Konflik Peradaban Islam dan Peradaban Barat
Wednesday, 5 November 2014
SUDUT HUKUM | Menurut Samuel P.Huntington, Terdapat berbagai faktor yang menjadi sebab terjadinya
konflik antara Islam dengan Barat pada akhir abad XX :
Pertama, pertumbuhan
penduduk muslim yang begitu pesat menyebabkan
terjadinya banyak pengangguran dan mendorong anak-anak mudah
masuk menjadi anggota kelompok Islamis. Melakukan tekanan terhadap
penduduk sekitar dan bermigrasi ke Barat.
Kelima, terjadinya
hubungan dan percampuran antara orang-orang Islam dengan
orang-orang Barat mendorong muculnya rasa identitas keduanya dan
bagaimana membedakan antara satu dengan yang lain. Interaksi dan percampuran
juga mempertajam perbedaan-perbedaan hak antara masing masing anggota peradaban
dalam sebuah negara yang didominasi oleh anggota anggota yang berasal dari peradaban
lain. Dalam masyarakat Islam maupun Kristen,
toleransi mengalami degradasi secara tajam pada tahun 1980 –
1990 an.
Jhon L Esposito
mengungkapkan bahwa ketakutan akan Islam bukanlah hal
baru. Kecenderungan untuk menghakimi tindakan kaum muslim secara isolatif,
menggeneralisasikan tindakan pihak – pihak tertentu sebagai tindakan
keseluruhan,menyepelekan ekses – ekses sejenis yang dilakukan atas nama
agama-agama dan ideologi-ideolog lain (termasuk atas nama demokrasi dan
kebebasan. Dalam beberapa hal, sikap Barat terhadap Komunisme tampak beralih ke
ancaman baru, yaitu Fundamentalisme Islam. Pada tahun 1990 – an efek di dunia
Islam dan Barat, media dan banyak analisis untuk berkesimpulan, tanpa
memperhatikan keanekaragaman organisasi Islam dan kontek – kontek sosial, bahwa
Fundamentalisme Islam merupakan suatu ancaman global utama.
Benturan yang
masih terjadi, masih mengambil ekpresi teroris di pakistan, Irak,
Lebanon, Al Jazair, amarah muslim (muslim rage) yang muncul
dari dalam Islam dan apa yang dsiebut masyarakat muslim. Sadar
akan adanya kecenderungan Barat yang memandang Islam sebagai
ancaman, pelanggaran – pelanggaran organisasi Islam – organisasi Islam,
pemenjaraan para aktivis, dan pelanggaran hak asasi manusia dilakukan
dengan secara menyedihkan dengan dalih pelanggaran hak asasi manusia,
terorisme.
Sebuah perang
yang melibatkan negara – negara inti dari peradaban - peradaban
besar dunia sebagai sesuatu hal yang bisa terjadi, tapi tidak mungkin.
Perang itu, sebagaimana telah kita ketahui, berasal dari adanya sebuah garis
persinggungan perang diantara berbagai kelompok yang berada dari peradaban -
peradaban yang berbeda, dan yang paling sering melibatkan kaum muslimin dengan
non muslim serta yang lainnya. Negara negara Islam saling
berusaha memberikan bantuan kepada masyarakat muslim yang dilanda konflik.
Negara-negara yang memainkan peran sekunder dan tertier tidak telalu
melibatan diri di dalam konflik tersebut. Sebab yang lebih berbahaya dari
perang global interperadaban adalah terjadinya balance of power di
antara peradaban - peradaban dengan negara – negara inti.
Kegoyahan yang
timbul akibat kekalahan – kekalahan dan penyerahan politik
menjadikan kaum muslimin secara psikologis kurang mampu untuk secara
konstruktif memikirkan kembali warisannya dan menjawab tantangan intelektual
dari pemikiran modern melalui proses proses asimilatif kreatif, serta
menghadapi Kristen, tantangan yang datang langsung.
Amerika Serikat
keluar sebagai pemenang tragedi ini berulang kembali sebagai
mitos kedigdayaan Amerika Serikat sebagai lambang supremasi dunia,
setelah ambruknya Uni Soviet sebagai negara besar rival, dalam keadaan
ekonominya yang berantakan. Berbarengan dengan itu, telah membuktikan
ketidakmampuan faham Komunisme menjawab tantangan perubahan zaman, yang terjadi
justeru sebaliknya ialah kehancuran
Komunisme,
Melihat fakta ini, kaum Kapitalisme boleh bangga. Amerika Serikat
bisa ponggah sebagai negara terkuat yang menerapkan faham Liberalisme
dalam sistem ekonomi yang Kapitalistis. Namun apa sesungguhnya yang akan
terjadi kemudian. Runtuhnya negara Komunis Uni Soviet yang semula diduga
sebagai awal terwujudnya perdamaian dunia yang sejati, dengan figur Amerika
Serikat sebagai negara terkuat di dunia yang akan mengendalikan percaturan
politik internasional, ternyata kalangan Barat justru berfikir
sebaliknya, bahwa telah timbul masalah baru yang lebih pelik dari sekedar
merosotnya pamor Komunisme. Kekuatan ekonomi Barat yang didukung oleh faham
Kapitalisme tidak mampu menjawab persoalan pergeseran ideologi alternatif dari
Komunisme kepada Islam.
Supremasi
Amerika Serikat sebagai kekuatan ekonomi hampir tenggelam. Namun
demikian, kekuatan militer Amerika Serikat tetapi menjadi kengerian terutama
bagi bangsa-bangsa timur yang kurang akrab dengan Barat. Apabila terjadi
ketidaksesuaian pandangan politik, sudah terbiasa pihak Barat dengan mudah akan
mengerahkan kekuatan militernya untuk menggempur pihak pihak yang menjadi
sasarannya. Sesungguhnya prestasi militer Barat, khususnya Amerika Serikat,
dalam sejarahnya tidaklah selalu unggul dalam menghadapi bangsa-bangsa Asia dan
Afrika. Penyerangan Irak bukannya merupakan prestasi yang hebat, satu Negara
Irak, dikeroyok 26 negara besar yang memiliki mesin - mesin perang canggih dan
menelan ribuan nyawa yang tidak berdosa.
Pemerintah
Amerika Serikat sering berpandangan dilematis, dalam melihat
permasalahan politik internasional yang menyangkut kepentingan politiknya
yang terimplemetasi dalam pola kebijaksanaan politik luar negerinya.
Antara berpikir pragmatis dan idealis. Oleh karena itu dunia Islam sering
mengenap sebagai bijaksana politik Hipokrit (Munafik) di satu pihak Amerika
Serikat selalu mengembar geborkan doktrin demokrasi sebagai rumusan universal
yang agung. Yang perlu dimasyarakatkan di penjuru dunia, namun di pihak
lain sering bertindak menginjak injak kedaulatan negara lain
dengan
mengindahkan hak asasi manusia dan prinsip demokrasi bangsa lain yang
sedang tumbuh di negara yang menjadi anjang kepentingan politik bagi dirinya.
Amerika Serikat sudah terbiasa melihat ancaman-acaman kelemahan negara-negara
lain untuk tujuan kepentingan politiknya, yang lazim menyorot dari segi
penerapan demokrasi dan hak asasi manusia, tetapi ia lupa melihat kekurangan
dalam negerinya untuk menuntaskan persoalan rasialis yang mudah meletup
banyak kejadian ekstrimitas, teroris yang memerangi kepentigan Barat di
berbagai pelosok penjuru dunia, dikaitkan dengan gerakan Islam fundamentalis
yang merasa dipersalahkan masih tidak adil oleh Barat.
Ungkapan tentang
Fundamentalisme ditandai dengan keyakinan – keyakinan
khayalan pada standar penyempurnaan yang bisa dipahami oleh manusia
bahkan mungkin dapat dicapai di atas bumi. Kadang-kadang inspirasi bagi
keyakinan ini berangkat dari suatu pandangan masa lalu yang tidak benar dan
idealis, kemudian kegiatan itu bertujuan untuk menciptakan kembali suatu zaman keemasan.
Hal ini pada gilirannya mengakibatkan konservatisme.
Tetapi
sebagaimana yang akan terlihat fundamentalisme bisa beranggapan bahwa
kewajiban mereka adalah lebih menerapkan kebenaran kebenaran abadi
dalam penciptaan suatu masyarakat baru.
Para politisi
dan praktisi Barat, khususnya Amerika Serikat suka merancukan
istilah Islam dengan menggeneralisasi sebagai kekuatan politik secara
sempit. Islam dipandang sebagai ideologi yang berbasis pada kekuatan agama. Wujud gerakan
Islam Fundamentalis yang kaku sering diartikan sebagai
perwujudan masyarakat Islam secara keseluruhan. Kesan negatif seperti ini telah
mendorong lahirnya banyak gagasan dari kalangan Barat yang berhaluan pragmatis
untuk merekayasa penghacuran Islam sebagai kekuatan politik dan ideologi.
Citra Islam
sebagai agama tergeser, diangap sebagai ideologi Islamisme yang
perlu dibendung penyebarannya. Gerakan Islam yang Fundamentalis
pada pemikiran tidak mengenal kompromi. Serat dengan semangat keagamaan,
bersikap keras terhadap kekaisaran, militanisi mempertahankan prinsip
keagamaan, dorongan jihat fisabilillah untuk menjadi syuhada berakibat
memberikan gambaran menyeramkan terutama bagi masyarakat bukan Islam di
negara-negara Barat.
Namun bagi
kalangan barat yang idealis dan memiliki wawasan keislaman yang
luas, mereka lebih berpandangan optimistis dan positif terhadap
gerakan Islam, tidak gegabah memandang Islam sebagai fenomena baru
dalam Islam percaturan politik internasional semata. Perlu dibedakan Islam
sebagai alat politik dan Islam sebagai gerakan sosial keagamaan yang humanis,
sebagaimana gerakan agama – agama lain yang menjunjung nilai – nilai kebaikan.
Masyarakat Barat
yang gandrung terhadap kebebasan, telah melahirkan faham
Liberal, yang mengagung-agungkan hak-hak asasi manusia dan
sistem demokrasi, telah mencoreng sejarah perjalanan hidupnya sendiri dengan
menanamkan faham Imperialisme Kolonialisme telah merampas kebebasan
bangsa-bangsa yang terjajah menginjak-injak hak asasi manusia, sehingga
melahirkan kesengsaraan bangsa di banyak belahan dunia yang menjadi
negara jajahannya.
Sebagian orang
Barat, termasuk Bill Clinton sepakat bahwa Barat tidak mempunyai
masalah dengan Islam, tetapi memiliki masalah dengan kelompok
ekstremis Islam, selama empat ratus tahun, sejarah menunjukkan hal
yang sebaliknya.
Hubungan
antra Islam dengan Kristen, baik Ortodosk maupun Barat, seringkali penuh
ketegangan keduanya bersikukuh pada prinsip masing-masing konflik abad XX
antara demokrasi Liberal dengan Marxis – Lelinisme hanyalah sebuah fenomena historis
yang bersifat sementara dan supersifial jika dibanding dengan hubugan
konflik antara Islam dengan Kristen. Suatu ketika keduanya hidup berdampingan
secara damai, akan tetapi di lain waktu lebih sering terlibat dalam hubungan
yang penuh persaingan, dan dalam pelbagai tingkatan, terlibat dalam kecamuk
perang “dinamika historis” mereka, menurut Jhon Esposito, “ sering
sebagai dua komunitas yang saling bersaing, dan menatap pada pertempuran yang
penuh kematian, demi kekuasaan, tanah dan jiwa”. Selama beradab-abad, kedua agama
tersebut melalui sebuah momentum yang penuh gelombang, masa masa jeda dan
saling menyerang mengalami jatuh bangun.
Sejak abad VII
hingga pertengahan abad VIII, kekuatan kekuatan Islam mampu
mendirikan pemerintahan-pemerintahan Islam di Afrika Utara, Libria,
Timur Tengah, Persia, dan bagian utara India,. Selama dua abad, garis pemisah
antara Islam dan Kristen tidak mengalami pergeseran. Kemudian pada akhir abad
XI, orang-orang Kristen ingin kembali menguasai wilayah Barat
Mediterrannea, menyerang Sicilia, dan menaklukkan Toledo. Pada tahun 1905, umat
Kristen mengobarkan Perang Salib, dan selama satu abad, setengah dari
seluruh penguasa Kristen di dunia berusaha, dengan berbagai kegagalam.
Mendirikan pemerintahan Kristen di tanah suci serta ingin menyatukan
wilayah-wilayah di sekitar timur dekat, melepaskan acre, di tahun 1291.
Sementara itu,
Turki Utsmani telah tampil di atas panggung. Yang pertama kali mereka lakukan
adalah melemahkan kekuatan Byzantium dan kemudian menaklukkan sebagian besar
wilayah balkan serta Afrika Utara, mengepung konstantinopel pada tahun 1453,
dan pada tahun 1529 menyerbu Wina, Eropa senantiasa merasakan adanya ancaman
dari Islam. Islam adalah satu satunya peradaban yang mampu membuat Barat selalu
berada dalam keraguan antara hidup dan mati, dan ia telah melakukannya, setidak
tidaknya dua kali.
Selama abad XV,
kondisi tersebut mulai berubah, umat Kristen secara gradual
merebut
kembali Iberia dan menguasai Granada pada tahun 1492. Sementara
itu, pelbagai penemuan yang dilakukan oleh orang-orang Eropa dalam
bidang navigasi memungkinkan bangsa Portugis dan bangsa Eropa lainnya
menjelajahi wilayah-wilayah Islam, menembus lautan India dan menyeberangnya.
Secara Simultan orang-orang Rusia pun mampu mengakhiri kekuatan
bangsa Tartar. Turki Utsmani juga tidak tinggal diam dan kembali menyerbu Wina
pada tahun 1683. Kegagalan mereka menandai awal kemunduran yang panjang,
termasuk juga perjuangan orang-orang Kristen ortodoks di wilayah-wilayah Balkan
untuk membebaskan diri dari kekutan Turki Usmani, ekspansi kekuatan Hapsburg,
dan kemajuan dramatis yang dicapai oleh orang-orang Rusia di wilayah laut hitam
serta Kaukasus. Selama satu abad atau lebih derita Kristen
tertansformasikan ke dalam orang-orang yang sakit. Pada
akhir perang dunia I, Inggris Perancis dan Italia merebut dan menguasai baik
secara langsung maupun tidak langsung, seluruh wilayah kekuasaan Turki Ustmani
kecuali wilayah republik Turki. Pada tahun 1920, terdapat empat negara Islam
Turki, Arab Saudi Iran dan Afganistan,yang tetapi merdeka dari pelbagai bentuk
pemerintahan non muslim.
Penarikan mundur
kolonialisme Barat, pada gilirannya mulai berjalan secara
perlahan pada tahun 1920 – an dan 1930 – an serta mengalami akselerasi
secara dramatis selama terjadinya bencana Perang Dunia II runtuhnya
Uni Soviet mengantarkan kemerdekaan bagi masyarakat masyarakat
muslim. Menurut salah satu perhitungan sekitar 92 akuisisi wilayah
muslim oleh pemerintahan pemerintahan non muslim terjadi antara 1757
sampai dengan 1919 . Selama tahun pemerintahan muslim dan sekitar 45
menjadi negara negera mereka dengan seluruh penduduknya muslim. Sifat hubungan-hubungan
yang melibatkan pelbagai bentuk kekerasan ini terefleksikan melalui kenyataan
bahwa 50 % dari seluruh peperangan yang terjadi di pelbagai negara antara tahun
1820 sampai dengan 1929 merupakan perang agama antara umat Islam dengan
Kristen.
Sebab-sebab
terjadinya pelbagai bentuk konflik ini tidak berada dalam kerangka
fenomena perubahan, sebagaimana dapat dilihat dalam semangat Kristen
atau fundamentalis Islam abad XX, namun bermuara pada dua agama danperadaban yang mendasarinya. Konflik di satu pihak disebabkan adanya perbedaan
konsep Islam, terutama yang menyangkut pandangan hidup, mentransendensikan dan
menyatukan antara agama dengan politik versus konsep Kristen yang memisahkan
antara Tuhan dengan kaisar. Namun, konflik tersebut juga disebabkan adanya
kesesuaian. Antara keduanya Islam maupun Kristen merupakan agama dapat dengan
mudah menerima keberadaan Tuhan-Tuhan, lain dan menandang dunia melalui dua
term yang bersifat universalistik dan masing masing menyatakan diri sebagai
agama yang benar serta harus diikuti oleh seluruh umat manusia. Keduanya merupakan
agama misionaris yang mewajibkan para penganutnya mengajak orang-orang yang
tidak beragama menganut satu satunya agama yang benar.
Pada awalnya
Islam disebarkan melalui penaklukan. Dan ketika memperoleh kesempatan,
Kristenpun begitu pula. Konsep yang paralel antara jihad dan Perang Salib tidak
hanya saing menggantikan satu sama lain, tapi juga mencirikan kedua agama
tersebut yang dibedakan dari agama agama besar dunia lainnya. Islam dan kristen
begitu juga halnya dengan Yudaisme, memiliki pandangan-pandangan teologis
mengenai sejarah yang dikontraskan dengan pandangan pandangan dari peradaban
lain yang bersifat siklikal dan
statis.
Tingkatan
konflik antara Islam dengan Kristen senantiasa dipengaruhi oleh
siklus pertumbuhan penduduk, kemajuan ekonomi, perubahan teknologikal, dan intensitas
komitmen keagamaan. Penyebaran Islam pada abad VII diikuti
dengan migrasi besar besaran yang dilakukan oleh orang orang
Arab. Skala dan kecepatannya tak terkira ke wilayah wilayah yang
berada di bawah
kekuasaan Byzantium dan bangsa sasaran. Beberapa abad kemudian perang Salib
mampu memacu terjadinya pertumbuhan ekonomi, ekspansi penduduk dan kebangkitan Clunaic
abad XI di Eropa yang memungkinkan dilakukannya mobilisasi para ksatria
serta kaum tani untuk melakukan long march ke tanah suci. Ketika pasukan
Perang Salib I sampai di Konstantinopel, salah seorang pengamat Byzantium
menulis, rupa rupanya seluruh masyarakat Barat, termasuk suku-suku Barbar yang
tinggal di sekitar Laut Adiatik hingga pilar pilar Herculer, mulai melakuan
migrasi massal, dan di tengah perjalangan melalui barisan massa yang Solid,
memporakporandakan Asia beserta segala yang dimilinya. Pada abad XIX
pertumbuhan penduduk yang spektakuler menyebabkan terjadinya ledakan penduduk
di Eropa, menggerakkan Mistarsi tersebar dalam sejarah ke pelbagai
wilayah muslim dan belahan dunia lainya.
Sebab sebab
terjadinya konflik – konflik baru antara Islam dengan Barat
terletak pada pertanyaan pertanyaan mendasar menyangkut kekuasaan dan
kebudayaan. Siapa yang berhak memerintah ? siapa yang seharusnya diperintah ? persoalan
sentral dalam kaitan dengan masalah politik, sebagaimana dinyatakan oleh Lenin,
merupakan akar penyebab terjadinya kontes antara Islam dengan Barat. Sekalipun
demikian terdapat konflik tambahan, yang bagi Lenin tidak begitu berarti,
antara dua versi yang berbeda mengenai mana yang salah dan siapa yang benar,
dan sebagai konsekuensinya, siapa yang salah dan siapa yang benar. Selama Islam
tetap sebagai Islam (dan dan akan tetap demikian,) Barat tetap Barat (yang tampaknya
tidak dapat dipastikan), konflik fundamental antara dua peradaban besar dan dua
way of life ini akan terus terjadi di masa yang akan datang sebagaimana
ia pernah terjadi empat belas abad yang lalu. Hubungan hubungan tersebut lebih
jauh dikeruhkan oleh sejumlah persoalan
substantif pada posisi yang saling bersebarangan. Secara historis, salah
satu persoalan utamanya adalah menyangkut kontrol wilayah terorial.
Namun hal itu
kini tidak lagi menjadi persoalan yang signifikan sembilan belas
dari dua puluh delapan garis persinggungan konflik yang terjadi pada pertengahan
1980 an antara muslim dengan non muslim adalah antara umat Islam
dengan Kristen. Sebelas diantarnaya dengan umat Kristen ortodoks dan tujuh
dengan para pengikut Kristen Barat di Afrika dan Asia Tenggara. Salah satu
konflik yang terjadi secara langsung di sepanjang garis persinggungan konflik
antara Barat dengan Islam adalah konflik antara yang terjadi secara langsung di
sepanjang garis persinggungan konflik antara Barat dengan Islam adalah konflik
antara Kroasia dengan Bosnia, antara Amerika dengan Irak, berakhirnya imperalisme
teritoreal Barat dan ekspansi teritorial yang dilakukan umat Islam menjadi
sebab timbulnya sebuah segregasi geografis yang terjadi di sebagian kecil
wilayah Balkan. Yang secara langsung memisahkan batas-batas antara komunitas
komunitas muslim dengan Kriten konflik yang terjadi antara Barat dengan Islam
tidak begitu terfokus pada persoalan wilayah teritorial, tapi seperti
proliferasi senjata, demokrasi dan hak asasi manusia, kontrol minyak, migrasi,
terorisme Islam dan intervensi Barat.
Reaksi terhadap
Barat tidak hanya dapat kita lihat melalui pusat intelektual yang
mendorong kebangkitan Islam, tetapi juga melalui sikap sikap pemerintahan
di negara negara Islam terhadap Barat. Pemerintahanpemerintahan paska kolonial,
dalam kaitan dengan kebajikan luar negeri, umumnya memiliki ideologi ideologi
politik dan ekonomi serta kebijakankebijakan yang pro Barat. tumbuhnya gerakan
gerakan anti westernisme diikuti dengan meluasnya ancaman Islam terhadap
Barat, terutama yang digerakkan oleh kelompok – kelompok ekstermis Islam yang
dipicu oleh adanya angapan Barat bahwa Islamlah melancarkan proliferasi nuklir,
terorisme, dan membanjirya imigran gelap di Eropa.
Berkaitan dengan
pandangan pandangan yang berkaitan di kalangan umat Islam dan
orang Barat mengenai Ekstremisme Islamis yang kemudian diikuti
dengan bangkitnya Revolusi Iran pada tahun 1979, sebuah perang semua
antar perabadan Islam dengan Barat berkembang perang semua tersebut
terjadi karena tiga alasan. Petama tidak seluruh negara Islam berpedang
melawan Barat. Dua negara Fundamentalis (Iran , Sudan) tiga negara non
fundamentalis dari negara negara Islam seperti Arab Saudi telah menyerbu
Amerika Serikat dan pada waktu yang lain, Inggris, Perancis, dan negara negara
serta kelompok kelompok Barat lainnya. Di samping itu mereka juga menentang
Israel dan umat Yahudi secara umum.
Bagi Barat, yang
menjadi ganjalan utama bukanlah fundamentalisme Islam,
tetapi Islam itu sendiri, sebuah peradaban yang masyarakatnya berbeda dengan
kebudayaan mereka yang diyakini memiliki keunggulan dan terobsesi dengan
inferioritas kekuatan mereka. Bagi Islam yang menjadi persoalan bukan
CIA atau Departemen Pertahanan AS tapi Barat. Sebuah peradaban yang berbeda
dimana mayarakatnya menyakini universalitas serta keluhuran kebudayaan mereka.
Jika mereka mengalami kemunduran, terdapat kekurangan yang mengharuskan mereka
menyebarkan kebudayaan mereka di seluruh dunia. Itulah sebab – sebab yang
memicu terjadinya konflik antara Barat denganIslam.
Kerakusan paham
Kapitalisme yang mengeruk sumber daya (resourses)
secara besar-besaran, demi mewujudkan impian negara sejahtera, telah
membuatnya ponggah meningas bangsa-bangsa lemah untuk dihisap sumberdaya
alamnya dan manusia guna mendukung kelanggengan hidup kaum
Borjuis di Barat. Praktek-praktek keji Kapitalism di masa lalu itu, telah melahirkan
Marxisme sebagai perlawanan terahadap Kapitalisme. Marxisme menjanjkan banyak
harapan, konsep berkeadilan sosial yang utopis telah membuat berseri banyak
kaum tertindas mendukung gagasan Brilian Karlam Mars sang tokoh sejarah.
Komunisme yang semula pindah di mata kaum lemah, yang mampu menumbuhkan banyak
harapan bagi kaum Proletar yang merupakan tiang penegak keadilan, lahirnya
tidak mampu lagi bertahan terhadap erosi tuntutan masyarakat akan kesejahteraan
hidup yang lebih layak.
Islam dan Barat
mesti berbenturan Islam merupakan ancaman lipat tiga, politik,
demografis, dan sosio religius. Bagi sebagian orang, watak wancaman
Islam semakin kuat bila dikaitkan dengan ancaman politik dan demografisnya.
Maka pratrik buchmanan dapat menulis bahwa sementara barat sedang bernegosiasi
dengan kelompok radikal Syiah yang membenci kita,untuk membebaskan sandera kaum
muslimin lainnya mendiami negaranegara barat. Ancamanmuslim bersifat global,
karena orang makmur pengamat lain seperti charles krautthammer, di tengh tengah
suatu pandangan bahwa kaum muslimim di dalam dan di luar dunia Islam bangkit
meberontak sebuahbusar krisis baru. Satu lagi gerakan dasaat sedang
berlangsung, takmenarik perhatian namun memberi isyarat intifadhah global.
Seperti pengamat
masa lalu yang menggunakan polemik dan steriotip Arab,
Turki, datu muslim, bukannya menjelaskan sebab-sebab tertentu konflik dan
konfrontasi, dewasa ini kita menyaksikan pengabdian atau penciptaan mitos
baru. Konfrontasi di masa datang antara Islam dan Barat dikemukakan sebagai
bagian dari sebuah pola sejarah kesukaan kaum muslim melakukan perang dan agresi.
Citra-citra sejarah masal lalu bahwa Barat-Kristen dapat mematahkan ancaman
tentara muslim, dibangkitkan dikaitkan dengan realitas yang sedang berlangsung
Charles Martel yang menghentikan derap maju kaum muslim yang pertama, mencegah
bulan sabit menguasai Eropa Kristen upaya tentara Salib untuk menyelamatkan
Yerussalem dan Eropa Kristen kalah tipis pasukan Islam di Wina, dikaitkan
dengan realitas sekarang dan pernyataan kini Islam kembali. Paduan Radikalisme
dan pertumbuhan populasi
mengancam menguasai Timur dan Barat. Jelaslah Islam sedang naik di Arika, Asia
dan Timur Tengah, di Barat kaum muslim yang taat beranakpinak.
Dewasa kini
ketakutan terhadap suara kebangkitan Pan Islami global masih
tetap ada. Menyusul revolusi Iran, seruan Ayatullah Khomenini agar ada revolusi revolusi yang lain diterima oleh
kaum mukmin bukan saja di dunia Islam tapi juga di Barat. Di Perancis Raymond
Aron memperingatkan akan adanya gelombang revolusi yang digerakkan oleh
Fanatisme Nabi dan kerasan umat, yang dipacu oleh Ayatullah Khumeini. Pada
tahun 1980 Menlu Amerika Serikat Cyrs Cance, menyatakan bahwa alasan utama
Amerika di Iran adalah takut akan suatu perang Islam Barat. Khomaeni dan para pengikutnya,
yang mendambakan kesyahidan, tentu menyambut hangat aksi militer Amerika
sebagai jalan untuk mempersatukan dunia Islam melawan Barat satu dekade
kemudian dengan runtunya Komunisme. Charles Krauthammer menulis sejarah sedang
digerakkan oleh kekuatan lain juga kebangkitan politis dunia Islam. Itu
merupakan tantangan yang lebih menyedihkan, maka hal itu adalah Pan Islami.
Itu adalah intifadahah global, mana Islam berhadapan dengan komunitas komunitas
non muslim di Khasmir, Azerbaija , Kosovo di Yugoslavia, Lebanon dan tepi
barat.