Fenomena Lailatul Qadar
Saturday, 19 July 2014
Oleh Tgk. H. Nuruzzahri Yahya, Ketua Dewan
Syura HUDA Aceh
SUDUT HUKUM | LAILATUL QADAR
adalah malam diturunkan Alquran dari Lauhil Mahfudh ke langit dunia, turunnya
para malaikat serta melimpahnya rahmat dan keampunan Allah Swt kepada
hamba-Nya. Sebagaimana Allah jelaskan dalam Surah Al-Qadar. Sebagian ulama
berpendapat bahwa pada malam tersebut Allah mempermaklumkan kepada para
malaikat tentang perjalanan hidup hamba selama setahun dan atau Lailatul Qadar
adalah malam yang sempit, karena pada malam tersebut turun semua malaikat
memenuhi alam raya ini.
Kebanyakan
ulama sepakat bahwa Lailatul Qadar terdapat pada sepuluh yang terakhir dari
bulan Ramadhan, berdasarkan hadis riwayat Abi Zar Al-Giffari, seraya berkata,
“Aku bertanya kepada Rasulullah saw; Apakah diangkatkan malam qadar beserta
para Nabi atau malam qadar masih ada hingga hari kiamat? Rasul menjawab; Malam
qadar masih ada hingga hari kiamat. Lalu saya bertanya lagi; Apakah ia dalam
bulan Ramadhan atau bukan? Rasul menjawab; Ia di bulan Ramadhan. Lalu saya
bertanya lagi; Apakah ia di sepulah awal, sepuluh pertengahan, atau di sepuluh
yang akhir? Beliau menjawab: Ia berada di sepuluh terakhir.”
Dalam
hadis lain, diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah saw
bersabda, “Carilah malam qadar di sepuluh yang akhir dan carilah malam qadar
pada tiap-tiap malam yang ganjil.” Kemudian ulama berbeda pendapat tentang
malam ganjil yang merupakan malam qadar.
Diceritakan
dari Ubay bin Ka’ab dan Abdullah Ibn ‘Abbas bahwa Malam Qadar terjadi pada
malam 27 Ramadhan. Ubay bersumpah atas nama Allah bahwa Malam Qadar terjadi
pada malam 27 Ramadhan, apa tandanya beliau mengatakan demikian? Beliau
menjawab, Rasulullah menjelaskan bahwa matahari tidak bersinar dan saya
mendapatkan matahari tidak bersinar pada waktu Subuh 27 Ramadhan.
Sedangkan
Ibn Abbas mengambil dalil dari perkiraan kalimat yang terdapat dalam Surah
Al-Qadar berjumlah 30 kalimat sesuai dengan jumlah hari dalam sebulan dan ia
mendapat isyarat dari firman Allah tersebut, terletak pada ujung kalimat yang
ke-27. Jadi, Ibn Abbas berkesimpulan bahwa Malam Qadar terdapat pada malam
ke-27 Ramadhan. Ada juga yang berpendapat bahwa Lailatul Qadar terjadi pada
malam yang ke-25 Ramadhan.
Menurut
Imam Al Ghazali, tanda Lailatul Qadar bisa dilihat dari permulaan atau malam
pertama bulan Ramadhan. Jika hari pertama jatuh pada malam Ahad atau Rabu, maka
Lailatul Qadar jatuh pada malam tanggal 29 Ramadhan. Jika malam pertama jatuh
pada Senin, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 21 Ramadhan. Jika malam
pertama jatuh pada Kamis, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 25 Ramadhan.
Jika malam pertama jatuh pada malam Sabtu, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam
23 Ramadhan, dan jika malam pertama jatuh pada Selasa atau Jumat, maka Lailatul
Qadar jatuh pada malam 27 Ramadhan.
Kaidah
ini tercantum dalam kitab-kitab para ulama, termasuk dalam kitab-kitab fiqh
Syafi’iyyah. Rumus ini teruji dari kebiasaan para tokoh ulama yang telah
menemukan Lailatul Qadar. Kaidah ini diceritakan Al-Ghazali dalam Ihya
Ulumuddin, juga terdapat dalam kitab Hasyiah Sulaiman Al Kurdi juz hlm 188;
Tafsir Shawi; kitab I’anah at-Thalibin II/257.
Syaikh
Ibrahim al Bajuri dalam kitabnya Hasyiah ‘Ala Ibn Qasim Al Ghazi juz I halaman
304; as Sayyid al Bakri dalam kitabnya I’anatuth Thalibin juz II hlm 257-258;
juga kitab Mathla‘ul Badrain karangan Syaikh Muhammad bin Ismail Daud
al-Fathani.
Pada
malam itu Jibril dan para malaikat turun ke bumi untuk menyaksikan kesungguhan
manusia dalam beribadah dan mereka mendoakan keselamatan dan doa syafaat kepada
manusia. Siapa saja yang mendapatkan doa selamat dari malaikat, maka akan diampuni
dosa-dosanya. Sedangkan Jibril bersalam dengan setiap mukmin yang beribadah
pada malam itu, akan merasakan sentuhan Jibril dengan merinding, hatinya
terbuka, dan berlinang air mata karena mengingat dosa.
Diriwayatkan
bahwa Usman bin ‘Ash memiliki seorang budak, ia berkata, “Wahai tuanku!
Sesungguhnya aku melihat air laut pernah tawar pada satu malam dari satu bulan
(bulan Ramadhan). Fenomena lain yang pernah terjadi sebagai tanda Malam Qadar
adalah di pagi harinya matahari putih, tidak bercahaya sebagaimana lazimnya dan
hawanya tidak dingin dan tidak panas, sebagaimana telah disebutkan dalam cerita
Ubay ibn Ka’ab.”
Untuk
mendapatkan fadilah atau kelebihan di malam tersebut, maka senantiasa shalat
berjamaah, mendirikan shalat malam atau qiyamul lail (shalat Tarawih, Tahajud,
Witir, dan lain-lain), memperbanyak baca Alquran dengan baik, iktikaf,
memperbanyak zikir, istighfar, dan doa, terutama doa yang diajarkan Rasulullah
kepada ‘Aisyah: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Zat Maha Pengampun lagi Maha
Pemurah, senang pada ampunan, maka ampunilah kami, wahai Zat yang Maha
Pemurah.” (*serambi Indonesia)