Pengertian Mahar
Wednesday, 2 July 2014
SUDUT HUKUM | Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahar atau
dengan perkataan maskawin adalah pemberian wajib
berupa uang atau barang dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika dilangsungkan
akad nikah. Pengertian yang sama dijumpai
dalam Ensiklopedi Hukum Islam, mahar adalah pemberian wajib berupa uang atau
barang dari mempelai lakilaki kepada mempelai perempuan ketika dilangsungkan
akad nikah. Mahar merupakan salah satu unsur penting dalam proses pernikahan.
Secara etimologi
(bahasa) mahar artinya maskawin. Dalam kamus Al-Munawwir, kata mahar berarti maskawin. Secara umum kata lain yang
dipergunakan untuk mahar di dalam Al-Qur’an adalah “Ajr” berarti penghargaan serta hadiah yang
diberikan kepada pengantin putri. Sesungguhnya “Ajr” itu
adalah sesuatu yang diberikan dan tidak dapat hilang. Sedangkan kata “Shadaqah” juga
dipergunakan di dalam Al-Qur’an untuk menekankan pemberian atau nafkah dalam
kehidupan keluarga.
Sedangkan kata “Faridhah” ialah utuk
menyebutkan nafkah keluarga atau secara harfiyahnya adalah nafkah yang
diwajibkan atau suatu bagian yang telah ditekankan. Kata mahar juga
dipergunakan dalam hadis untuk menekankan maskawin atau pemberian karena
perkawinan menurut Al- Qur’an.
Menurut Hamka, kata shidaq atau shaduqat yang dari
rumpun kata shidiq, shadaq, bercabang juga dengan kata shadaqah yang
terkenal. Dalam maknanya terkandung perasaan jujur, putih hati. Jadi artinya
harta yang diberikan dengan putih hati, hati suci, muka jernih kepada calon
istri ketika akan nikah. Arti yang mendalam dari makna mahar itu ialah
laksana cap atau stempel, bahwa nikah itu telah dimaterikan.
Maskawin bisa disebut dengan: Shadaq, Nikhlah, faridhah atau Mahar. Nama-nama ini terdapat dalam Al-Qur’an
surat An-Nisa’: 4
Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (Q.S. An-Nisa’: 4)
Ditinjau dari asbabun nuzul surat An-Nisa’ ayat 4 di atas bahwa dalam Tafsir Jalalain terdapat keterangan sebagai berikut :
Diketengahkan oleh Ibnu Abi Hatim dari
Abu Salih katanya : “dulu jika seorang laki-laki mengawinkan putrinya, di ambil
maskawinnya tanpa memberikan kepadanya”. Maka Allah pun melarang mereka berbuat
demikian, sehingga menurunkan ayat 4 surat An-Nisa’ ini.
Pembicaraan dalam ayat di atas itu
diarahkan kepada para suami. Artinya dan berikanlah kepada wanita-wanita yang
telah kalian ikat dengan mahar suatu pemberian, sebagai lambang kasih
sayang yang mendasari hubungan kalian berdua. Pemberian tersebut sebagai tanda
cinta dan eratnya hubungan, disamping jalinan yang seharusnya meliputi rumah
tangga yang kalian bangun.
Mahar (maskawin)
secara terminologi menurut Imam Taqiyuddin Abu Bakar adalah
harta yang diberikan kepada perempuan dari seorang lakilaki ketika nikah atau
bersetubuh (wathi’).
Menurut H.S.A Al-Hamdani, mahar atau
maskawin adalah pemberian seorang suami kepada istrinya sebelum, sesudah atau
pada waktu berlangsungnya akad nikah
sebagai pemberian wajib yang tidak dapat diganti dengan yang lainnya.
Menurut Abdurrahman Al-Jaziri, mahar atau
maskawin adalah nama suatu benda yang wajib diberikan oleh seorang pria
terhadap seorang wanita yang disebutkan dalam akad nikah sebagai pernyataan
persetujuan antara pria dan wanita untuk hidup bersama sebagai suami istri.
Menurut Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz
Al-Malibari Al-Fanani, mendefinisikan mahar atau shadaq ialah sejumlah harta yang wajib diberikan
karena nikah atau wathi’ (persetubuhan). Maskawin dinamakan shadaq karena di
dalamnya terkandung pengertian sebagai ungkapan kejujuran minat pemberinya dalam
melakukan nikah, sedangkan nikah merupakan pangkal yang mewajibkan adanya
maskawin.
Sedangkan Said Abdul Aziz Al-Jaudul
mendefinisikan mahar sebagai suatu benda yang diberikan seorang
laki-laki kepada seorang perempuan setelah ada persetujuan untuk nikah, dengan
imbalan laki-laki itu dapat menggaulinya.
Menurut Ibrahim Al-Jamal, mahar atau
maskawin adalah hak wanita, karena dengan menerima mahar, artinya
ia suka dan rela dipimpin oleh laki-laki yang baru saja mengawininya.
Mempermahal mahar adalah suatu hal yang dibenci Islam, karena
akan mempersulit hubungan perkawinan di antara sesama manusia.
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI pasal
1 huruf d), mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria
kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak
bertentangan dengan hukum Islam.
Dari berbagai pengertian tentang mahar di atas
dapat ditegaskan bahwa mahar (maskawin) adalah pemberian wajib dari
seorang laki-laki (calon suami) kepada seorang perempuan (calon istri) baik
berbentuk barang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Pengertian mahar yang
telah diuraikan di atas nampaknya tidak ada perbedaan yang mendasar, dimana
setiap definisi memberikan pengertian yang beragam dan mempunyai unsur-unsur
yang sama tentang mahar, bahwa yang dimaksud dengan mahar adalah
harta yang wajib diberikan oleh seorang laki-laki kepada calon istri akibat
pernikahan atau wath’i.
Islam sangat memperhatikan dan menghargai
kedudukan seorang wanita dengan memberikan hak kepadanya di antaranya adalah hak
untuk menerima mahar (maskawin).
Mahar hanya
diberikan oleh calon suami kepada calon istri, bukan kepada wanita lainnya atau
siapa pun walaupun sangat dekat dengannya. Orang lain tidak boleh menjamah
apalagi menggunakannya, meskipun oleh suaminya sendiri, kecuali dengan ridha
dan kerelaan si istri.