Hutang sipewaris
Tuesday, 16 September 2014
SUDUT HUKUM | Hutangsipewaris dibebankan pada harta peninggalannya. Kalau harta peninggalan tidak cukup untuk membayar hutang
sipewaris, maka menjadi
tanggungan ahli waris.
Pada
umumnya sebelum jenazah diberangkatkan kekubur, biasanya oleh salah seorang
ahli waris diumumkan permohonan maaf akan kesalahan dan hutang-hutang almarhum
semasa hidupnya.
Dalam
hal ini dikabupaten Aceh Selatan (kecamatan Tapaktuan dan Samadua) ada pepatah
adat yang berbunyi demikian kok nan banyak dimintak, kok nan seketek kami
bayie, yang maksudnya meminta keringanan membayar kepada siberhutang akan
hutang-hutang sipewaris, akan tetapi meskipun demikian tidak menghilangkan hak
bagi orang yang berpiutang pada almarhum untuk menagih/minta dilunasi kepada
ahli warisnya. Ninik mamak juga ikut bertanggung jawab apabila ahli waris tidak mampu.
Di
kabupaten Aceh Besar, apabila ahli waris tidak mampu melunasi hutang-hutang sipewaris,
biasanya sisa hutang itu dimaafkan sesuai dengan pepatah nyang le kamo
lake, nyang mit kamo gade artinya yang banyak kami minta, yang sedikit
kami gadai, maksud dari pepatah ini adalah minta dimaafkan atas hutangl-hutang
si almarhum kepada siberpiutang.
Di
kabupaten Pidie terdapat pula kebiasaan dimana ahli waris tidak bettanggung jawab atas sisa hutang sipewaris.
Di
kecamatan Peusangan dan Jeumpa (Kabupaten Aceh Utara), hutang sipewaris tidak
dapat diberatkan kepada ahli waris, tapi dapat diambil dari harta yang
diwasiatkan.
Dalam
hal almarhum yang dulunya hidup sebatang kara, maka sisa hu tang-hu tangnya yang belum terbayar dengan harta
peninggalannya dianggap bebas dengan sendirinya.
Adanya
hutang-hutang sipewaris diketahui dari pesan-pesan almarhum semasa hidupnya dan bukti-bukti yang
diajukan siberhutang.
Batas
waktu untuk meminta perribayaran hutang-hutang almarhum tidak ada, hanya diusahakan hutang-hutang
almarhum sudah dapat diselesaikan sebelum diadakan pembagian
warisan terhadap harta peninggalan almarhum.
Namun
demikian apabila hutang-hutang itu baru diketahui setelah adanya pembagian warisan,
tetapi dibayar juga oleh ahli warisnya.
Jika
ada ahli waris yang membayar terlebih dahulu hutang-hutang almarhum dengan hartanya
sendiri, hal itu akan diperhitungkan pada waktu pembagian warisan. Di kabupaten Aceh Besar, hutang
almarhum yang timbul semasa perkawinan didahulukan pembayarannya daripada hutang-hutang
yang terjadi sebelum perkawinan.
Penjualan
barang-barang sipewaris untuk melunasi hutang-hutang, didahulukan barang-barang yang bergerak kemudian
baru barang-barang yang tidak bergerak.
Penjualan
ini -disaksikan oleh seluruh ahli waris. Kalau tidak semua ahli waris dapat hadir,
penjualan itu dapat juga dilakukan oleh ahli waris yang ada dengan disaksikan oleh
geuchik/tuha peuet (kepala kampung/orang-orang yang dituakan).
Dikutip Dari Buku : Penelitian Hukum Adat
Aceh