[opini] Fenomena Alam dalam Perspektif Alquran
Tuesday, 9 December 2014
OPINI | ALLAH Swt menciptakan alam ini dengan keseimbangan dan keadilan inilah hukum dasar yang dengannya langit dan bumi bisa tegak. Dengan neraca keadilan ini binatang, tumbuhan dan gunung, sungai, daratan dan lautan akan hidup secara adil serta sentosa tanpa kezaliman dan kepincangan, sebagaimana firmanNya: “(Dia) Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (QS. Al-Mulk: 3)
Dari ayat ini, dipahami awalnya Allah Swt menciptakan dunia dengan keseimbangan, akan tetapi karena kerakusan dan ketamakan manusia keseimbangan itu mulai hilang. Maka dapat dipastikan bahwa kerusakan alam ini disebabkan olah hawa nafsu manusia yang serakah. Manusialah yang seharusnya bertanggung jawab dan satu-satunya pihak yang tertuduh dengan kerusakan alam di muka bumi ini. Allah Swt berfirman: “Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Supaya Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan meraka. Agar meraka kembali ke jalan yang benar.” (QS. Ar-Rum: 41)
Al-Asfahani dalam bukunya Mufradat Fi alfazil Qur’an menerangkan makna zaharu berarti “terjadi sesuatu di permukaan bumi”, sehingga dia tampak dan terang serta diketahui dengan jelas. Lawan katanya adalah bathan, terjadi sesuatu di perut bumi sehingga tidak tampak. (Al-Asfahani, tt:327). Selanjutnya ia mengatakan, kata al-fasad adalah keluarnya sesuatu dari keseimbangan baik sedikit mupun banyak. Kata ini menunjukkan apa saja, baik jiwa, jisim, alam, maupun hal yang lainnya. Al-fasad juga merupakan antonim dari kata ash-shalah yang berarti manfaat atau berguna (Al-Asfahani, tt:393).
Sementara Al-Alusi dalam tafsirnya Ruhul Ma’ani menjelaskan kata fasad yaitu kemarau, wabah penyakit, banyaknya kebakaran, penghapusan berkah dari segala sesuatu, berkurangnya sesuatu yang bermanfaat, dan merajalelanya mara bahaya. (Al-Alusi, tt. Juz 15:377).
Lautan dan daratan
Ayat di atas menyebutkan laut dan darat sebagai tempat terjadinya fasad itu, ini dapat berarti lautan dan daratan menjadi arena kerusakan. Misalnya terjadi perampokan dan pembunuhan di tempat itu bisa pula berarti ketidakseimbangan dan kekurangmanfaatan. Sebagai contoh, bila laut tercemar ikan akan mati dan hasil pencarian akan berkurang. Daratan semakin panas akibat hutan ditebang oleh manusia, sehingga daratan semakin panas dan mengakibatkan kemarau panjang. Bahkan, bila terjadi hujan dapat mengakibatkan banjir karena sudah tidak ada tempat penyerapan lagi.
Ibnu Asyur mengemukakan beberapa penafsiran tentang ayat ini diantarannya adalah alam raya ini di ciptakan dengan keseimbangan dan sesuai dengan kehidupan manusia. Tetapi, mereka melakukan kegiatan yang merusak, sehingga terjadi kepincangan dan ketidakseimbangan (Asyur, tt, Juz:877). Dosa dan pelanggaran yang dilakukan oleh manusia mengakibatkan gangguan keseimbangan di darat dan dilaut. Sebaliknya ketidak seimbangan di darat dan di laut mengakibatkan siksaan pada manusia itu sendiri.
Semakin banyak kerusakan yang dilakukan oleh manusia semakin besar buruk dan dampak yang akan dirasakan oleh manusia. Kenyataan ini tidak mungkin dapat dipungkiri, karena Allah Swt menciptakan makhluk saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Dengan keterkaitan, tercipta keseimbangan dari yang paling besar hingga yang paling kecil. Bila terjadi gangguan pada salah satunya, maka akan mengakibatkan kerusakan pada yang lainnya.
Firman Allah Swt: “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Jikalau sekiranya penduduk negeri ini beriman dan bertakwa pastilah kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatan mereka.” (QS. Al-A’raf: 96)
Menurut Asy-Syaukani dalam tafsirnya Fathul Qadir, kata ahlul qura’ menunjukkan pada jenis, sehingga berlaku umum. Maksudnya jika penduduk suatu negeri, di mana pun berada, jika mereka beriman kepada Allah, maka Allah akan melimpahkan berkahnya dari langit dan bumi (Asy-Syaukani, Juz 3:66). Selanjutnya kata lau dan kalimatnya berbentuk kalimat syarat, yang berarti berkah dari langit dan bumi akan diberikan Allah bila penduduk langit dan bumi beriman dan bertaqwa kepada Allah. Tetapi sebaliknya, bila mereka (manusia) mengingkari Allah, maka bencanalah yang akan menimpa kepada mereka.
Dalam tafsir Departeman Agama ayat ini dijelaskan; Seandainya seluruh umat manusia beriman kepada Allah dan mengimani Muhammad sebagai Rasul terakhir serta tidak melakukan perbuatan kemusyrikan dan membuat kerusakan pada alam ini, maka akan Allah limpahkan rahmatNya yang banyak, baik dari langit maupun dari bumi. Nikmat dari langit seperti air hujan dan yang menyirami dan menyuburkan bumi, sehingga tumbuh-tumbuhan dan hewan akan berkembang biak yang sesamanya sangat diperlukan oleh manusia. Di samping itu, mereka juga memiliki ilmu pengetahuan yang banyak dan dan mampu memahami sunatullah di alam ini, sehingga manusia bisa memahami sebab akibat dari semua gejala yang ada di alam ini (Tafsir Depag, 2007:416-417)
Saling berkaitan
Dari penjelasan di atas, tidak salah bila tabattabai dalam menafsirkan ayat ini mengemukakan “alam raya ini dengan segala bagian yang rinci saling berkaitan antara satu dengan yang lain, bagaikan satu badan dalam berkaitannya dalam perasaan sakit ataupun dalam perasaan sehat. Apabila salah satunya tidak berfungsi dengan baik atau menyimpang dijalan yang harus di tempuh maka akan nampak dampak negatif pada bagian yang lain, dan ini pada akhirnya akan mempengaruhi seluruh bagian.”
Hal ini juga berlaku pada alam raya yang menggunakan hukum alam yang ditetapkan Allah Swt. Bila manusia menyimpang dari jalan yang lurus yang ditetapkan Allah bagi kebahagiaannya, terciptanya penyimpangan pada batas tertentu akan mempengaruhi apa saja yang ada di alam ini. Fenomena tersebut sering kita kenal dengan hukum sebab akibat.
Bila itu terjadi maka akan lahir krisis dalam kehidupan bermasyarakat serta gangguan interaksi sosial antara masyarakat, seperti krisis moral, ketiadaan kasih sayang, kekejaman. Bahkan, lebih dari itu akan bertumpuk musibah atau bencana alam, seperti keengganan langit menurunkan hujan, mengakibatkan tumbuhan tidak akan tumbuh. Banjir dan air bah serta bencana yang lainnya. Semua ini adalah tanda-tanda yang diberikan Allah agar manusia kembali ke jalanNya. Wallahu a’lamu bis-shawab. (*serambi indonesia)
* Dr. Abd. Gani Isa, S.H., M.Ag., Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh.