menurut VOS, terhadap suatu serangan yang datang dari seorang yang berpenyakit jiwa yang tidak dapat mengetahui lagi tentang apa yang dilakukan itu, orang tidak dapat melakukan suatu noodweer karena dalam peristiwa tersebut orang tidak dapat lagi mengatakan tentang adanya suatu serangan.


Hazewinckel-Suringa berpendapat bahwa “Perbuatan yang dilakukan oleh seorang yang mempunyai penyakit jiwa itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya, akan tetapi hal tersebut tidak menghapuskan sifatnya yang melanggar hukum dari perbuatannya yaitu apabila perbuatannya itu merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang.” Maka suatu serangan yang dilakukan oleh seorang yang mempunyai penyakit jiwa itu tetap bersifat melanggar hukum.


b. Instrumen (Alat) keamanan
Alat keamanan adalah pemasangan alat-alat untuk menangkal serangan yang akan terjadi. Misalnya memasang aliran listrik pada keliling rumah.


Menurut Prof. Pompe yang berpendapat bahwa “Selama pencuri menguasai barang curian masih dalam jangkauan si pemilik barang, maka pemilik barang tersebut dapat melakukan noodweer untuk memperoleh kembali miliknya.” Dengan selesai kejahatan pencurian tidaklah berarti serangan sebagaimana dimaksud pasal 49 ayat (1) KUHP itu juga harus dianggap selesai.


Sedangkan menurut Prof. Van Bemmelen “Bahwa noodweer tidak dapat dilakukan di dalam 2 peristiwa,” yaitu:
1) Peristiwa di mana suatu serangan yang bersifat melawan hukum itu baru akan terjadi di masa yang yang akan datang
2) Peristiwa di mana suatu serangan yang bersifat melawan hukum itu telah berakhir.


Perbuatan yang masuk dalam pembelaan terpaksa pada dasarnya adalah tindakan  menghakimi terhadap orang yang berbuat melawan hukum terhadap diri orang itu atau orang lain (eigenriching).


Jika peristiwa pengroyokan seorang pencuri oleh bayak orang dapat masuk pelampauan batas keperluan membela diri yang memenuhi syarat-syarat dari pasal 49 ayat 1 KUHP, maka orang-orang yang mengeroyok tidak dapat dihukum. Tapi si pencuri berhak membela diri (noodweer) terhadap pengroyokan sehingga mungkin melukai salah seorang dari pengroyokan tersebut maka si pencuri tidak dapat dihukum karena penganiayaan (mishandeling) dari pasal 351 KUHP.


2. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer exces)
a. Pengertian Pembelaan Terpaksa Melampaui Batas
Menurut Van Bemmelen noodweer exces adalah melawan hukum atau tidak tercela. Pelampauan batas pembelaan terpaksa yang disebabkan oleh suatu tekanan jiwa yang hebat karena adanya serangan orang lain yang mengancam.Perbuatan pidana tetap ada tetapi unsur pertanggungjaawaban pidana terhapus.


Dirumuskan dalam pasal 49 ayat 2:
“Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh kegoncanngan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.”

Dalam Teks aslinya:
Niet strafbaar is de overschrijding van de grenzen van noodzakelikjke verdediging, indien zij het onmiddelijkgeloig is gewest van hevigegemoedsbeweging, door de aanranding veroorzaakt


Penafsiran dan terjemahan yang berbeda khususnya mengenai hevigegemoedsbeweging” oleh Prof. Satochid Kartanegara SH diterjemahkan dengan, Keadaan jiwa yang menekan secara sangat atau secara hebat (tekanan jiwa yang hebat), sedang Tiraamidjaja menerjemahkan dengan “gerak jiwa yang sangat”, Utrecht menerjemahkan ”perasaan sangat panas hati”.


Karena terjadi perbedaan mengenai terjemahan dalam pasal tersebut, maka harus diuraikan komponen “nooodweer exes”, yaitu:
1) Melampaui batas pembelaan yang perlu. Dapat disebabkan karena:
a. Alat yang dipilih untuk membela diri atau cara membela diri adalah terlalu keras. Misalnya menyerang dengan sebatang kayu, dipukul kembali dengan sepotong besi
b. Yang diserang sebetulnya bisa melarikan diri atau mengelakan ancaman kelak akan dilakukan serangan, tetapi masih juga memilih membela diri.


Prof. Pompe berpendapat bahwa “Perbuatan melampaui batas keperluan dan dapat pula berkenaan dengan perbuatan melampaui batas dari pembelaannya tiu sendiri, batas dari keperluan itu telah dilampaui yaitu baik apabila cara-cara yang telah dipergunakan untuk melakukan pembelaan itu telah dilakukan secara berlebihan, misalnya dengan cara membunuh sipeneyerang padahal dengan sebuah pukulan saja, orang sudah dapat membuat
penyerang tersebut tidak berdaya. Apabila orang sebenarnya tidak perlu melakukan pembelaan, misalnya karena dapat menyelamatkan diri dengan cara melarikan diri. Batas dari pembelaan itu telah terlampaui yaitu apabila setelah pembelaannya sudah selesai/ berakhir, orang itu masih menyerang si penyerang.”


Sedangkan menurut Hoge Raad ”Hebatnya keguncangan hati itu hanya membuat seseorang tidak dapat dihukum yaitu dalam hal melampaui batas yang diizinkan untuk melakukan suatu pembelaan telah dilakukan terhadap suatu serangan yang melawan hukum yang telah terjadi deketika itu juga”.


2) Tekanan jiwa hebat/ terbawa oleh perasaan yang sangat panas hati
Hevigegemoedsbeweging” oleh Prof. Satochid diartikan keadaan jiwa yang menekan secara hebat yang menurut Utrecht, karena ketakutan putus  asa, kemarahan besar, kebencian, dapat dipahami bahwa pertimbangan waras akan lenyap, jika dalam keadaan emosi kemarahan besar.

3) Hubungan kausal antara “serangan” dengan perasaan sangat panas hati
Pelampauan batas ini terjadi apabila:
a. Serangan balasan dilanjutkan pada waktu serangan lawan sudah dihentikan
b. Tidak ada imbangan antara kepentingan yang diserang dan kepentingan lawan yang menyerang.


Karena pelampauan batas ini tidak diperbolehkan, maka seseorang berdasarkan pasal ini tidak dapat dihukum, tetap melakukan perbuatan melanggar hukum. Perbuatannya tidak halal, tetapi si pelaku tidak dihukum.


Dalam pasal ini dapat dipahami bahwa serangan atau ancaman serangan yang melawan hukum dan menyebabkan goncangan jiwa yang hebat sehingga orang yang terancam melakukan tindak pidana yang lebih berat dari ancaman serangan yang menimpanya, maka perbuatan tersebut tidak dipidana. Schravendik memberikan contoh ada seorang laki-laki secara diamdiam masuk ke kamar seorang gadis dengan maksud hendak menyetubuhi gadis tersebut. Pada saat laki-laki meraba-raba tubuh si gadis, terbangunlah dia.



Dalam situasi yang demikian, tergoncanglah jiwa antara amarah, bingung, ketakutan yang hebat48 sehingga dengan tiba-tiba gadis itu mengambil pisau di dekatnya dan laki-laki tersebut ditikam hingga mati. Oleh sebab adanya kegoncangan jiwa yang hebat inilah, maka pakar hukum memasukkan noodweer exces ke dalam alasan pemaaf karena menghilangkan unsur kesalahan pada diri si pembuat.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel